Nekat Gendong Sepeda ke Puncak Bukit Mbucu (Mbucu Hill) - Nasirullah Sitam

Nekat Gendong Sepeda ke Puncak Bukit Mbucu (Mbucu Hill)

Share This
Bersepeda di puncak Mbucu atau Bucu_
Sepulang dari lokasi Air Terjun Tuwondo, perjalanan kami lanjutkan mencari lokasi yang dinamakan Mbucu Hill. Sebagian orang juga menyebutnya dengan nama Puncak Bucu. Sebuah puncak yang ada di kawasan Banyakan, dan konon memandang luas wilayah Jogja dari ketinggan.

Berdasarkan informasi dari seorang bapak yang menjaga parkir sepeda ditempat air terjun, kami mendapatkan gambaran rutenya. Kami kembali turun sampai mentok aspal (kalau dari bawah belok kanan ke air terjun, maka kami harus ambil yang belok kiri. Kalau dari Air terjun berarti ambil yang agak lurus. Aku dan Arzy sepakat untuk menuju destinasi tersebut. 

Oya, Mbucu Hill ini juga dikenal dengan sebutan Watu Putih. Nanti kami akan tahu kenapa ada sebutan “Watu Putih” di sini. Rute yang lumayan menanjak kami lalui, lumayan sebelum sarapan tanjakan kami tadi sudah sarapan bubur ayam duluan. Jadi tenaga masih kuat. Beberapa tanjakan dengan jalan kombinasi aspal yang berlubang dan cor semen kami nikmati. 
Menikmati tanjakan di Banyakan arah ke Mbucu
Menikmati tanjakan di Banyakan arah ke Mbucu
Menikmati tanjakan di Banyakan arah ke Mbucu atau Puncak Bucu-
Menikmati tanjakan di Banyakan arah ke Mbucu atau Puncak Bucu-
Tikungan-tikungan tajam menjadi menu kali ini, jadi perjalanan tidak membosankan. Beruntung juga sepedaku sudah aku upgrade beberapa parts-nya, jadi sangat membantu aku untuk menanjak. Aku putuskan untuk tidak menuntun sepeda disaat tanjakan, kalau pun capek cukup berhenti lalu naiki lagi sepedanya. Memang capek, tapi jika dinikmati bakalan terasa nyaman.

Di sela-sela istirahat sambil memandang hamparan sawah dan rumah warga. Kami bertemu dengan beberapa pesepeda yang sudah menuruni jalanan. Dengan hati-hati mereka mengendalikan sepedanya. 

Bahkan ada bapak-bapak yang menuntun sepeda saat turun, setelah kami cek ternyata remnya bermasalah. Aku sempat bertanya mengenai Puncak Mbucu, katanya masih lumayan lagi. Oke, semakin semangat kami untuk menuju ke Mbucu Hill.
Pesepeda menuruni jalan area Bucu
Pesepeda menuruni jalan area Bucu
Beberapa tanjakan sudah kami lintasi dengan aman. Sampai ada juga turunan dan kemudian sedikit nanjak. Di sana ada sebuah bangunan kecil mirip pos kampling yang ditongkrongi dua anak kecil, aku bertanya rute menuju Mbucu Hill.

Salah satu anak menujukkan jalan cor dua tapak yang belok kiri dan sedikit menanjak. Kami menyusuri jalanan dengan pemandangan yang indah. Sesekali kami berhenti hanya ingin mengabadikan moment pemandangan indah. 

Kemudian kami melanjutkan mencari Mbucu Hill, tidak ada plang yang menujukkan arah menuju lokasi tersebut. Akhirnya kami bertemu dengan seorang ibu yang di ladang, ternyata sudah kami lewati jalannya, kami balik arah mencari pertigaan untuk belok kanan menuju Mbucu Hill. 

Lagi-lagi tidak ada plang petunjuk arah, jalan berbatu dan licin kami lalui menaiki sepeda, begitu sampai bawah kami bertemu bapak-bapak sedang membersihkan kebun. Dari beliau ternyata kembali kami sudah kejauhan. Kami kembali lagi menuju arah jalan tadi dengan melihat sisi kanan katanya ada jalan setapak agak naik.
Hamparan sawah mendekati Punca Bucu
Hamparan sawah mendekati Punca Bucu
Jalur menuju puncak mbucu di tahun 2015
Jalur menuju puncak mbucu di tahun 2015
Benar saja, ternyata jalannya tadi kami lewati. Ada empat sepeda motor yang baru datang menuju lokasi Mbucu Hill. Kami putuskan membawa sepeda sampai di puncak bukit Mbucu Hill. Dengan menuntun sepeda, kami lalui jalanan batu seperti tangga alami untuk menuju ke atas. 

Jalan setapak ini tidak bisa digunakan untuk menaiki sepeda, selain samping kiri-kanan masih rimbun, kecuramannya pun lumayan tinggi. Jadi kali ini sepeda yang kami bopong. Butuh pekerjaan sedikit ekstra keras untuk sampai di puncak. 

