Aturan Sepakbola Kami: Sebuah cerita saat masih kecil - Nasirullah Sitam

Aturan Sepakbola Kami: Sebuah cerita saat masih kecil

Share This
Bermain sepakbola dikebun Kelapa
Bermain sepakbola dikebun Kelapa (ils: sumber gambar)
Waktu masih SD, aku bersama teman-teman biasanya mengisi liburan dengan bermain sepakbola. Kali ini tim kami akan melawan kampung sebelah, jadi kami rutin latihan. Walau tanpa ada pelatih, kami tetap semangat latihan bola.

Berhubung tim kampung sebelah sering asal buang bola saat bertanding, aku membuat perjanjian sebelum pertandingan dimulai. Keren lah, tanpa harus menunggu mandat dari PSSI, AFC, ataupun FIFA kami membuat peraturan sepakbola sendiri. Ngeri kan? Masih kecil saja kami sudah punya aturan sendiri dalam bermain sepakbola.

Aku termasuk salah satu pemain yang agak lihai mengolah bola di antara yang lain (pada masanya), sehingga teman-teman kampungku percaya sama aturanku. Hebatnya lagi tim kampung sebelah pun manggut-manggut, antara paham atau bingung mendengar aturanku yang aneh. Kalian juga pasti puyeng kalau mendengar aturan dari ideku saat itu.

“Aturan mainnya gampang, kalau sampai dalam pertandingan bola keluar 3x berturut-turut maka pihak lawan mendapatkan tendangan pojok."

Semua temanku dan tim kampung sebelah mangut-mangut lagi. Mereka sudah seperti mendengarkan aturan dari orang yang benar-benar paham dalam dunia sepakbola.

“Kalau sampai tendangan pojoknya 3x berturut-turut, itu artinya dihadiahi tendangan pinalti. Dan permainan ini waktunya 30 menit, nanti jamnya (jam dinding musola yang sempat kami bawa) di bawa teman yang tidak bermain, biar mereka yang menghitung waktunya.” Tambahku dengan tegas.

Kembali mereka mangut-mangut tanda setuju. Aku heran saat itu kok pandai membuat aturan aneh. Sampai sekarang pun aku bingung, entah darimana asalnya peraturan yang sempat aku cetuskan tersebut. Padahal dulu aku dan teman-teman sebaya tidak pernah nonton bola di TV, kan di kampung listrik tidak ada.

Pertandingan dimulai, dan berada di kandang lawan. Lapangannya adalah sebuah kebun yang di tengah-tengahnya banyak pohon kelapa. Tidak seperti lapangan kami yang memang lahan kosong dan untuk bermain sepakbola. Ini sih kebun orang yang dibersihkan dan disulap menjadi lapangan bola darurat.

Alhasil tim kami menang telak. Kami bisa menang 7:2 padahal kami main di kandang lawan. Tanpa penonton, tanpa wasit, dan pakai aturan sendiri. Oya 3 dari 7 gol tersebut kami dapatkan dari pinalti. Bukan karena ada pelanggaran keras atau handball, tapi karena pihak lawan melanggar aturan dengan membuang bola sebanyak 9x berturut-turut saat tendangan pojok.

Keren kan masa kecilku? Kalau sekarang disuruh main sepakbola sih kayaknya sudah tidak kuat lagi. Jadi kangen masa anak-anak seperti dulu lagi. Pantang pulang sebelum mendengar Azan Magrib, dan yang pasti tiap hari dapat omelan dari orangtua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages