Melintasi Tanjakan Mbah Joyo Bantul |
Lambat laun, jalur-jalur sepeda yang dulunya sempat ramai diperbincangkan, dikunjungi, bahkan dijadikan konten media sosial kini mulai meredup. Salah satunya jalur tanjakan Mbah Joyo Bantul. Jalur yang awalnya digandrungi pesepeda pecinta tanjakan di Jogja, kini meredup.
Tak hanya destinasi tersebut. Deretan tanjakan yang pernah viral semacam Indrokilo, Tanjakan Kalajengking, Tanjakan Cacing Pita, ataupun Tanjakan King Kobra juga menguap. Bahkan, destinasi DAM Sabo Nglumut, pun ikut menghilang.
Sebagian besar tanjakan tersebut belum pernah kusambangi. Hanya Tanjakan Indrokilo dan Sabo DAM Nglumut yang pernah kukunjungi. Selebihnya, sampai saat ini masih dalam proses rencana. Di tahun ini, aku ingin menyambangi jejak-jejak destinasi sepeda yang awalnya sempat ramai diperbincangkan.
Cuaca pagi ini cukup cerah, aku dan Ardian mengayuh pedal sepeda melintasi area kampus ISI. Mengikuti jalan-jalan kampung, serta bertemu dengan banyak pesepeda. Masih banyak anak sekolah menaiki sepeda, hingga orang-orang tua menggunakan sepeda sebagai sarana transportasi.
Gowes pagi di sekitaran Bantul |
Sedikit jalur yang dilintasi pernah kulewati tahun lalu sepulang dari arah Gua Selarong. Lumayan lama bersepeda, tiba saatnya di tanjakan LP Pajangan. Ritme sepeda melambat, kami berdua melintasi tanjakan agak panjang dengan santai.
Jalan berubah cor dua tapak dengan turunan. Sebuah papan anak panah menginformasikan daerah ini sudah dekat dengan Curug Bayunibo. Artinya, daerah ini kemungkinan Sendangsari, Pajangan. Kecamatan yang mempunyai banyak destinasi alam, khususnya curug.
Ardian menghentikan laju sepeda, kami berada di pertigaan jalan kampung. Depanku tulisan “Warung Mba Syari” yang tutup. Kulihat jalan di samping, sebuah turunan tajam. Inilah Tanjakan Mbah Joyo yang hendak aku sambangi.
“Kita turun lewat jalan berbeda. Naiknya nanti baru lewat sini (tanjakan),” Ujar Ardian.
Di kampung, jalan-jalan kecil saling bersambungan. Bahkan, tak sedikit masyarakat setempat menghindari tanjakan Mbah Joyo, lebih nyaman sedikit memutar yang sebenarnya juga ada tanjakannya, tapi lebih nyaman.
Sampai di bawah, ada pohon besar yang menurutku menarik diabadikan. Sisi kiri foto, jalan datar tersebut mengarahkan pada tanjakan Mbah Joyo. Sementara sisi kanan memang ada tanjakan, tapi jalannya lebih landai. Jalan itu sering digunakan masyarakat sekitar.
Pohon ikonik di persimpangan dekat Tanjakan Mbah Joyo |
Aku belum hafal medan, cukup mengikuti Ardian di depan. Sisi kiri jalan ada aliran sungai kecil, semburat cahaya tertutup dedaunan bambu. Jika lebih pagi, jalur ini bagus untuk foto. Terlebih kalau ada kabut tipis, pasti bagus dipotret.
Syahdu, itulah kesan pertama yang kurasakan sebelum sampai tanjakan. Jalanan kampung ini dipenuhi pohon bambu di sisi kiri, aliran anak sungai pun tampak bening. Bisa jadi, aliran sungai ini berasal dari curug yang tak jauh dari sini.
Meski begitu, ada aroma kandang ayam yang kadang baunya tercium. Bagi sebagian orang, mereka mengingat jalur ini karena memang ada kandang ayamnya. Sinar matahari menerobos dedaunan. Membuat sedikit ada ray of light. Minus kabut.
Tepat di tanjakan Mbah Joyo sudah ada plang yang dibuat oleh mahasiswa KKN. Nama asli jalan ini adalah Jalan Gusdur. Entah kenapa malah nama Mbah Joyo yang terkenal. Bisa jadi nama tersebut sebutan untuk seseorang atau malah dibuat agar mudah dihafal.
Memotret kawan di Tanjakan Mbah Joyo |
Tanjakan Mbah Joyo ini sekilas mirip dengan Tanjakan Cempluk yang ada di Bukit BNI. Pembedanya tentu di sini jalan cor, sementara di Tanjakan Cempluk aspal. Ketinggian aku kurang tahu, rasanya di sini jauh lebih pendek, sehingga lebih tinggi.
Kuamati tanjakan tersebut dan berusaha mempelajari. Pada titik-titik tertentu, ada sedikit yang agak datar. Pada titik datar tersebut kita bisa mengatur ritme kayuhan agar tak terlalu capek. Tipikal tanjakan yang memang harus dinikmati dengan kayuhan pelan.
Belum ada pesepeda yang lain datang pagi ini. Kami berdua cukup leluasa mengabadikan sembari bersepeda. Sesekali, warga setempat melintasi tanjakan Mbah Joyo. Dari sekian motor yang melintas, ada juga yang bonceng harus turun.
Mereka yang biasa melintasi tanjakan Mbah Joyo pastinya sudah tahu medan dengan baik. Sedikit demi sedikit, aku mulai mengayuh pedal. Satu tahap cukup aman, mulailah pada menjelang puncak, badan harus agak condong ke depan, agar ban sepeda tak terangkat.
Tanjakan Mbah Joyo Bantul digandrungi pesepeda Jogja |
Dua menit lebih, akhirnya aku sampai puncak. Sepeda masih cukup baik untuk melintasi tanjakan. Rasio gir yang kugunakan memang cukup mumpuni untuk tanjakan. Sayangnya, warung Mba Syari tutup. Konon, anak yang jualan di sini cantik. Informasi ini kudapatkan di komentar postingan facebook.
Sepertinya warung ini tutup salah satu faktornya adalah kunjungan pesepeda yang menurun drastis. Di tempat-tempat yang pernah viral, tentu menarik dibuka warung. Hanya saja, ketika sudah tidak ramai dikunjungi, warungnya pun ditutup.
Lepas melintasi tanjakan, aku istirahat sejenak, mengumpulkan tenaga sembari meneguk air mineral. Seperempat jam berlalu, kami kembali mengayuh pedal sepeda menuju Warung Bubur Bu Yati di Bibis. Kami ingin menikmati kudapan dan minuman hangat.
Wedangan di Warung Bubur Bu Yati Bibis |
Di Bibis sudah banyak warung yang bisa disambangi pesepeda. Mulai dari Bu Yati, Angkringan Bibis, hingga tempat-tempat baru yang bermunculan. Daerah sini memang strategis dibangun warung. Selain sebagai tujuan akhir pesepeda, biasanya mereka menjadikan salah satu warung sebagai titik kumpul.
Kuseduh minuman panas di Warung Bubur Bu Yati. Pagi ini tak terlalu banyak yang singgah. Sebagian besar hanya melintas, atau menuju warung-warung di sekitar. Warung Bubur Bu Yati bisa jadi salah satu pelopor pos pit yang ada di sini.
Satu catatan di gawai kuhapus, tanjakan Mbah Joyo sudah selesai kusambangi. Masih ada banyak daftar yang belum terkunjungi hingga tahun 2022 hampir usai. Bisa jadi, daftar-daftar destinasi ini kusambangi di waktu lain ketika blog mulai butuh asupan tulisan baru. *Bantul; 20 Agustus 2022.
di foto pertigaan, kirain yang kanan itu tanjakan mbah joyo, eh ternyata kebalikannya
BalasHapusBenar mas, seperti sebuah tipuan. Hahhahaha
HapusDari awal datar, tau-tau langsung tanjakan tajam
wah kenapa tanjakan2 itu jadi meredup popularitasnya mas ...
BalasHapussekarang yg lagi ngetop lagi tanjakan cino mati ya ... karena ada accident goweser disana
Seperti biasa kang, ramai awal karena ada tujuan untuk konten.
HapusBenar kang, di salah satu tanjakan ada pesepeda sienor yang sangat akrab dengan kami kecelakaan.