Tak ada habisnya destinasi yang bisa dikunjungi pesepeda khususnya di Jogja dan sekitarnya. Di awal bulan Februari tahun ini, keberadaan DAM Nglumut menjadi viral. Setidaknya berbagai postingan pesepeda di jalan tersebut menghiasi media sosial seperti Facebook dan Instagram.
Aku mengikuti keramaian para pesepeda di media sosial, tapi belum terpikirkan untuk mengunjunginya. Pun dengan teman-teman yang sering bersepeda, kami hanya fokus untuk gowes cari sarapan. Akhir pekan ini, kami ingin menuju Candi Borobudur, lalu memasukkan sarapan di Empal Bu Haryoko.
Pelataran Hotel Borobudur di dekat jembatan layang Jombor menjadi tempat kumpul. Bagi pesepeda, tempat ini memang acapkali menjadi salah satu lokasi paling strategis sebagai tempat berkumpul sebelum melanjutkan perjalanan bersepeda.
Kusesap teh tawar di angkringan yang buka pagi di depan hotel Borobudur. Aku dan Ardian menunggu Yugo. Cuaca lumayan gelap, aku was-was berharap tidak hujan. Segera kumasukkan kamera dalam balutan plastik, lalu dilindungi tas kecil.
Perjalanan cukup lancar. Aku harus mengimbangi dua kawan yang mengayuh sepeda balap. Rasanya sedikit pontang-panting. Beruntung mereka cukup menahan diri dengan kecepatan yang tak kencang. Di satu tambal ban, kami berhenti, Ardian menambah angin sepedanya.
Mengisi angin ban sepeda di sekitaran Salam |
Lepas itu, keduanya tak terkejar. Yugo dan Ardian makin menjauh selepas melintasi jembatan Muntilan. Aku santai saja, toh tujuan kali ini sarapan di Sop Empal Bu Haryoko. Lokasinya tinggal beberapa ratus meter dari posisiku.
Warung Sop Empal Bu Haryoko masih sepi, mungkin karena belum pukul 08.00 WIB. Dari Jembatan Jombor, kami membutuhkan waktu satu jam sampai di Muntilan. Lumayan cepat juga, meski nafasku sedikit tersengal-sengal.
Dua sop empal dan seporsi paru tersaji. Kami melibas makanan ditemani tiga teh panas. Total makanan dan minuman serta kerupuk kurang dari 100.000 rupiah. Selanjutnya, kami menuju Kelenteng Hok An Kiong.
Di pelataran kelenteng ada banyak pesepeda. Kedua kawanku foto, sementara aku cukup menunggu di halaman samping. Diskusi bertiga mengubah rencana awal, kami tidak ke Borobudur melainkan menuju DAM Nglumut.
Ini artinya kami harus putar balik menuju Sabo DAM Nglumut. Berlokasi di Area Sawah/Kebun, Nglumut, Srumbung membuat kami melintasi sedikit jalur yang tadi sempat dilewati. Arah jalan sepeda selanjutnya melintasi Banyuadem, Srumbung.
Pasar Srumbung menjadi patokan, jalanan cenderung sepi dan sedikit menanjak. Selang sebentar truk-truk silih berganti melintas. Aspal di sekitar sini masih mulus. Perbedaan mencolok ketika sampai di pasar dan jalur kami belok kanan.
Berpapasan dengan truk pengangkut pasir di sekitaran Srumbung |
Lubang-lubang di aspal dominan. Jalanan cukup basah, entah disiram air oleh warga setempat agar tidak berdebu atau yang lainnya. Deretan truk makin padat penuh beban. Di satu titik turunan dan ada jembatan, perjalanan tersendat. Warga mengisyaratkan agar truk melintas terlebih dahulu.
Bagiku, jalanan seperti ini cukup aman. Ukuran ban sepeda lebih besar, cocok untuk gravelan. Dua kawanku yang sedikit kerepotan. Ban sepeda balap lebih kecil, sehingga mereka harus lebih berhati-hati melintasi aspal berlubang.
“Cocok buat jalur gravelan,” Selorohku.
Laju sepeda melambat. Truk-truk mendapatkan prioritas utama. Jalan berlubang dan berdebu, kami melintasi sisi yang kosong. Beruntungnya supir truk sudah terbiasa berpapasan dengan pengguna jalan yang lainnya. Mereka melaju pelan.
Di tengah perjalanan, jalan agak nanjak. Aku dan Ardian berhenti, gapura bertuliskan selamat datang ada di sisi kanan. Gapura ini sudah termakan oleh waktu. Sementara itu Yugo terus mengayuh pedal lurus, membiarkan kami yang berteriak untuk berhenti.
Dusun Gombong, Desa Sudimoro, dari sinilah jalan yang mengantarkan kami menuju DAM Nglumut. Keterangan Jembatan Nglumut panjang 30 meter sudah tergerus, menyisalan huruf-huruf yang harus diterka sebelum terbaca.
Gerbang desa yang mengarahkan ke DAM Nglumut |
Jalur syahdu, rerimbunan kebun salak mendominasi. Jalan aspal rusak, tapi cukup bisa dilewati sepeda. Jarang kami berpapasan dengan pesepeda, hanya sekali saja. Seorang perempuan yang menggunakan sepeda gravel melintas.
Pemandangan ini mengingatkanku jalur-jalur di sekitaran Sleman. Tepatnya di berbagai desa wisata yang memang tidak jauh dari perbatasan dua provinsi. Teduh dan segar udaranya. Kontras dengan truk-truk seperti di jalan utama.
Ardian bertugas sebagai navigator. Aku sendiri bingung, kenapa dia bisa nyasar sampai daerah sini. Padahal katanya waktu itu hendak menuju Grojogan Watu Purbo. Cukup jauh dia tersasar hingga di sini. Mungkin waktu itu sepedaannya dari arah Magelang.
Suara riak air mengalir terdengar, ini artinya kami sudah mendekati DAM Nglumut. Pun dengan suara orang yang suaranya riuh rendah. Dari kejauhan tampak jalan masih tandus putih dengan pesepeda lalu-lalang. Itulah Sabo DAM Nglumut.
Sebelumnya Sabo DAM Nglumut tidak familiar, ketika ada pesepeda yang ramai berfoto, sehingga menjadi spot viral. Terlebih unggahan di media sosial masif. Tiap akhir pekan, tempat ini menjadi tujuan pesepeda.
Fasilitas parkir sepeda terbuat dari bambu |
Aliran sungai Krasak ini satu jalur dengan Grojogan Watu Purbo, lalu membelah dua provinsi dengan sambungan Jembatan Krasak. Sepertinya menarik jika bisa menyusuri sepanjang sungai Krasak dengan bersepeda. Melintasi kebun salak.
Sabo DAM Nglumut sebenarnya dibangun sebagai irigasi menahan lahar dingin Merapi. Karena bangunanya besar, sehingga bisa menjadi akses lintasan truk. Lintasan inilah yang menarik perhatian, jalan menikung tajam dengan kedua sisi beton menjadi pembatas.
Keberadaan DAM ini diperhatikan masyarakat setempat. Warga saling membahu untuk menghias DAM yang sedang viral. Salah satunya dengan memberi plang lokasi hingga kembali aktif di media sosial. Sebelumnya, pokdarwis desa Nglumut sudah merencanakan untuk membuat taman dengan sebutan Taman Sabo DAM Nglumut.
Di tahun 2018, Desa Wisata Nglumut melalui BUMDes sudah membuat denah taman, gazebo, dan taman bunga. Taman tersebut dilengkapi dengan fasilitas umum seperti MCK maupun area parkir. Terlebih di sana potensi untuk menggaet wisatawan sudah ada seperti kebun salak.
Hanya saja sekarang yang melejit adalah jembatan DAM Nglumut. Bisa jadi, dengan melejitnya destinasi tersebut memantik pihak desa agar cepat merias diri. Kunjungan pesepeda yang masih bisa menggeliatkan perekonomian warga setempat.
Parkir sepeda terbuat dari bambu sudah tersedia. Mungkin tempat parkir ini harus sering diperiksa, takutnya lapuk dan patah karena banyak sepeda yang memarkirkan. Untuk warung pun baru ada satu, itupun kecil dan tidak permanen.
Pokdarwis Desa Wisata Ngkumut sedang membuat plang di sekitaran DAM |
Pesepeda padat merayap, mereka swafoto di ruas jalan jembatan. Hal ini juga harus diperhatikan, karena DAM Nglumut merupakan sarana perlintasan kendaraan. Sehingga jangan sampai keberadaan pesepeda mengganggu kendaraan yang melintas.
Secara potensi, DAM Nglumut ini memang harus bekerja lebih keras. Tentu lintasan DAM ini menjadi daya tariknya, sehingga masyarakat setempat harus mengelola dengan baik. Karena lambat laun, tempat seperti ini bisa ditinggalkan oleh pesepeda jika tidak dikelola dengan baik.
Fasilitas seperti toilet, tempat duduk teduk, warung, dan tempat sampah yang mumpuni bisa menjadi opsi. Makanan khas desa maupun cemilan seperti pisang goreng, pisang godog pun bisa disajikan. Serta fasilitas parkir sepeda agar tertata dengan rapi.
Keberadaan media sosial Desa Wisata Nglumut harus lebih aktif bergerak mengabarkan, memberi apresiasi pada akun-akun yang menandainya pada unggahan foto ataupun video. Serta mengedukasi melalui postingan.
Lambat laun, destinasi-destinasi seperti ini bisa lebih maju dan ramai jika kolaborasi antar penduduknya kompak. DAM yang biasa bisa menggaet pesepeda karena utenya syahdu, rimbun, dan menyejukkan. Serta rutenya juga tidak ada tanjakan curam.
Melintasi DAM Nglumut dengan bersepeda |
Aku sendiri menepi, melintasi DAM menuju ujung jalan seberang. Berhenti di atas, melihat antusias para pesepeda untuk swafoto di tengah jalur. Lalu menuntun sepeda hingga atas. Akhir pekan benar-benar ramai pengunjung.
Beberapa sudut aku abadikan, memotret kesibukan para pesepeda yang asyik melintas. Atau melihat pesepeda mencari tempat teduh sambil menunggu waktu yang tepat untuk melintas. Kulihat, ada teman-teman pesepeda yang kukenal.
Pada akhirnya, aku pulang. Melintasi rute yang berbeda. Lewat perkebunan salak hingga sampai Turi. Perjalanan pulang rasanya jauh lebih capek dibanding waktu berangkat. Di perjalanan pulang, aku bertemu dengan Youtuber Sepeda Mas Yoga Pino dan rombongan.
Usai saling sapa, kami berpisah. Aku percaya hingga tahun 2021 berakhir, Sabo DAM Nglumut masih tetap menjadi destinasi tujuan para pesepeda. Tinggal bagaimana masyarakatnya mengambil tindakan agar tempat ini tetap menjadi daya tarik bagi pesepeda. *Nglumut; 13 Februari 2021.
wah seru sekali sepedaan di jalur dam
BalasHapusjadi inget game GTA, heuheuheu
Kalau lewat Magelang emang jalurnya enak pakai gravel hahahahah
HapusSepedaan demi konten ehehe. Itu damnya klo siang pasti puwanas, secara beton gitu. Emang kok ya, viral dikit langsung bejubel pengunjung.
BalasHapusWeh kandani kok, neng sekitaran Jogja kui yen ono seng rodo bedo sitik langsung ramai ahhahaha. Makane DAM iki ruame banget
Hapusaku ngesir polygone bookpacker hehehe
BalasHapusKui strattos S2, mas. Saiki wes akeh neng toko sepeda, sekitar 6.6 regane
HapusSerasa ikut ngos-ngosan menikmati perjalanan naik sepeda.selamat malam, Mas. Salam dari nenek ndeso.
BalasHapusMayan mbak, malam-malam udah olahraga hahahahah. Nuwun sampun mampir
HapusWuih jalurnya seru ya, pantesan banyak yang suka. Kalo diabadikan jadi foto dan video juga menarik.
BalasHapusMas, kamu kok sepedaannya jauh-jauh. Ngeri!!
Pesepeda itu unik, ada satu tempat yang buat foto. Besoknya pasti ramai dikunjungi.
Hapuswah seru sekali sepedaan disana, menantang banget
BalasHapusSekalian buat latihan fisik, biar agak kuat dikit ahhahahahha
HapusKalau aku di jogja pengen gowes disini juga ih, tapi serem juga yaa, salah2 gowet sepeda bisa kecebur ke dam nya gak sih??
BalasHapusBtw, di daerah aku bendungan gak ada yang kayak gitu dehh ����
Oiiyaaa.. kesel gak sih sepedaan bareng truk-truk besar??
Ini sebenarnya masuk ke Magelang heheheh, jadi rutenya memang arah tempat mengambil pasir. Kalau di Jogja, kita banyak rute yang asyik kok.
HapusDuh damnya keren banget kaya gini ya mas, di kampungku damnya kecil2, kebanyakan di tengah sawah, buah mandi bocah2 palingan hahahaha
BalasHapusDam di sini banyak yang besar karena aliran lahar dingin Merapi, mbak. Jadi besar-besar agar tangguh saat ada lahar
HapusWow, ini toh yang namanya Sabo DAM Nglumut? Kayak petualangan ya mas gowesnya :D Futuristik gitu bentuknya hahaha... Kudu hati2 mas, jangan sampai doyong saking lelahnya hihihi. Makan di Empal Bu Haryoko bisa manjain perut tuh.
BalasHapusPenting gowes, mbak. Di manapun jalurnya pokoknya dinikmati aja hahahaha. Gowes dan sarapan adalah kunci
HapusYa ampuuun kalo beneran jd ke candi Borobudur, itu naik sepeda brp lama mas?? Bukannya jauh yaaaa :D. Kayaknya aku nyerah duluan kalo hrs sepedaan wkwkwkwk.
BalasHapusSebenernya wisata DAM gini bagus loh. Di Jepang ada 1 DAM terkenal yg dijadiin tempat wisata. Besar megah, dan debit airnya serem kalo diliat, saking gedenya jd bergemuruh banget :). Aku jrg ngeliat DAM dijadiin tempat wisata terkenal gitu. Semoga bisa dimulai dr dam nglumut ini :)
Dari sini ke Borobudur paling tinggal setengah jam lagi. Rutenya malah jauh dan berat ke DAM hahahahahha
HapusWuihhh seru juga bisa sepedaan keliling-keliling begini! Sayangnya aku gak bisa naik sepeda. Hihihi
BalasHapusBeli sepeda listrik mbak, tinggal gas macam motor metik hahahhaha
HapusRute asyik yaa mas, jogja-srumbung. Yaa emang begitu sih, ada yang beda sedikit akhirnya jadi tujuan sepeda. Di semarang juga gitu. Bosan dengan rute kota, bisa piluh rute ke selatan, barat, atau timur..hehheehe
BalasHapusMantap mas sitam, bisa mengimbangi roadbike :D
Iya mas, rutenya asyik walau banyak truk yang melintas. Karena memang ini jalur truk dari sekitran lereng merapi
HapusDi wilayah kaki Merapi sebelah selatan kayaknya banyak juga dam yang seperti itu, ya, Mas? Tapi naiknya PR banget, sih, kalau nggowes. :D
BalasHapusKemarin aku mengecek di sekitaran Klaten ada banyak, mas. Tapi lebih pendek
Hapus