Tepat pukul 12.00 wib, aku dan rombongan check out dari hotel Kusuma Agrowisata.
Siang ini kami makan di salah satu warung makan yang tidak jauh dari Museum
Angkot. Menikmati santapan Sate Kalkun dan Iga Bakar; tidak lupa kami
menunaikan sholat di mushola tempat makan. Agenda selanjutnya adalah
mengunjungi Museum Angkot; dan tiket untuk ke sana sudah di tangan. Menurut
yang antri, tiket tersebut seharga 80ribu (selain itu juga tiket terusan untuk
ke Museum Topeng yang tidak jauh dari sana sekitar 30ribu). Baiklah, lagi pula
tidak serupiah pun uang itu keluar dari dompetku.
Satu jam waktu untuk makan siang dan sholat, dua
mobil kembali menuju ke Museum Angkot. Gerimis sempat mengguyur perjalanan kami.
Akhir desember ini, kota Malang cenderung gerimis. Perjalanan berlanjut, sampai
akhirnya kami parkir di atas. Di sana ada jalan menuju museum, kami melewati
Pasar Apung. Pasar ini menjajakan banyak cinderamata, antrian mengular tak
terelakkan. Aku segera memegang tiket dan menunjukkan pada petugas yang
berlalu-lalang.
Museum Angkot dari parkiran |
“Bagi yang
belum bawa tiket, mohon berbaris di samping sini. Utamakan yang sudah membawa
tiket untuk masuk,” Ujar petugas.
Sesekali petugas juga menggendong anak kecil
yang ingin masuk, peraturan di semua tempat ini adalah; jika anak tingginya
lebih dari 75 cm; makan dikenai biaya masuk. Jadi setiap anak kecil pasti
diukur tinggi badannya. Tiba aku di depan karcis, seorang petugas merekatkan gelang
tiket ke tangan kananku. Aku beriringan ke depan seraya mencari tempat
pembayaran kamera. Aku memang membawa kamera Mirroles dan Pocket.
“Untuk kamera
30 ribu, mas. Kami boleh periksa tasnya?” Ujar petugas sekaligus bertanya ke arahku.
Uang sudah kupersiapkan sedari tadi, kusodorkan
uang pas 30 ribu ke petugas. “Silakan,
mbak. Ini di tas hanya buku, kamera pocket, lensa dan jas hujan,” Jawabku
seraya membuka isi tas.
Kamera Mirrolesku pun dibeli label khusus
penanda khusus jika sudah membayar tiket kamera. Aku bergegas keluar dari uraian antri
yang mengular. Di depanku sebuah mobil klasik menjadi objek paling banyak
didokumentasikan para pengunjung. Akhir pekan ini pengunjung membludak, efek
liburan natal. Dengan sigap mataku memandang sekelilingku, di atas tergantung
ada beberapa pesawat kecil, sementara di lantai satu ini ada banyak jenis mobil
klasik yang tak kalah indah. Ahhh, aku hanya mengabadikan beberapa saja;
terlalu banyak orang berkunjung sehingga sulit untuk bergiliran foto.
Mobil-mobil di lantai satu Museum Angkot Malang |
Masih di lantai satu, aku melihat beberapa
sepeda terpajang rapi. Pemandangan ini tidak terlalu banyak yang berpose di
sepeda. Aku bisa dengan leluasa mengamati sepeda tersebut satu-persatu. Semua
jenis koleksi sepedanya benar-benar menggoda. Tidak ketinggalkan kendaraan roda dua.
Berjejeran motor klasik berbagai jenis pun ada di sini. Bagi pecinta otomotif,
pasti kalian akan menelan ludah melihat koleksi kendaraan di sini. Dijamin
ingin rasanya berlama-lama melihat koleksi kendaraannya.
Sebagian koleksi sepeda |
Sebagian koleksi sepeda motor |
Aku tidak mau terpaku di lantai dasar, segera
kuikuti rute jalan menuju lantai dua. Ada dua cara ke lantai dua, bisa melalui
tangga dan lift. Kulihat antrian dari lift sangat panjang, jadi aku melenggang
mulus dengan maiki anak tangga. Sesampai di sana, alat transportasi semacam
Becak banyak bergelantungan. Ada juga beberapa miniatur kapal, kereta api,
onderdil mesin, dan lainnya.
Becak bergelantungan di lantai dua |
Tepat di dekat sisi tangga menuju lantai tiga,
sebuah mobil yang sedikit rusak salah satu bagiannya menjadi tontonan para
pengunjung. mobil berwarna merah ini menjadi objek yang paling banyak dilihat
pengunjung. aku menyeruak di antara keramaian melihat mobil tersebut. Ternyata
ini adalah mobil yang digunakan pak Dahlan Iskan, kemudian terkena musibah
kecelakaan. Semoga mobil listrik Indonesia bisa lebih baik. jadi ingat mobil
listrik Selo yang berwarna kuning waktu melihat di UGM.
Urutan lantai pun sampai ke lantai tiga, di sini
sudah banyak orang bersantai seraya mengabadikan pemandangan. Kejauhan terlihat
museum Topeng, juga pegunungan yang berdiri megah. Tidak lupa di setiap sisi
pagar lantai tiga ada banyak bendera Negara-Negara lain yang berjejeran
terpasang bersampingan dengan bendera Sang Merah Putih.
Bendera berbagai negara berkibar |
Di lantai tiga ini ada beberapa alat
transportasi udara. Seperti yang tertancap pada tulisan Mesum Angkot adalah
badan dari pesawat Boing. Sementara ini jika ingin berfoto di dalam pesawat,
bisa masuk ke pesawat Cesna yang berisi dua orang di atas. Di bawah juga
terapat Heli dan pesawat Amfibi. Sebenarnya akan lebih indah lagi kalu misalnya
Amfibinya di letakkan di aliran yang ada di Pasar Apung. Jadi pengunjung bisa
membedakan mana pesawat Cesna dan mana pesawat Amfibi. Dengar-dengar sih ini
koleksi baru museum angkot; bapak-bapak yang bertugas di Pesawat Cessa
berbincang denganku sejenak ketika aku bertanya mengenai tahun pembuatan
pesawat Cesna yang berwarna orange.
Transportasi udara |
Puas berburu foto dari lantai tiga, aku kembali
meniti anak tangga menuju lantai dua. Dari ini masih ada banyak rute
selanjutnya yang harus aku kunjungi. Menyusuri jaan lantai dua yang bertanda
anak panah; melewati semacam jalan kecil turun yang di salah satu tikungan
terdapat lonceng. Entah siapa yang memulai; sebagian besar pengunjung yang lewat
mengayunkan tuas tali dan membuat lonceng tersebut berdentang kencang. Mirip
Pencinan; dan ternyata benar adanya, lokasi setelah anak tangga ini adalah
lokasi Pecinan; di atas banyak lampion-lampionnya. Seraya berdesakan, aku
menikmati setiap sudut Pecinan. Tidak sampai berapa lama, sampailah aku pada
dekorasi yang menggambarkan Sunda Kelapa masa lampau.
Suasana di Pecinan |
Pengunjung saling berdesakan selama di area
Pecinan dan Sunda Kelapa; kembali aku mengikuti jalur yang ada di dalam. Tidak
lagi terbuka seperti tadi, di sini koleksi mobil pun berjejeran. Tidak hanya
mobil saja, sepeda, dan juga motor pun banyak berjejeran di sini. Amat sangat
bagus-bagus koleksinya. