Kuliner Masakan Desa di Wedang Kopi Prambanan - Nasirullah Sitam

Kuliner Masakan Desa di Wedang Kopi Prambanan

Share This
Sarapan pagi di Wedang Kopi Prambanan
Sarapan pagi di Wedang Kopi Prambanan
Perjalanan mengunjungi dua candi sudah selesai. Sedari pagi, aku bersama istri sengaja naik Trans Jogja dari Kota menuju Prambanan. Berlanjut jalan kaki ke Candi Sojiwan. Setelah itu, perjalanan berlanjut ke Candi Plaosan. Lalu berencana makan di salah satu resto dekat candi.

Dari beberapa tempat makan yang tidak jauh dari Candi Plaosan, Wedang Kopi Prambanan menurutku paling tepat. Ulasan di Google Maps lebih dari 6000, hampir semua mengulas tempat ini direkomendasikan untuk dikunjungi. Sebelumnya, aku juga sudah membaca berbagai ulasan tentang resto tersebut.

Pukul 09.00 WIB, Wedang Kopi Prambanan dibuka, aku sendiri datang satu jam kemudian. Area parkir luas, beberapa mobil sudah terparkir rapi. Di depan masuk jogjo, ada fasilitas yang diperuntukkan area parkir sepeda.

Suasana di bangunan paling depan sepi. Kami berjalan masuk di bangunan utama. Di sini hampir semua pramusaji berkumpul. Mereka menyapa setiap pengunjung yang datang. Aku menuju salah satu pramusaji dan bertanya apakah harus pesan dulu atau mencari tempat duduk terlebih dahulu.
Sudut-sudut bangunan di Wedang Kopi Prambanan
Sudut-sudut bangunan di Wedang Kopi Prambanan
“Bisa cari tempat duduk pak. Nanti kami datangi untuk pesanannya,” jawab salah satu pramusaji.

Kami melangkah ke bangunan di belakang. Konsep bangunannya semi terbuka. Ada beberapa bangunan besar semacam limasan dipenuhi meja dan kursi. Bangunan ini cukup luas dengan nuansa klasik. Bahkan meja dan kursi semuanya dari kayu.

Selain itu, sisi utara dibuat terbuka. Meja kayu panjang lengkap dengan kursi berhadapan. Tempat ini cocok untuk mereka yang datang hanya dua orang, atau maksimal empat orang. Aku memilih pada bangunan yang lebih kecil, di dalam sana ada tiga meja lengkap dengan kursi.

Pramusaji sigap melayani pengunjung. Mereka membawakan dua buku menu ke meja, lantas menunggu kami menentukan pesanan. Pramusaji juga menginformasikan jika yang bisa dipesan melalui buku menu hanya minuman dan camilan.

“Untuk makanan beratnya, nanti bapak langsung menuju meja utama. Di sini prasmanan, setelah ambil lauk, petugas di sana mencatat dan mengkonfirmasi nomor meja.”

Aku membolak-balik buku menu, kucari minuman yang hendak kupesan. Pilihanku jatuh pada Caramel Machiato sembari meminta agar es batunya dikurangi. Sementara istri tertarik memesan Blue Butterfly, semacam minuman dari daun telang dipadu dengan rempah atau lainnya.
Menu minuman dan harga di Wedang Kopi Prambanan
Menu minuman dan harga di Wedang Kopi Prambanan
Untuk kudapannya, kami sengaja memesan berbeda. Tujuannya tentu agar pesanan beragam dan bisa saling menyicip. Aku memesan pisang goreng, dan istri mendoan. Selesai mencatat, pramusaji undur diri. Aku menuju bangunan utama untuk makanan berat.

Di meja utama sudah ada berbagai sayuran dan lauk. Berjejeran kuali tanah liat, di atasnya beragam sayuran ala masakan desa. Nasi putih ataupun nasi merah tersedia. Aku mengambil nasi, dan sibuk memilih sayuran yang sudah disajikan.

Sayuran ala masakan desa benar-benar tersaji. Mulai dari sayur bunga pepaya, daun pepaya, jantung pisang, ataupun yang lainnya. Tidak ketinggalan lauk seperti tempe garet, pepes ikan, telur puyuh, dan masih banyak lagi lauk yang lainnya.

