Embung Mini Kleco di Perbukitan Menoreh - Nasirullah Sitam

Embung Mini Kleco di Perbukitan Menoreh

Share This
Menatap embung mini Kleco dari atas bukit
Menatap embung mini Kleco dari atas bukit
Satu hal yang kuingat tiap bersepeda ke Kulon Progo adalah rute yang menyenangkan. Belum banyak tempat yang aku kunjungi di Kulon Progo, khususnya naik sepeda. Lebih khusus lagi daerah yang ada di perbukitan Menoreh.

Waduk Sermo, Kalibiru, Canting Mas, Kebun Teh Nglinggo, dan beberapa destinasi lainnya saja yang pernah aku sambangi naik sepeda. Tentu saja keseluruhan destinasi itu menyenangkan, terutama tanjakannya. Bahkan aku lupa beberapa kali harus turun dari sepeda, lantas menuntunnya sampai ke jalan datar.

“Sabtu sepedaan ke embung Kleco yuk?” Ajakku pada teman pesepeda.

“Embung Kleco atau Bukit Kleco?” Febri ingin memastikan.

Aku baru sadar kalau di kawasan sana ada dua nama yang mirip. Embung Kleco adalah waduk mini, sedangkan bukit Kleco sendiri adalah gardu pandang yang lokasinya tidak jauh, namun berbeda tempat arahnya.

“Embung Kleco,” Jawabku yakin.

“Siap!!”

Setelah lama tidak mengunjungi daerah Kulon Progo, akhir pekan ini aku bersepeda menuju Embung Kleco. Embung ini berada di Giripurwo, Girimulyo. Aku sempat melihat rutenya, tidak jauh sih sebenarnya, namun tanjakannya lumayan menguras tenaga.
Melintasi jembatan Kreo perbatasan Sleman - Kulon Progo
Melintasi jembatan Kreo perbatasan Sleman - Kulon Progo
Aku ditemani tiga pesepeda lainnya; Febri, Mas Arif, dan Mbak Narli. Berangkat dari Tugu Jogja, kami menyusuri jalan Godean. Secara garis besar rute yang aku lewati antara lain Tugu Jogja – Perempatan Kenteng – Pasar Sribit – Polsek Girimulyo – Embung Kleco. Sepertinya dekat, tapi tanjakannya itu yang membuat jadi lama.

Mas Arif pernah bersepeda denganku waktu kami menuju Klangon, pun dengan Febri. Aku sendiri sering sepedaan dengannya menuju area Mangunan. Bahkan aku pernah dilewatkan jalan buntu ketika ingin mencari jalan pintas di kawasan Dlingo, Bantul.

Sepanjang jalan Godean jalanan ramai lancar, beberapa kali aku berpapasan dengan pesepeda; mereka adalah anak-anak sekolah. Kusempatkan juga membeli jajanan pasar di tepi jalan. Tanjakan pertama terasa kala kami melewati Jembatan Kreo. Ya, setidaknya fisik harus mulai disiapkan.

Di antara kami berempat, mungkin aku yang paling sibuk. Selain bersepeda bareng, aku bertugas mengabadikan selama perjalanan. Ada banyak spot menarik selama perjalanan, Jembatan Kreo, jembatan dekat pasar Sribit, dan tentunya beberapa titik yang jalannya menanjak.

Salah satu hal yang membuatku senang lewat jalan di sini adalah hamparan sawah luas. Terlihat petani sedang menanam padi ditemani ratusan burung berwarna putih. Aku sudah mempunyai niat, suatu saat ingin bersepeda ke daerah sini hanya untuk memotret burung-burung Bangau yang ada di tepian sawah.
Rute ke embung Kleco banyak tanjakannya
Rute ke embung Kleco banyak tanjakannya
“Kita berhenti dulu,” Celetuk Mbak Narli kelelahan.

Tanjakan demi tanjakan sudah kami lewati, tapi rasanya tak habis. Kontur perbukitan menoreh memang menyajikan pemandangan indah, rute yang asyik bagi pecinta uphill. Bagaimana tidak, setiap destinasi di sini harus melewati tanjakan. Salah satu jalur yang paling disukai pesepeda adalah arah ke Gua Keskindo. Kalau penasaran, mainlah ke Jogja dan bersepeda lewat sana.

“Di atas sana jalannya datar mbak, tanjakannya sampai belokan saja,” Kata seorang ibu yang pulang dari ladang.

“Inggih bu. Matur nuwun.”

Bagi aku, mas Arif, dan Febri tentunya tanjakan ini cuku bisa dilewati walau harus menghentikan sepeda di tengah-tengah tanjakan. Namun bagi pesepeda wanita yang kami ajak, ini sebuah ujian yang harus dilewati. Tanjakan mulai terasa saat kami sudah melewati Polsek Girimulyo.

