Kejutan! - Nasirullah Sitam
Mudik ke Karimunjawa
Mudik ke Karimunjawa
“Ya Allah!! Anakku datang tidak memberi kabar.” 


Belum sempat kuletakkan keril di lantai. Aku langsung mencium kedua tangan emak dan memeluk beliau. Raut wajah beliau masih setengah tidak percaya jika anak lelaki yang jauh dari Karimunjawa kini hadir tepat di hadapannya tanpa memberikan kabar terlebih dulu. 
***** 

Sehari sebelumnya… 

Perjalanan Semarang – Jepara biasanya ditempuh bus selama 2 jam. Kalaupun lebih, paling mentok juga 2.5 jam. Berbeda jika dari arah Jepara ke Semarang, mereka bisa lebih lama karena ngetem (berhenti menunggu penumpang) di banyak tempat. Seingatku, dari arah Jepara, bus-bus tersebut ngetem di Saripan, Pertigaan Gotri, dan Pasar Welahan. 

Tidak kuhitung yang berhenti di Terminal Demak dan Terminal Pecangan. Sedangkan dari arah Semarang, mereka ngetem di Pertigaan arah Jepara dan Welahan. Hanya saja, bus melaju cenderung lambat ketika masih di area Sayung, Demak. 

Sore ini mendadak berubah. Jalanan sepanjang Pecangaan – Ngabul tersendat. Bahkan macet total. Kendaraan hanya bisa bergerak tak lebih dari lima meter, lalu berhenti lama. Penyebab macetnya kendaraan ini berpusat di SPBU Ngabul, di sana ratusan orang berkumpul memenuhi jalanan sembari membawa kertas bertuliskan “OM!! TELOLET OM”.
Dokumentasi para penunggu Telolet sehabis magrib di Jepara
Dokumentasi para penunggu Telolet sehabis magrib di Jepara

Fenomena Telolet di Jepara sangat mengagetkan. Setiap sore di sepanjang jalan ada banyak anak yang membentangkan tulisan tersebut. Atau hanya dengan isyarat mengacungkan jempolnya. Bus-bus malam seperti Santika, Bejeu, dan lainnya ditunggu kedatangannya. Gegap-gempita para penunggu Telolet begitu besar, membuat jalan benar-benar macet.

Sore ini bus yang membawaku ke Jepara dari arah Semarang membutuhkan waktu 4 jam. Satu jam sendiri dari arah Pecangan – Ngabul yang biasanya hanya dilalui dengan waktu tak lebih dari 15 menit. Luar biasa antusias warga yang ingin mendengarkan klakson bus malam. Bahkan fenomena ini mendunia di minggu lalu. Lihatlah, hampir semua linimasa menuliskan kata “Om Telolet Om”.

***** 

Subuh menyapa Jepara, aku masih bergelut dengan selimut. Rasa capek seharian kemarin perjalanan Jogja – Jepara mulai terasa. Enggan rasanya ingin bangun pagi. Aku kembali tertidur untuk beberapa saat. 

“Pukul berapa kapal ke Karimunjawa, Rul?” Suara tante terdengar dari lantai satu. 

“Pukul 10 berangkatnya,” Teriakku dari atas. 

Mumpung masih pagi, aku berjalan keluar rumah menuju rawa yang tidak jauh dari perumahan di area Tanah Abang, Jepara. Kulihat ke arah timur, mentari masih belum tampak. Semburat cahaya indah. Bergegas aku mengambil kamera yang ada di kamar, lalu berlari menuju Jembatan Cinta Jepara dengan harapan masih bisa mengabadikan Sang Baskara.
Sunrise di Dermaga Cinta Jepara
Sunrise di Dermaga Cinta Jepara

Kolot sekali aku yang sengaja berlari. Harusnya tadi menaiki sepeda sehingga masih bisa terkejar sunrise. Sesampai di lokasi, mentari sudah agak tinggi. Hanya memancarkan cahaya yang silau. Daripada tidak mendapatkan foto apapun, aku lantas mengabadikan sekali saja. 

