Sekelumit Cerita di Embung Watu Manten Sleman - Nasirullah Sitam

Sekelumit Cerita di Embung Watu Manten Sleman

Share This
Embung Watu Manten di Sleman
Embung Watu Manten di Sleman
Sunyi, itulah yang pertama kali tebersit di pikiranku sewaktu menjejakkan kaki di Embung Watu Manten. Air embung tenang, sebagian permukaan tertutup rumput eceng gondok. Tenangnya air dalam embung ini sepertinya cukup dalam.

Sepeda kuparkirkan di tepian embung. Kulihat jalan setapak yang menjadi akses menuju embung. Kiri-kanan diapit hamparan sawah. Jalan ini menjadi akses masyarakat setempat menuju sawah ataupun sebagai jalan alternatif ke kampung terdekat.

Embung Watu Manten ini lokasinya cukup terjangkau. Tadi pagi, aku sengaja bersepeda melintasi stadion Maguwoharjo, lantas blusukan jalan kecil hingga mendekati Umbul Saren. Kuikuti jalan kampung hingga bertemu jalan besar. Patokanku pertigaan kecil yang satu jalan setapak.

Tak ada kebisingan. Sesekali suara kendaraan bermesin di jalan besar yang terdengar sayup. Aku menuntun sepeda hingga tanah lapang di embung. Sepi, hanya ada satu orang yang sedang memancing. Jika kulihat, sepertinya dia masyarakat sekitar yang sudah terbiasa menjadikan embung ini sebagai spot memancing.
Jalan setapak melintasi persawahan
Jalan setapak melintasi persawahan
Kuambil beberapa rekaman sembari memotret. Embung Watu Manten sepertinya tidak dirawat dengan baik. Sebagian permukaan sudah menyatu dengan semak eceng gondok, bahkan terlihat tidak ada tanggulnya. Hanya semacam cerukan saja.

Berbeda dengan sisi yang aku sambangi. Tanggul tinggi sebagai pembatas. Lumayan dalam sepertinya. Aku hanya melongok sedikit, lantas bersantai sembari menikmati waktu pagi. Sayangnya aku tidak membawa bekal ataupun minuman.

Lucunya, sewaktu aku bersantai, tiba-tiba datang seorang kurir pengantar makanan. Dia turut berhenti dan mendekatiku. Awalnya, aku mengira kurir ini hendak melihat embung untuk memancing di lain waktu. Ternyata dia balik mengantarkan makanan, melintasi jalan setapak, dan melihat adanya embung.

Kami berbincang, aku menjelaskan sedikit tentang penamaan embung Watu Manten sesuai yang kubaca pada ulasan di Local Guide. Melihatku membawa sepeda, dia pun bercerita kalau dulunya juga suka bersepeda. Sama-sama pecinta blusukan.

“Nanti pulangnya jangan lewat sana, mas. Saya tadi dikejar anjing,” Tutur Mas kurir.

Beruntung aku dikasih tahu, padahal sedari awal datang, aku sudah berencana ingin melintasi jalan setapak yang tembusnya ke kampung. Lebih baik aku melintasi jalan yang sama dengan waktu berangkat. Kurir ini pun aku kasih tahu jalur terdekat menuju jalan utama.
Sampai di Embung Watu Manten
Sampai di Embung Watu Manten
Embung Watu Manten berlokasi di Sawahan, Wedomartani. Tak jauh dari embung ini terdapat dua tempat pemandian yang sudah populer di kalangan pesepeda Jogja. Umbul Saren dan Blue Lagoon. Embung Watu Manten sendiri lebih banyak disambangi pemancing.

Embung ini mungkin sejak awal ingin dibangun untuk penampung air agar dapat dimanfaatkan petani yang ada sawahnya. Dari tanggul terlihat aliran air mengarah ke persawahan. Menariknya, di tengah-tengah embung terdapat dua batu yang masih kokoh berdiri.

Sebenarnya ada tiga bongkahan batu besar, hanya saja yang satu berada di pinggiran dan dibuatkan tanggul untuk duduk santai. Dua bongkahan batu besar tersebut sebenarnya ingin digeser sewaktu pembangunan. Hanya saja, alat berat yang difungsikan menggeser bongkahan batu tersebut tidak kuat.

