Rowo Jombor kala Pagi Hari - Nasirullah Sitam

Rowo Jombor kala Pagi Hari

Share This
Kesibukan kala pagi di Waduk Rowo Jombor, Klaten
Kesibukan kala pagi di Waduk Rowo Jombor, Klaten
Sekumpulan pria bersepeda kumpul di perempatan Blok O, tepatnya berada di seberang Rumah Sakit Harjolukito. Mayoritas mereka menggunakan jersey hitam merah. Tulisan besar SGICCY terpajang di bagian depan, dan di lengan bertuliskan Segoro Geni. Rata-rata mereka pria berumur lebih dari 30 tahun.

Komunitas Sepeda Segoro Geni hari ini ada agenda sepedaan bareng. Tujuannya adalah Rowo Jombor yang ada di Kabupaten Klaten. Jaraknya sekitar 33KM, biasanya ditempuh dengan waktu kurang dari 2 jam. Tergantung ritme kayuh sepeda. Aku merapat berkumpul di tempat kumpul, menyapa, dan menyalami satu persatu rombongan.

“Kita nunggu Febri dan Mbak Hastuti. Mereka sedang diperjalanan,” Terang Mas Panca selaku koordinator pelaksana.

Sebagian pesepeda ini tidak asing bagiku. Sudah beberapa kali kami sepedaan bareng di sekitaran Jogja. Aku pernah blusukan ke arah Candi Plaosan kala mencari rute untuk acara Jogja Gowes, bahkan waktu itu kami dikejar anjing di salah satu kampung. Aku yakin, baik Mas Panca, ataupun Febri masih ingat peristiwa tersebut.
Ruas jalan Srowot, Klaten
Ruas jalan Srowot, Klaten
Aku belum pernah sepedaan sampai Rowo Jombor. Dulu sempat sepedaan menuju Gedangsari, setidaknya lokasinya sudah dekat dengan Rowo Jombor. Rowo Jombor sendiri pernah kukunjungi tahun 2009, saat itu aku dan teman-teman kuliah kuliner bareng di Warung Apung. Sudah lama ternyata aku tidak berkunjung ke sana.

Satu persatu orang yang ditunggu berdatangan. Formasi lengkap, rombongan pesepeda ini menyusuri jalan Solo menuju Rowo Jombor. Rute yang dilewati blusukan, kami melewati jalan Srowot, Pasar Wedi, dan menuju Rowo Jombor. Aku teringat Pasar Wedi, dulu sewaktu sepedaan menuju Curug Gedangsari pernah lewat sini. Pun dengan waktu mendatangi rumah batik di Gedangsari awal tahun lalu.

Jalanan relatif datar, tidak ada tanjakan yang dilalui. Hanya saja, rute menuju Rowo Jombor di beberapa titik banyak kendaraan besar yang berlalu-lalang. Satu setengah jam berlalu, sebuah gapura melengkung besar dihadapanku. Kami sudah sampai di kawasan Rowo Jombor. Portal besar dijaga dua petugas, mereka hanya tersenyum melihat kami (pesepeda) melintasi. Tidak dipungut biaya.
Gapura kawasan Rowo Jombor
Gapura kawasan Rowo Jombor
Rowo Jombor adalah waduk yang berada di dukuh Jombor, desa Krakitan, Bayat. Pagi ini lumayan ramai di area Rowo Jombor. Warung-warung apung mulai buka, para juru parkir silih berganti meminta kami memarkirkan sepeda di tempatnya. 

Aku berhenti menatap warna-warni warung Apung. Sudah berubah sekarang, Eceng Gondok yang dulu menutupi hampir sebagian besar area waduk mulai bersih. Banyak sekat-sekat semacam tempat budidaya ikan di tengah.

Di tepian waduk yang masih dipenuhi Eceng Gondok, terlihat seorang sedang memancing. Menggunakan umpan lumut, lelaki ini sabar menunggu kailnya dimakan ikan. Menurutnya, ikan yang sering ditangkap adalah ikan Nila, terkadang juga mendapatkan Ikan Lele. Tergantung umpan yang digunakan.

“Dapat banyak pak?”

“Baru dapat dua atau berapa ini mas.”