Nasi lengkap dengan dua jenis sayuran; daun pepaya dan jantung pisang sudah ada di piringku. Kuambil ayam goreng sereh. Sementara istri memilih sayuran bunga pepaya dan lauknya telur dadar crispy. Kami mendatangi petugas di kasir, dicatat, lantas kembali menuju meja.

Wedang Kopi Prambanan memang menjadi pilihan yang tepat untuk mengisi perut. Lokasi terjangkau dari Candi Prambanan, Candi Plaosan, Candi Sojiwan, dan beberapa candi-candi yang tersebar tak jauh dari sini. Tempatnya juga syahdu kala pagi.
Berbagai ragam sayuran desa di Wedang Kopi Prambanan
Berbagai ragam sayuran desa di Wedang Kopi Prambanan
Menurut informasi dari pramusaji, waktu yang ramai kunjungan di sini adalah jam makan siang. Sementara, sebelum pukul 11.00 WIB, kami sangat leluasa memilih tempat duduk. Bahkan, banyak pengunjung yang menjelajah sudut warung untuk berfoto.

Kolam kecil di tengah menjadi spot berfoto para pengunjung yang mmbawa anak. Anak-anak bisa berjalan leluasa kala pagi tanpa takut mengganggu pengunjung yang lainnya. Melihat lokasi yang luas, Wedang Kopi Prambanan ini bisa menampung banyak pengunjung.

Lantunan lagu keroncong modern sayup-sayup terdengar di setiap pelantang suara. Bersambut dengan gemericik air di kolam kecil. Menjelang pukul 10.30 WIB, cuaca di sekitaran Prambanan masih mendung. Matahari tak terlihat jelas.

Makanan berat dan minuman sudah di meja, kami tinggal menunggu mendoan dan pisang goreng. Kusantap menu ala desa, rasanya cocok dengan lidahku. Sayur jantung pisang memang sudah lama tak kunikmati. Padahal, sayur ini salah satu favoritku saat kecil.
Menikmati sarapan pagi di Wedang Kopi Prambanan
Menikmati sarapan pagi di Wedang Kopi Prambanan
Satu jam berlalu, kami memutuskan pulang. Di tempat kasir, aku cukup menginformasikan nomor meja. Total seluruh makanan dan minuman yang kami pesan 120.000 rupiah, ditambah dengan pajak 10% menjadi 132.000 rupiah. Sepadan dengan rasa makanannya.

Setengah hari, aku bersama istri selesai menjelajah dua candi dan satu tempat kuliner. Transportasi yang kugunakan Trans Jogja & ojek online dari Candi Sojiwan ke Candi Prambanan, serta dari Wedang Kopi Prambanan ke Halte Trans Jogja Prambanan.

Bagi yang penasaran dengan biaya Trans Jogja, tiket sekali jalan 3.500 rupiah. Tiket Candi Sojiwan 8.000 rupiah, dan tiket Candi Plaosan 10.000 rupiah. Artinya, cukup terjangkau bagi wisatawan yang ingin mengunjungi candi-candi tersebut menggunakan transportasi umum. *Sleman; 21 Agustus 2022.

6 komentar:

  1. model prasmanan dengan menu kuliner ndeso memang banyak peminatnya ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas, kalau pas makan siang benar-benar ramai

      Hapus
  2. Gosh..... Ini jenis makanan yg aku suka 😍😍😍. Sama maaaas, aku udh lama ga makan sayur jantung pisang. Pernah bikin, tapi rasanya ga seenak buatan mama 😂. Jadi ga pernah bikin lagi. Kalo beli, di sini jarang ada yg jual.

    Makanannya khas , tapi minumannya lumayan hype Yaa 😄. Kalo menu yg kayak gitu aku lebih suka disandingin Ama jeruk murni atau kopi tubruk 😍😄

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hhahahahah, kemarin pas ke sini juga senang banget karena dapat makanan seperti ini, mbak.

      Hapus
  3. desain dan ambience-nya saya suka .... apalagi makanan tradisional .. cocok deh buat saya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selain itu menunya juga beragam, kang. Bisa jadi opsi kalau kembali ke Jogja

      Hapus

Pages