Meski berjarak, dua bongkahan batu tersebut malah menjadi pemandangan yang ikonik. Terlebih kalau datang pagi dengan cuaca cerah. Dua batu seakan duduk berdampingan berlatar belakang gunung Merapi. Sayangnya sewaktu datang, cuaca berkabut.

Terlepas dari dua bongkahan batu yang tak bisa digeser oleh alat berat, ternyata secara turun temurun, ada cerita masa lampau yang sampai sekarang masih sering dituturkan masyarakat setempat. Konon, tempat ini mempunyai penunggu dalam wujud ular besar.
Ikon yang disebut watu manten
Ikon yang disebut watu manten
Selain itu, cerita yang menyertai keberadaan embung Watu Manten ini juga berkaitan dengan sepasang pengantin yang masa lampau hilang di sini. Aku mendengar cerita ini dari seorang bapak yang merupakan warga setempat kala beliau ambil rumput.

“Ini sebenarnya ‘Tuk’, mas. Jadi tidak mengering,” Terang beliau.

Tuk adalah mata air yang terus mengalir tanpa mengalami kekeringan di tiap tahun. Di Jogja memang ada banyak mata air yang kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai wahana permainan ataupun untuk keseharian. Contoh terbaru adalah Kolam Tuk Bulus.

Di sisi lain, keberadaan embung Watu Manten ini menjadi spot favorit para pemancing. Beberapa minggu yang lalu, sebelum aku datang, tempat ini dijadikan spot lomba memancing. Ada banyak jenis ikan yang dilepaskan, serta masyarakat banyak yang ikut berlomba.

Bapak yang memancing ini membawa dua jorang. Aku menghampiri dan meminta izin memotret aktivitas beliau. Di wadah ikan yang berbentuk bulatan jaring, ada dua ikan berukuran empat jari orang dewasa yang didapatkan.
Embung Watu Manten jadi spot pemancing
Embung Watu Manten jadi spot pemancing
Katanya, ikan di sini masih banyak. Sewaktu awal pembuatan embung memang ada larangan memancing. Namun sekarang menjadi salah satu spot yang digunakan para pecinta kail untuk memancing. Rata-rata yang memancing biasanya pagi sampai sore hari.

Embung Watu Manten memang terlihat tanpa ada pengelola. Tidak ada warung meski lokasinya tak jauh dari perkampungan. Terkadang, tempat seperti ini memang menarik untuk dikunjungi. Destinasi ini belum banyak disambangi para pesepeda layaknya tempat-tempat yang ada warung dan sudah dikenal.

Cukup lama aku duduk santai, sesekali berbincang dengan bapak yang memancing ataupun bapak yang mengambil rumput. Lebih dua jam aku bersantai, tidak ada tanda-tanda pengunjung lainnya yang datang. Embung Watu Manten tetap sunyi seperti biasanya. *Sleman; Minggu, 25 Juni 2023.

6 komentar:

  1. besok lagi kalau gowes bawa perlengkapan ngopi kok mas. Biar bersantai sambil menikmati kopi di tempat-tempat seperti ini.
    Mas kurirnya random banget. Tiba-tiba singgah begitu aja setelah selesai antar makanan. Embungnya benar-benar sepi, yaa emang bukan sebuah tempat wisata. Tapi rute yang dilewati jadi tujuan bersepeda yang menyenangkan bagi mereka yang suka blusukan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kayake cocok bawa minuman yang sudah diseduh di kosan dulu.

      Kurirnya emang random hahahaha. Tahu-tahu ikutan nongkrong dan cerita2 suka nyamperin tempat yang ada di google maps kalau dirasa penasaran

      Hapus
  2. Karena sunyi jadi ga tertarik ada yg jualan ya mas. Tapi sebenernya kasian Ama yg mancing ga sih kalo rame malah susah dpt ikan? Kan katanya harus sunyi biar ikan mau mendekat 😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau ramai yang main enak mbak, minimal ada warung yang menjual gorengan

      Hapus
  3. spotnya syahdu sekali buat mancing ya..
    buat "me time" juga cocok nih kayaknya, tenang banget suasananya

    BalasHapus

Pages