Bapak yang memancing tersenyum. Dia baru sebentar di sini, dan baru mendapatkan tiga ekor ikan sebesar dua jari orang dewasa. Rowo Jombor memang menjadi salah satu tempat yang sering didatangi para pemancing. Mereka tidak hanya warga setempat, namun juga orang-orang dari Jogja dan sekitarnya sering ke sini untuk menyalurkan hobi mancingnya.
Memancing di sela-sela rimbunnya Eceng Gondok
Memancing di sela-sela rimbunnya Eceng Gondok
Rowo Jombor membentang luas di kawasan Bayat. Tampungan air mencapai empat juta meter kubik (Wikipedia). Waduk ini berfungsi untuk menampung aliran air dari sungai-sungai yang ada di sekitarnya, sekaligus untuk mengendalikan banjir. Selain itu, air waduk dimanfaatkan warga setempat untuk mengaliri sawah-sawah yang ada di daerah Bayat dan sekitarnya.

Aku dan rombongan memasuki salah satu warung apung, di sini kami memesan makanan. Tiap warung apung mempunyai pelantang suara besar. Lagu-lagu dangdut koplo terdengar kencang saling bersahutan. Aku baru sadar, tiap warung sengaja membunyikan lagu dangdut kencang, seperti sedang saingan.

Rasa kagetku bertambah, lagu yang diputar bukan hanya dari MP3 yang tertancap di Fashdisk saja. Dua perempuan muda bernyanyi dan bergoyang di depan. Setahuku, dulu tidak ada seperti ini. dan sekarang lagu dangdut dengan perempuan bernyanyi menjadi pemandangan yang biasa. Entah sejak kapan ini dimulai.
Jejeran warung apung di Rowo Jombor masih sepi
Jejeran warung apung di Rowo Jombor masih sepi

Di tepian Rowo Jombor terdapat lokasi untuk menyeberang ke warung apung. Jika kita ingin menuju warung apung, nanti melewati getek yang ditarik dengan tuas tali. Biasanya tiap titik sudah ada yang bertugas untuk menarik agar getek tersebut bergeser. Aku dan sebagian rombongan naik ke atas getek, dan tuas tali ditarik seorang pegawai warung apung.

Kulangkahkan kaki menapaki lantai bambu menuju paling ujung warung apung. Dari sini aku memandang lepas Rowo Jombor. Di sana kulihat ada warga sekitar yang sibuk membersihkan sekatan tempat budidaya ikan. Jaring-jaring berlubang kecil tertata rapi tiap petakan, jaring tersebut menjadi alat membatasi ikan yang ada di dalamnya agar tidak lepas.

Petakan tempat budidaya ikan biasanya dipenuhi lumut, sehingga tiap hari pemiliknya harus rajin membersihkan. Selain itu mereka juga harus sering memberi makan ikan tersebut. Kalau di laut, sekatan seperti ini bernama keramba.
Pemandangan di Rowo Jombor, banyak sekatan tempat budidaya ikan
Pemandangan di Rowo Jombor, banyak sekatan tempat budidaya ikan
Getek, perahu kecil bermesin, atau sampan panjang silih berganti lewat. Ruas-ruas jalan kecil sudah disediakan agar tidak menabrak sekat tempat budidaya ikan. Seorang bapak asyik memberi makan ikan dan duduk di getek (rakit bambu).

Di sudut lain dua warga saling sibuk di petaknya masing-masing. Mereka mengabaikan suara lagu dangdut dan goyangan para biduan. Suaranya sayup-sayup terdengar terbawa angin. Mereka melakukan rutinitas seperti biasa. Sekalipun pengunjung silih berganti, mereka tidak menghiraukannya.

Ingin rasanya menaiki sampan dan nimbrung dengan para warga setempat yang memberi makan ikan. Sayang aku tidak bisa mempunyai akses jalan ke sana. Seluas mata memandang, hampir di setiap sudut terdapat batang-batang tertancap dengan petakan jaring-jaring halus. Bisa jadi di dalam itu ikan Nila atau Bawal.
Pemilik budidaya ikan membersihkan sekatannya masing-masing
Pemilik budidaya ikan membersihkan sekatannya masing-masing
Waduk Rowo Jombor sebenarnya tempat paling asyik menunggu senja. beberapa kali temanku mengabadikan senja di sini, dan benar-benar memukau. Aku masih duduk di tepian warung menatap rombongan yang beristirahat. Mereka menikmati lantunan lagu koplo dari dua penyanyi perempuan.

Makanan yang dipesan sudah disajikan. Aku berkumpul dengan rombongan menikmati makan siang. Ya, makan siang ditemani lantunan lagu dangdut mungkin bisa membuat tenaga lebih kuat kala mengayuh pedal sepeda menuju Jogja.
*Bersepeda menuju Rowo Jombor, Klaten pada hari Sabtu; 29 Juli 2017.

