[Review Novel] Rindu – Tere Liye - Nasirullah Sitam

[Review Novel] Rindu – Tere Liye

Share This
RINDU; Sebuah novel yang ditulis oleh Darwis Tere Liye pada bulan Oktober 2014. Buku setebal 544 halaman menceritakan tentang perjalanan sebuah kapal pengangkut jamaah haji dari Hindia Belanda (Indonesia) pada akhir tahun 1938. Kapal Uap itu bernama BLITAR HOLLAND. Perjalanan kapal selama berbulan-bulan ini dimulai dari Makasar – Surabaya – Semarang – Batavia (Jakarta) – Lampung – Bengkulu – Padang – dan Aceh. Kemudian singgah di Kolombo (Sri Lanka) – Jeddah – dan Rotterdam.
Novel Rindu karya Tere Liye
Novel Rindu karya Tere Liye
Novel yang hampir keseluruhan menceritakan kehidupan selama berbulan-bulan di kapal untuk berangkat haji. Di dalam novel ini terdapat beberapa sosok yang cukup mencolok. Sosok utama tentu ulama dari Sulawesi yang bernama Ahmad Karaeng, sosok yang dipanggil dengan sebutan Gurutta (Guru kita). Sosok yang disegani seluruh masyakarat Makasar, dan hampir sebagian besar penumpang kapal. Selain itu juga tersemat sosok saudagar kaya yang bernama Daeng Andipati, seorang pengusaha kaya yang mempunyai dua anak perempuan kecil; Elsa dan Anna. Tentu saja ditambah dengan sosok pelaut nan tangguh Ambo Uleng.

Alur cerita sangat menarik. Dimulai dari permasalahan Gurutta  yang tidak diperbolehkan menaiki kapal oleh serdadu Belanda, dibatasi saat mengajar ngaji di atas kapal, dan masih permasalahan yang kompleks dengan serdadu Belanda. Ada sosok-sosok yang tidak boleh dilupakan dalam kapal. Antara lain; Kapten Phillips (Kapten Kapal), Ruben (Kelasi), Chef Lars (Koki), Pak Mangoenkoesoemo (guru selama di kapal), Bonda Upe (Guru ngaji anak-anak selama di kapal). Selain itu, masih banyak sosok yang diceritakan dengan permasalahan masing-masing.

Pada perjalanan menuju Mekah ini, ada lima pertanyaan mendasar yang ditanyakan oleh para penumpang. Keempat pertanyaan itu dijawab dengan baik oleh Gurutta. Keempat pertanyaan tersebut ; “Aku adalah mantan Cabo (pelacur), apa mungkin Allah mengijinkan aku untuk menginjakkan kaki di Tanah Suci” (Pertanyaan dari Bonda Upe). “Apa itu kebahagiaan sejati?” (Pertanyaan dari Ruben). “Bagaimana caranya agar aku bisa menghapus kebencian yang sudah bertahun-tahun ada dalam diriku?” (Pertanyaan dari Daeng Andipati). “Kami saling mencintai, namun orangtuanya malah menjodohkan dengan orang lain. Menganggap aku tidak punya derajat yang sama, aku yang menolong dia saat kapal kami tenggelam. Aku yang tahu semua tentang dia, kenapa harus seperti ini? Kenapa kami tidak bisa bersatu?” (Pertanyaan dari Ambo Uleng). Pertanyaan terakhir adalah tentang rasa takut dan cemas, tentang sebuah trauma yang tidak berujung. Pertanyaan ini dilontarkan oleh Gurutta; dan pada saat itu, orang yang bisa menjawab dengan mantap adalah Ambo Uleng.

Aroma konflik juga tersaji di dalam cerita ini, konflik yang mendasar adalah saat Serdadu Belanda membongkar kamar Gurutta dan menyita sebuah buku hasil tulisannya yang berjudul “KEMERDEKAAN ADALAH HAK SEGALA BANGSA”. Kemudian dipadukan dengan sebuah percintaan sejati antara Mbah Kakung & Mbah Putri; yang sama-sama meninggal di atas kapal, dan disemayamkan di tengah-tengah samudra Hindia. Ada juga konflik saat kapal ini berusaha diambil alih perompak Somalia.

Beberapa kutipan yang ada di buku ini;

Jika kau ingin menulis satu paragraph yang baik kau harus membaca satu buku. Maka jika di dalam tulisan itu ada beratus-ratus paragraph, sebanyak itulah buku yang harus kamu baca –hal 196-197.”

Bagaimana ia menulis sebuah buku yang membuat jutaan pembaca tergerak hatinya, jika ia sendiri tidak tergerak? Bagaimana ia bicara tentang perlawanan, tapi ia sendiri adalah pelaku yang paling pengecut? – hal 233.”

Lawanlah kemungkaran dengan tiga hal; dengan tanganku, dengan lisanmu, atau dengan benci di dalam hati. Itu sesungguhnya selemah-lemahnya iman – hal 532-533.”

Banyak cerita yang mengalir dalam buku ini; ada rasa haru, sedih, lucu, tegang, dan menyenangkan. Cerita yang tidak akan bosan bagi kita yang membacanya. Sebuah kisah yang jarang orang ekspos tentang perjalanan sebuah kapal yang ditumpangi oleh calon haji dari Hindia Belanda (Indonesia).

Salah satu novel yang wajib kalian baca dan miliki. Kalian akan mengerti bagaimana pengalaman pada masa lampau jika ingin menuju Mekah. Menghadapi polemik negeri yang sedang dalam masa penjajahan. Serta hidup lama dalam suatu perjalanan panjang di atas kapal.
Baca juga postingan yang lainnya 

11 komentar:

  1. Ini novel baru Mas Rullah ? saya baru denger

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oktober 2014 mas, salah satu novel Tere Liye yang best seller :-D

      Hapus
  2. Mas Nasirullah Sitam penggemar novel ya?? Berarti punya banyak koleksi novel dong?? Saya sebenarnya nggak terlalu penyuka novel, tapi mungkin kalo isinya bagus, mungkin saya bisa berubah pikiran ya. Apalagi setelah membaca sinopsis atau apa ya namanya itu, seperti yang ditulis di postingan ini, sedikit banyak jadi ikut mengetahui novel-novel terkenal. Nice share. Saya tunggu postingan review berikutnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Suka baca mas, tidak punya koleksi banyak kok. Hanya beberapa koleksi pribadi, rencananya koleksi-koleksi ini aku taruh di rumah (Karimunjawa), biar nanti di baca teman-teman di sana :-)

      Hapus
  3. jadi pengen baca deh novelnya, aku suka cerita yang membahas mengenai suatu perjalanan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin novel ini bisa dijadikan salah satu pilihan, mbak :-D

      Hapus
  4. penasaran nih sama ceritanya, kaya yang seru

    BalasHapus
  5. Aku rasa terlalu spoiler. Menurutku tidak perlu menuliskan tentang 5 pertanyaan itu. Karena bagiku benang merahnya ada di situ

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas masukannya, saya masih belajar menulis, dan mungkin kurang peka.

      Hapus
  6. benar sekali. benang merah nya terdapat di 5 pertanyaan itu :')

    BalasHapus

Pages