Menjelang siang, aku sudah di dalam kapal penyeberangan Jepara – Karimunjawa. Kapal cepat ini biasanya membutuhkan waktu dua jam untuk sampai di Karimunjawa. Cuaca utara laut Jawa cukup tenang. Kapal tak terombang-ambing gelombang besar. Sepertinya Baratan (Ombak bulan Desember) datang terlambat. Sementara itu penumpang kapal cukup sepi. Mungkin para wisatawan ke Karimunjawa masih takut ombak besar yang biasa datang pada bulan Desember. 

Satu setengah jam kapal cepat tak mendapatkan gelombang berarti, Karimunjawa sendiri sudah terlihat jelas. Di sebelah kanan kapal yang kunaiki, Kapal Siginjai juga bersiap sandar di pelabuhan. Tiga puluh menit ini terasa ada ombak agak besar. Gelombang di perairan Karimunjawa agak berbeda dan membuat kapal sedikit terasa oleng. 

Gugusan bukit hijau tampak indah dari kejauhan. Namun tak sepenuhnya rimbun hijau, ada beberapa titik yang gersang. Pepohonan di sana ditebang dan dibakar. Nanti akan aku tulis di kesempatan yang berbeda. Turun dari kapal, aku menghampiri Riki yang sudah menungguku di ujung pelabuhan. Motor metik yang kami naiki menyusuri jalanan Karimunjawa. 

Menyenangkan sekali, jalanan yang dulunya berlubang kini sudan mulus. Tahap perbaikan jalan sudah sampai di Dusun Cikmas, Karimunjawa. Riki memperlambat laju motor, membelokkan ke kanan jalan memasuki dua rumah yang berjejeran dengan halaman luas. Kakakku sudah menunggu kehadiranku, sedangkan emak tiduran di lantai.

Emak masih belum sadar jika aku berada di depan pintu. Beliau malah menyapa Riki yang sudah masuk duluan. Begitu menghadap ke arah pintu, beliau sontak kaget melihatku sudah duduk di sana. 

“Ya Allah!! Anakku datang tidak ngasih kabar.” 

Belum sempat kuletakkan keril di lantai. Aku langsung mencium kedua tangan emak dan memeluk beliau. Raut wajah beliau masih setengah tidak percaya jika anak lelaki yang jauh dari Karimunjawa kini hadir tepat di hadapannya tanpa memberikan kabar terlebih dulu. 

Sungkem pada orangtua adalah keharusan. Lama cium tangan beliau, dan beliau masih tidak percaya jika aku pulang. Tawa panjang menemani siang hari ini. Entah apa yang emak bilang, aku masih tidak fokus. Kupeluk beliau, kurasakan bagaimana kehangatan seorang ibu. 

“Biasanya tiap hari jum’at kamu telpon. Dari semalam aku menunggu telpon kok tidak ada,” Kata emak berkaca-kaca. 

Jujur, pulang kali ini aku sengaja tidak mengabari emak. Sengaja memberikan kejutan untuk beliau. Bahkan aku juga membawa banyak Apel dan Jeruk untuk dimasukkan ke dalam kulkas. Oya, kulkas itu baru kami miliki karena listrik sudah 24 jam stabil. Dari dulu memang sudah berniat membeli kulkas, tapi kami tangguhkan karena listrik masih 6 jam. 

“Kalau tahu kamu datang kan bisa masak dulu. Buat Bubur Kacang Hijau kesukaanmu.” 

Senang rasanya bisa memberikan kejutan untuk emak. Sore ini bapak sedang mancing, jadi aku belum sempat bertemu dengan beliau. Tidak hanya emak, keponakanku pun antusias ketika aku pulang. Mereka meminta aku untuk memotretnya. Tahu juga kalau aku bawa kamera. 