30 komentar:

  1. aku justru paling suka naik geteknya, suka bolakbalik nyeberang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau di sini nggak berani seperti itu bu. Takutnya ganggu aktivitas warga setempat.

      Hapus
  2. Waduknya ini buatan atau waduk alam, Mas? Lumayan banget kalau melihat badan air, banyak yang hijau dan segar-segar. Rasanya menenangkan, jauh dari ingar-bingar kota yang membikin pusing, ngantuk, dan tidak semangat. Di sini bisa belajar soal kehidupan juga, kalau menurut saya. Kegiatan masyarakat mencari nafkah, yang sedikit-sedikit mulai berubah. Maksud saya dengan perubahan adalah kehadiran penyanyi-penyanyi itu. Semoga saja mereka tidak menjadi "eceng gondok" di sana, ya. Hehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di Wikipedia tidak ada keterangannya mas, kalau dilihat dari bentuknya ini waduh alam. Sekilas mirip Rawa Pening hanya luasnya berbeda. Rumah makan apung sudah ada sejak lama, dan itu menjadi andalan para warga untuk menggeliatkan ekonomi.

      Hapus
  3. Perempuan yang bergoyang dan bernyanyi kok nda difoto Mas, sayang lho..itu kan juga moment Mas..hehehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak berani mas. Cukup dinikmati pakai mata langsung *eh

      Hapus
  4. wah airnya tenang dan kala mentapanya pikiran akan melayang2

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan melayang terlalu tinggi. Takut jatuhnya lebih sakit buahahahhah

      Hapus
  5. Aku suka banget foto terakhir itu. Di sana mudah ya ditemukan tambak semacam itu. Kalau tengah kota kayak Palembang ini susah. Terakhir kali aku lihat tambak malah pas ke Ternate. Tambaknya lebih bagus yang ini tapi hehe.

    omnduut.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di Klaten memang ada budidaya ikan om, jadi mudah banget mencari tambak :-)

      Hapus
  6. Klatem itu dalam bayanganku kering, tp kok banyak sekali umbul dan semacam danau kayak rowo jombor ini😁
    Mungkin dr letak geografisnya kali ya, di hulu ada gunung merapi, sedangkan di selatan ada gunung kidul yg agak tinggi. Jadi mungkin airnya ga bs ngalir wkwkwk.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Banyak banget mata air hahahahha. Ponggok dan sekitarnya juga ngeri mata airnya. Jernih semua

      Hapus
  7. daya tariknya .. warung apung plus lagu dangdut itu ya ...
    habis gowes .. bisa goyang Rowo Jombor yang bisa mengalahkan goyang pantura .. :)

    BalasHapus
  8. Eh kalau pagi kok Rowo Jombor terlihat ciamik ya, menenangkan banget rasanya. Daku ke Rowo Jombor pertama kali tahun 2005 cuma buat makan ikan. Jadi pengen balik sana lagi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. aku pertama tahun 2007 ke sana, makan bareng teman. Bagus buat tempat motret loh mbak

      Hapus
  9. Ahhh aku mau lah dajakin ngegowes ke sini Nasiiii...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak usah gowes ke sini. Ini dekat sama tempatnya Hanif, jadi bisa naik motor aja hahahaha

      Hapus
  10. Ini kalo subuh ajib banget nih, kabut-kabut dengan latar seperti itu.. kereeen

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar juga mas. Sepertinya harus diagendakan ke sana pas subuh

      Hapus
  11. fotomu bener bener out of the blue deh mas..

    BalasHapus
  12. kebayang nikmatnya makan siang setelah tenaga terkuras, ahaha

    aku kira sehabis makan siang terus joged disik mbe muleh jogja,,,,awkakw

    BalasHapus
    Balasan
    1. Njoget e nggak perlu diabadikan mas. Konsumsi pribadi buahahahhaha

      Hapus
  13. wah aku suka ngetem di Harjolukito tapi gak nemu mereka heheh
    asyik waduknya
    makan ikan di warung apung itu mantep deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha, ngetem depan harjolukito enak mas. Makan bakso :-D

      Hapus
  14. Sederhana tapi keren banget Rowo Jombor itu, Mas. Asyik ya bisa bersepeda ke beberapa tempat yang keren di sekitaran Jogja dan Klaten. Kalau Bandung ya medannya naik-turun hehehe....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bandung bagi pecinta uphill tentu menyenangkan, hehehhehhe. Kontur tanahya bikin lutut kerja kera

      Hapus

Pages