Satu tanjakan berhasil dilewati, tanjakan lainnya sudah menunggu. Aku lupa lokasinya, tapi di pertigaan yang bertuliskan ‘embung kleco’ belok kanan menurun, berdekatan dengan bengkel motor terdapat jalan yang menguji kaki saat mengayuh.
Usai turunan, datanglah tanjakan berikutnya
Usai turunan, datanglah tanjakan berikutnya
Turunan panjang, tiap sisi hijau ladang warga. Di tengah sebelum tanjakan terdapat jembatan kecil. Sebuah motor berhenti di tepian jalan karena membawa rumput untuk ternak. Sepeda kukayuh kencang agar memudahkan saat melewati tanjakan yang sudah menunggu. Benar saja, tanjakan ini menguras tenaga.

Kuambil kamera, membidik teman yang melaju kencang saat turunan, dan mengayuh pedal tepat ditanjakan tinggi. Jalan tidak hanya tanjakan, dilengkapi dengan belokan. Biarpun terasa capek sepanjang perjalanan, udara di sini masih bersih. Sehingga kami menikmati sepedaannya.

“Kita foto di sini. Tapi cepat fotonya, ada truk dari belakang,” Terang Mbak Narli.

Kameraku sudah terpasang pada tripod kecil. Aku meletakkan kamera di tepian jalan. Kami berdiri tepat di jalan datar, sementara di belakang kami sebuah truk siap naik ke atas. Tanjakan inilah yang membuat kami terengah-engah.
Formasi lengkap kawan bersepeda
Formasi lengkap kawan bersepeda
Jalan menuju embung Kleco tidak besar, sehingga jika ada kendaraan roda empat yang berlawanan arah atau searah dengan jalur kita; lebih baik kita berhenti, terlebih di tanjakan. Hal ini untuk memudahkan sopir truk agar lewat terlebih dulu.

Truk mengerang kencang, bak truk berisi tanah terasa berat. Kami berhenti di tepian jalan sembari mengatur jalan karena dari atas ada motor yang ingin turun. Motor tersebut turut berhenti, membiarkan truk lewat.

Makin mendekati embung, tanjakan masih menanti. Terhitung lebih dari tiga kali kami istirahat melepas lelah. Meneguk air mineral, dan meluruskan kaki yang sudah terasa capek. Kami melewati bapak-bapak yang sedang membangun pondasi jembatan.

“Semangat. Ini tanjakan terakhir!” Saat mereka tahu kalau tujuan kami adalah embung Kleco.

Tanjakan terakhir ini panjang. Aku menunggu teman-teman di halaman rumah warga. Dari arah atas, seorang warga setempat menaiki motor metik berhenti di dekat kami istirahat. Kami berbincang santai, beliau memberi tahu kalau nanti sampai atas belok kiri, jalan cor menuju embung.

Benar informasi yang kami dapatkan. Tepat di akhir tanjakan terdapat jalan cor belok kiri dan turun ke bawah. Lega rasanya mendapatkan rute menurun, ini artinya kami tidak perlu mengayuh pedal sepeda.

Mendekati embung, tanjakan kecil kami lewati. Sebuah plang portal dan parkiran di depan kami. Sejenak kami berhenti dan meminta izin apakah sepeda diperbolehkan naik ke atas. Penduduk setempat memperbolehkan kami membawa sepeda ke atas, dan mengabadikan tepat pada tulisan waduk mini Kleco.
Foto bareng ditulisan waduk mini Kleco, Kulon Progo
Foto bareng ditulisan waduk mini Kleco, Kulon Progo
Prasasti peresmian waduk mini Kleco diresmikan Sultan pada 30 Desember 2014. Prasasti besar ini berbentuk durian. Bisa jadi daerah embung Kleco terkenal dengan duriannya, seperti yang ada pada Embung Banjaroya.

Tidak ada retribusi selama kami di sini, padahal pada tulisan-tulisan orang lain terdapat retribusi. Entah kami kepagian, atau petugasnya tidak di lokasi. Kami menaiki sepeda menuju tepian embung. Embung ini tidak begitu terawat. Selama kami di sini pengunjung hanya kami berempat.

Tatanan lokasi di embung sepertinya kurang terawat. Mungkin karena ini pula pengunjung kurang minat mengunjunginya. Terdapat tempat duduk di tepian embung, pemandangan di atas adalah lansekap kota.

Selain tempat duduk yang mulai rapuh, ada juga tempat seperti gardu pandang. Hanya saja kayu-kayu yang digunakan mulai rapuh. Bagi yang ingin mengabadikan di sini harus berhati-hati, takutnya rapuh dan terinjak.