Akhirnya sampai kami di hamparan batu membentuk seperti lantai, kami menaiki sepeda menuju spot yang paling bagus untuk melihat Jogja dari atas bukit ini. Cukup sepi dan lengang kala itu. Hanya aku dan sekumpulan remaja di sini
Jalur kecil menuju puncak mbucu
Jalur kecil menuju puncak mbucu
Bersepeda di puncak Mbucu atau Bucu
Bersepeda di puncak Mbucu atau Bucu
Mbucu Hill mendapatkan sebutan Watu Putih karena memang bebatuan ini berwarna putih membentuk seperti sebuah lantai. Dari Mbucu Hill ini, kami dapat melihat Jogja. Walau terkena kabut, tapi tetap saja jelas. Dengar-dengar dari sini kalau cerah bisa melihat Gunung Merapi. Bahkan kalau sore, sunset akan terlihat indah. 

Begitulah kata teman-teman dari Banyakan yang tidak sengaja bertemu di atas bukit. Beberapa kali aku mengabadikan pemandangan yang terlihat dari atas bukit ini. Menurut teman-teman Banyakan ini, kalau Mbucu Hill ini sudah sering dipakai oleh wisatawan lokal untuk kemping.
Pemandangan dari puncak Mbucu
Pemandangan dari puncak Mbucu
Pemandangan dari puncak Mbucu
Pemandangan dari puncak Mbucu
Setelah asyik ngobrol dengan pemuda-pemuda Banyakan, kami langsung mengabadikan sepeda dan diri kami. Sedikit narsis dengan mengangkat sepeda adalah pose yang paling kugemari saat berfoto kala itu. Sebenarnya mengangkat sepeda besi itu cukup berat.

Enaknya bersepeda dengan teman tentu dapat gantian mengambil foto. Berbekal fitur kamera di gawai yang sudah mumpuni untuk sekadar foto konten blog. Aku berkali-kali membidik objek foto. Seperti inilah keseruan kala bersepeda.

Kami benar-benar menikmati alam ini, lebih dari satu jam kami ngobrol santai seraya mengeringkan keringat. Udara masih sejuk dan tidak terasa panas sedikitpun. Selama kami bersantai, belum ada lagi orang yang mengunjungi tempat ini. aku sengaja berkeliling melihat setiap sudut Mbucu Hill.
Foto dulu di puncak Mbucu bersama sepeda
Foto dulu di puncak Mbucu bersama sepeda
Foto dulu di puncak Mbucu bersama sepeda
Foto dulu di puncak Mbucu bersama sepeda
Tanpa terasa, kami di sini sudah cukup lama. Sempat menikmati bekal dan istirahat secukupnya. Waktunya pulang, mumpung masih belum terlalu siang. Di salah satu sudut, aku menemukan setumpukan sampah yang ditinggal oleh wisatawan. Satu kardus bekas air mineral gelas yang sudah tidak ada isinya hanya dibuang seenaknya. 

Bagi wisatawan yang berkunjung, aku harap kita saling menjaga kebersihan lingkungan. Kalau memang tempat ini tidak disediakan tong sampah, harusnya kalian membawa plastik besar untuk membawa sampah bekas makanan/minuman kalian. Jangan dibuang sembarangan seperti ini.
Sampah air mineral di antara semak-semak
Sampah air mineral di antara semak-semak
Tepat pukul 09:30 WIB, kami turun mengikuti jalan yang tadi melalui desa Banyakan untuk kembali ke Jogja. Lumayan, pagi ini kami berhasil menuju dua tempat wisata alam yang tidak jauh dari pusat kota dan terjangkau dengan bersepeda. Minggu depan ingin bersepeda kemana? Waktunya awal pekan ini mencari-cari informasi lokasi yang ingin kami kunjungi dengan bersepeda. *Mbucu Hill, 11 Januari 2015.


Pemutakhiran Informasi

Selang tujuh tahun berlalu, aku kembali menyambangi Puncak Bucu untuk kedua kali. Selama tujuh tahun, sudah banyak hal yang berubah. Puncak Bucu sempat menjadi destinasi tujuan pesepeda, sehingga ada berbagai fasilitas yang sudah dibangun.

Sayangnya, semuanya tidak berjalan dengan baik. Perbedaan mencolok adalah jalurnya, sekarang sudah ada anak tangga. Hanya saja, semak belukar sudah menutupi area jalur. Sepertinya sudah tidak terawat dengan baik. Padahal, tempat ini cukup bagus.
Jalur menuju Bukit Bucu Bantul
Jalur menuju Bukit Bucu Bantul

Pun dengan di bagian atas. Berbagai pembangunan mulai ditinggalkan. Gazebo kecil masih berdiri kokoh, tapi ada bekas bangunan yang roboh. Bahkan seperti bangunan yang tak jadi. Aku terdiam melihat perubahan ini. Puncak Bucu seakan-akan senyap, mati suri. Padahal bukit-bukit yang lainnya sedang berbenah.

Tulisan besar "Puncak Bucu" masih kokoh. Tapi semuanya lengang tanpa ada orang yang merawat. Tertinggal hanya jejak-jejak tempat ini pernah ramai pada masanya. Kusandarkan sepeda di tulisan besar, lantas memotretnya.
Tulisan Puncak Bucu yang mulai terbengkalai
Tulisan Puncak Bucu yang mulai terbengkalai

Semua berlalu dengan cepat. Tempat yang dulu hanya belukar tanpa ada pembangunan, kini sudah menjadi area bangunan yang terbengkalai. Harapannya, Puncak Bucu kembali di jalur yang benar. Geliat pembangunan yang terbengkalai digiatkan kembali.

Tentu dengan seperti itu, kita pasti tahu, nantinya keinginan para pesepeda untuk datang makin besar. Tak perlu lagi menyibak semak-semak belukar kala mendorong sepeda dengan kaki gatal. Semoga saja Puncak Bucu bangun dari tidurnya. *Puncak Bucu, 15 Januari 2022.

28 komentar:

  1. Alamnya ijo royo-royo, sueger...
    Keren juga sebagian jalannya dibeton.
    Pemandangan Yogya bagus dari atas bukit itu. Salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal mas...
      Iya, enaknya di Jogja itu masih banyak tempat yang seperti ini :-)

      Hapus
  2. Jangankan yang gak ada tong sampahnya. Yang ada tong sampah aja masih males buat buang sampah ke tempatnya. Memang kebiasaan yang sudah dianggap biasa.

    Lama gak mampir mas. Banyk tigas luar kota hehehe...

    Asyik juga gowes. Kami di Balikpapan dan Samarinda ada komunitas Green Gowes Community yang pernah juga Tour De Merapi 3 tahuh yang lalu. Ini deketan gak sama Mbucu?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah ternyata ada senior ini :-)
      Kalau lokasinya ini malah dekat kearah Gunungkidul, Salam kenal buat yang di Balikpapan dan Samarinda :-)

      Hapus
  3. Jadi seorang bikers itu seru dan menantang, oh pengen banget :g

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini cuma untuk ngisi waktu libur aja kok, belum bisa benar-benar mendalami jadi pesepeda :-D

      Hapus
  4. Asyik juga nih jalur trekking mas, apalagi lagi pakai gendong sepeda, menjadi pengalaman menjadi lebih berharga deh...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau dibilang, sedikit menyiksa diri kang. Tapi kadang harus melakukan seperti itu biar lebih nikmat haaaa

      Hapus
  5. Mantep. tempatnya adem begitu. Itu biarpun nekatnya setengah mati juga terbayar. Tapi... kalo ngeliat sampah yang disembunyiin begitu, jadi kesian. Itu sampah dibiarin gitu aja. Bang? nggak dikocekin bersama? xD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Banyak memang sampahnya, waktu kami disana sempat bertemu dengan para teman-teman yg warga Banyakan. Aku ngasih saran untuk membuat tempat sampah dari tong plastik agar sampahnya bisa dibuang pada tempatnya, juga kalau bisa masuk sini bayar tapi dengan ketentuan kebersihan tempat dijaga oleh pihak kampung.

      Hapus
  6. wah keren...pemandagan dari puncak bukit paling bikin ane demen

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayo main kesini haaaa, ntar kalau nyepeda aku antar :-D

      Hapus
  7. Kira2 berat sepedanya berapa kilo mas? Apa gak berat gendongnya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Duh ini, pokoknya kalau Monarch 1.0 itu masih besi haaaa, jadi kayaknya lebih 10kg :-)

      Hapus
  8. mantap dah rullah josh pokoknya....

    BalasHapus
  9. waw, blog yang sangat membantu dalam mencari informasi tempat untuk para gowesser, sip sangat membantu, salam nggenjot mas dari saya... keren blognya, ninggal jejak dulu ah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sudah berkunjung mas. Baru nulis tentang sepeda sedikit ini :-)

      Hapus
  10. gendong sepeda dah sering mas...kapan nie gendong.....

    uhuk" :D

    BalasHapus
  11. eksotik pemandangannya, wah mantap perjuangannya gendong sepeda sampe puncak

    BalasHapus
  12. Kasihan ya bapak-bapak harus menuntun speda nya... remnya blong kalau jalannnya terlalu turun kayak gitu... :)
    Ihhh aku sebel banget baca bagian akhir, menyadari masih saja orang-orang nggak bertanggung jawab buang sampah sembarangan kayak gitu...iya benar mas, tulis besar-besar dan umumkan kalau kita wajib menjaga lingkungan, kalau nggak ada tempat sampah kan bisa dibawa pulang dulu gitu...uuuhhh...sorry kok jadi sebelnya di sini hehhe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gak apa-apa, namanya juga hobi sepedaan dan banyak temannya kok :-D

      Hapus
  13. Pemandanganya udahai mas Nasir :D
    apa kabar?? lama nggak main kesini. Hehehe

    BalasHapus
  14. MasyaAllah.., seger banget pasti di atas sana,, biasanya kalau naik gunung begitu tidak terasa capek, karena lelah terbayar menjadi rasa suka cita..
    Bahagia, terpesona..
    indahnya alam disana.., pengen kesana..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Heehehhehe, ini sebenarnya bukan gunung sih. Hanya perbukitan biasa kok :-)

      Hapus

Pages