“Om, foto kami ya!”
Ada enam keponakanku, yang paling kecil dua ini
Ada enam keponakanku, yang paling kecil dua ini

Rasa capek sedikit terasa. Aku merebahkan diri di kamar tidur. Tiba-tiba mendapatkan pesan dari teman.

“Ayo ke bandara, ada Menteri Susi Pudjiastuti liburan di Karimunjawa.”

Selang sepuluh menit, teman yang mengirimkan pesan sudah ada di halaman rumah. Kami berdua menuju bandara. Di sana, sudah ada banyak orang Kecamatan dan Desa dibantu Polisi yang menyambut kedatangan Menteri Kelautan dan Perikanan (Susi Pudjiastuti). Begitu beliau keluar dari Pesawat pribadi, aku memotretnya. Bu Susi kerap ke Karimunjawa serangkaian kerjanya. Sesekali beliau juga ke sini untuk berlibur.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti berlibur di Jepara
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti berlibur di Jepara

Berhubung lensa yang kugunakan 10-30 mm, jadi terasa jaraknya masih jauh. Aku mengambil lensa 30-110 mm, dan memasangnya di kamera. Ada yang ganjal di kamera ini, layar di kamera gelap. Kumatikan kamera, dan menghidupkan lagi. Tetap tampilan hitam saja. Berkali-kali aku coba, tapi tidak berhasil. Kucoba ganti dengan lensa yang satu, bisa normal. 

“Ahh, dapat kejutan juga aku. Lensa ini minta jatah diservis.” 

Tak masalah meminta uang jajan lensa ini, yang terpenting misiku mengejutkan Emak dan Bapak berhasil. *Kejutan pada hari Sabtu, 03 Desember 2016 ini untuk orang rumah, emak, bapak, kakak, keponakan, dan semua orang yang setia mendoakanku ketika berada di Jogja.

38 komentar:

  1. Lho kapal sekarang jam 10 yooo ??? bukan jam 8 gitu ????

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kapal cepat ada yang jam 10 dan ada yang jam 8 om. Tergantung harinya

      Hapus
    2. Oh macam itu, aku tiba2 menggebu2 pengen balik ke karimun lagi hehehe

      Hapus
    3. Agendakan bareng Grup Cumi, om. Aku nebeng ahhahaha

      Hapus
  2. ketularan jadi menteri nanti mas aamiin hehe

    BalasHapus
  3. OMG anak ini :D...Aku salut kamu bisa menceritakannya dengan detail dan menyenangkan untuk dibaca.
    Saat kepulanganku yang pertama dari Jerman ke Indonesia, aku juga sengaja tidak memberi kabar orang rumah, biar ngasih kejutan gitu. Nggak taunya aku malah dipukulin dan di cetholin sama emak. Katanya gini: SEMBARANGAN arek iki! kalau ada apa-apa, pesawat jatuh,dsb. Lalu kamu jadi korban, kita nggak akan percaya karena mengira kamu baik-baik saja di Jerman!
    Hehhe, tapi akhirnya kejutan itu membuat beliau terharu juga. Tapi nggak akan kuulangi lagi. Sakit ntar di cetholi lagi :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Huahuahua, ini asal nulis apa yang terjadi mbak. Lagian kayaknya asyik banget ditulis. Jangan bosan-bosan baca tulisanku mbak :-D

      Hapus
  4. Berturut-turut baca dua postingan soal Karimunjawa. Mudah-mudahan pertanda ya supaya saya bisa segera ke sana, hehe, amin. Orang tua memang selalu senang kalau anaknya pulang. Kalau di rumah saya, nenek selalu kaget kalau saya pulang padahal juga sudah berkabar dari berminggu-minggu sebelumnya, haha. Jadi kangen rumah. Padahal baru bisa pulang Juni nanti. Hmm... mesti bersabar dulu deh, sambil baca-baca cerita di blog.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya doakan bisa ke Karimunjawa, mas. Kalau memang ke sana harap hubungi saya. Siapa tahu bisa nginap di rumah saya.

      Hapus
  5. aku baru nyadar mas, wajah ibumu mirip sama salah satu budheku :D
    sering banget bu susi ke karimun, mungkin juga ada salah satu bisnisnya disana kah ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kah? Dunia emang seperti itu. Banyak hal ayng tidak kita ketahui hehehehe

      Hapus
  6. itu ponakannya kenapa cemberut sih?
    pasti dipaksa foto yak...
    apaan sih nih si om hahahha ponakannya mau main malah paksa2 foto...
    kaga tega gue liatnyaaa....

    BalasHapus
  7. Nah itulah orang tua, aka nkaget jika anaknya datang tiba-tiba tanpa kabar. Tapi jika kasih kabar juga akan bikin repot emak, masak ini dan itu. Ah sebagai anak kadang tidak juga juga.
    Wah itu kamera mungkin minta dikasih ke aku biar aku yang service saja.
    Om telotet om, lagi mendunia.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Coba di Jogja mas hhehehheeh. Ini dikirim lagi ke Nikon buat benerin :-D

      Hapus
    2. Sst kira-kira harganya berapa, sampai 5 juta kah ?? kira-kira boleh kridit kah ? Masak iya, tukang photo masih pakai kamera hape.

      Hapus
  8. aku lebih milih naik pesawat sih daripada naik kapal klo ke karimun
    padahal ya belum pernah ke karimun

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya enak naik pesawat. Cuma 270ribu doang hehehehhee

      Hapus
  9. Pasti senang rasanya bikin surprise buat emak.

    BalasHapus
  10. So sweeet deh mas sitam, kejutan maniiis..aih bu susi liburan di Karimunjawa yaa..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku kan anaknya kalem mbak *congkak

      Iya beliau suka ke Karimunjawa

      Hapus
  11. Terharu aku. Tulisane simpel tapi sweet

    BalasHapus
    Balasan
    1. Asyik ada yang terharu. Aku aja bingung kok bisa nulis semacam cerpen *eh

      Hapus
  12. aku juga sering bkin sureprice pulang waktu aku mondok di pesantren hihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah anak pondokan. Ini dalam rangka bolos atau gimana? ahhahhhah

      Hapus
  13. Kejutannya menular ya...

    Kejutan memang masih ada plus minusnya.

    Aku jadi ingat kisah nyata yang juga difilmkan (127 hours) tentang pendaki gunung sepeda yang terperangkap batu di Utah USA tahun 2003, dia pergi tak memberi tahu siapa-siapa, dan berakhir terjebak dalam lubang di antara bukit di antah berantah, untuk bertahan hidup dia rela memotong tangannya yang terjepit di antara batu nun jauh di dasar gua, dan merangkak memanjat meminta pertolongan.

    Untunglah berakhir happy ending dan ketika diminta menulis pesan dan kesan dia berkata:

    "Aku tak akan pernah lagi berbuat kejutan seperti ini, pergi tanpa memberitahu siapapun"

    Demikian sekilas info...

    Hahaha... serius banget bacanya :)).

    Tapi itu semua memang kisah nyata.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehhehehe, itu salah satu film favoritku sampai sekarang mbak. Dan perjuangan dia agar bisa melepaskan diri dari jepitan batu benar-benar penuh perjuangan. Ya, kadang kita mendapatkan kejutan besar tanpa pernah terpikirkan sedikitpun sebelumnya.

      Hapus
  14. Sukses ya bikin kaget tapi senang emak dan bapak. Kejutan-kejutan kecil begini menurut saya makin mempererat hubungan anak dan orang tua. Anak yang paling menyenangkan orang tua biasanya sukses, aamiin.

    Saya juga kepengen ke Karimun Jawa. Selalu saya impikan, semoga kesampaian, aamiin.

    BalasHapus
  15. om telolet om, detail banget ya mas perjalanannya, bakal sering baca2 cerpennya, bagian memberi kejutan itu yang paling kusuka

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih mas. Insyaallah akan ada cerita kecjutan kedua :-)

      Hapus

Pages