Puas mengelilingi waduk, kami memarkirkan kendaraan di halaman rumah warga yang berada di dekat waduk. Lalu berjalan ke atas, karena di sana terdapat sebuah gazebo. Sepanjang embung sudah ada tempat sampah, tapi sampah masih berceceran di tepian. Dibutuhkan kesadaran diri sendiri untuk membuang sampah pada tempatnya.

Di atas embung, aku dan teman-teman melepas lelah. Berteduh di gazebo, dan menikmati jajanan pasar yang kami bawa. Dari atas pemandangan cukup indah, hamparan berwarna hijau. Kibaran sang saka merah putih pada satu tiang embung terus terkena angin. Kami menikmati perjalanan selama lebih tiga jam.
Waduk Mini Kleco dari perbukitan
Waduk Mini Kleco dari perbukitan
Mendung menebal, dan sempat hujan. Kami berteduh di gazebo, walau tetap terkena air hujan yang tidak lama. Dari atas pemandangan cukup bagus, aku mengabadikan beberapa kali selama di embung. Bahkan, selama perjalanan aku menyempatkan membuat vlog.

Sebenarnya tempat ini cukup bagus jika dikelola dengan baik. pemandangannya pun tak kalah indah. Hanya saja memang banyak fasilitas yang harus dibenahi. Jika diperhatikan dengan baik, embung mini Kleco ini kalah tenar dengan embung Banjaroya. Mungkin selain lokasinya yang ke dalam, juga fasilitasnya.

Bagi aku dan teman-teman pesepeda, yang terpenting adalah sampai di sini dengan selamat, dan nantinya pulang selamat. Destinasi bagi pesepeda bukanlah tujuan, namun hanya tempat untuk beristirahat setelah berjam-jam mengayuh pedal sepeda. Berikut vlog yang aku buat selama bersepeda.

[Vlog Edisi Gowes] Mengayuh Pedal Sepeda ke Embung Kleco, Kulon Progo

Selain hanya ada satu warung, di embung mini Kleco lebih baik lagi jika tatanan taman lebih dihias kembali. Selain itu tempat-tempat duduk yang ada di tepian embung harus dipugar, dan kalau bisa disediakan kamar kecil. Kita tidak tahu ke depannya tempat ini bisa menarik minat wisatawan yang ingin berkunjung.

Lebih dari satu jam kami bersenda gurau, melepas lelah, dan menikmati bekal yang dibawa. Kami meninggalkan embung mini Kleco. Semoga embung ini bersolek, dan menjadi tempat wisata alternatif bagi wisatawan yang ingin bermain. Karena di sini pemandangannya pun tak kalah indah. *Embung mini Kleco, Sabtu 14 Oktober 2017.

51 komentar:

  1. naik sepeda aja lelah,, g kebayang perjuangan kesini naik sepeda :D
    mungkin g sepopuler embung nglanggeran ya, jd g terlalu ramai

    BalasHapus
  2. Sik-sik, embung Kleco sama Banjaroya itu beda ya mas? Terus sik daerah e Mas Madoen itu embung Banjaroya?
    Aku pernah ke Banjaroya pas pagi, pinginnya sih mau nyunrise tapi malah sampai sana kesiangan :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. Beda dong, embung Banjaroya itu di dekat jalan raya. Sedangkan embung kleco masuk ke dalam jalan kecil

      Hapus
  3. Waaa naik sepeda dijalanan nanjak, keren ik.. Embungnya juga bagus

    BalasHapus
    Balasan
    1. Namanya pecinta uphill mbak, jadi kudu nanjak naik sepedanya. Kalau nggak kuat ya dituntun.

      Hapus
  4. jadi pengin beli sepeda lagi buat trip tipis tipis,......

    BalasHapus
  5. waduk mini,
    malah kelihatan kaya Kolam Renang Raksasa
    heuheuheu

    BalasHapus
  6. Jadi punya ide bakal bikin kolam renang pribadi yang konsepnya kaya begitu aja biar portable xD

    BalasHapus
  7. Bukit menoreh,, jadi inget wiro sableng ahaha..

    Wah masnya pasti paling kenceng nih bawa sepedanya.. Selalu jadi seksi foto2 rombongan :D

    View dari perbukitan emang selalu keren ya..

    -Traveler Paruh Waktu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukit menoreh buahahhahaha. Naik sepeda nggak pelu kencang, terpenting bisa mengatur ritme dan tahu sampai mana fisik kita bertahan.

      Hapus
  8. Kok bentuk danaunya gak biasa ya ? kalau dimanfaatkan maksimal, dengan dukungan masyarakat bisa jadi tujuan wisata yang OK, lumayan nambah pendapatan masyarakat sekitar

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar banget, tinggal bagaimana pihak yang mengelola untuk mencari ide agar bisa lebih baik lagi

      Hapus
  9. kamu gak ajak duo erbet buat sepedaan pagi mas?

    BalasHapus
  10. Ah menyenangkan sekali mas sitam wkwk aku jadi pengen bawa sepedaku dr Sby ke Jogja wkwk..
    aku belum pernah nyobain sepedaan jauh2 wkwk pengen tau rasanya gimana, lihat di vlog kok kayaknya penuh tantangan dan asik haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Beli sepeda aja di sini hahahhaha. Jadi di Surabaya ada, di Jogja ada buahahahahha

      Hapus
  11. pokoke dolan terus yo mas..karo pit pitan memang sangat menyenangkan..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pokoke tendang lurus mas, dolan cedak-cedak daripada rak dolan sama sekali ahhahahha

      Hapus
  12. Sepedaan dengan pemandangan matahari pagi dan sawah di kanan kiri memang priceless ya, Kak Sitam! :)

    BalasHapus
  13. Wah bagus banget pemandangannya cocok buat yang seharian bekerja di kota alias refresh sejenak yah mas

    BalasHapus
  14. Jadi karena kamu bertugas sebagai fotografer, kamu harus berada di posisi jauh di depan dong supaya bisa mengambil foto mas?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak harus di depan sih, tergantung kita ingin ambil gambar/video mana dulu. Seringnya kita gantian di depan atau belakang. Sekiranya bagus untuk diabadikan, baru bergerak ke depan.

      Hapus
  15. Segede gitu dibilangnya mini ya? hahaha, hayo ke Palembang, bawa sepeda, ntar kita sepedaan di Danau Jakabaring :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gede tapi termasuk kecil jika di Jogja om. Doakan saja om agar tahun ini bisa menginjakkan kaki di sumatra.

      Hapus
  16. Ketok e aku ngos ngosan deh ini pasti kalo naik sepeda ke sini

    BalasHapus
  17. sepedaan samapi lokasi? kereen..

    biasanya sih, pulang nya mager. udh capek duluan. iya gak? hehehe..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak hahahhaha.
      Sekarang sudah jarang sepedaan, biasanya sepedaan tiap pekan :-D

      Hapus
  18. Mas, domisimu ki ndi sih? Ketemuan lah yuk. Aku weekend kemarin habis ikut Borobudur Marathon lho. Harusnya kalo di Jogja, bisa lah merapat sejenak hehehe :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wahahahahha, di Jogja mas. Maaf baru balas, kemarin pas liburan nggak buka blog.

      Hapus
  19. Sepertinya konsep sepedahan diatas cukup menginspirasi setelah liat videonya. Waini gk bisa ngebayangin repotnya jd juru gambar + video + sepedaan. btw masih bisa menikmati perjalanan kah hehehehe ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Perjalanan itu yang dinikmati prosesnya, jadi tetep terasa nyaman kok selama bersepeda

      Hapus
  20. jadi inget udah lama gak sepedaan :D

    itu yang muterin waduknya apa sih mas? kaya kresek :P

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sesekali olahraga sepedaan muter rumah, teh.
      Iya kan tiap waduk pasti ada lapisan seperti plastik di bawahnya.

      Hapus
  21. Selalu menarik cerita tentang perjalanan bersepeda. Saya sendiri begitu banyak tempat yang belum dituliskan, padahal sudah ke sana. Perlu kerja keras untuk mengingatnya kembali. Yang paling mudah ya ngagowes ke sana lagi hehehe. Bersepeda itu ramenya kalau ada tanjakan, dijamin bakal jadi cerita seru ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepakat bang, setiap tanjakan itu punya cerita sendiri.
      Bahkan ketika membuat lutut kita terasa lumpuh sudah lemah tidak kuat mengayuh :-D

      Hapus
  22. tulisan dan blog nya keren kang, salam kenal ya...

    saya baru belajar ngeblog nih mampir ya

    https://sisimurung.blogspot.co.id/search/label/dunia%20kerja

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal.
      Tak masalah baru belajar menulis. Paling penting itu konsistensi kita dalam menulis :-)

      Hapus
  23. wah tanjakannya mantapp .. tapi sepadan dengan view dari embung Kleco
    sayang ya belum dikemas menjadi destinasi wisata yang menarik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tanjakannya bikin ketagihan kang hahahahah
      Iya kang, sementara belum dioptimalkan :-)

      Hapus
  24. Menginspirasi..dan akhirnya sampai kesini juga, walo di buat muter2 sama gugel mep. ( salam buat ms Febri )

    BalasHapus
    Balasan
    1. Heheheheh, memang kalau google maps agak bingung, lebih baik tanya warga setempat. Siap mas, kalau ketemu saya sampaikan

      Hapus

Pages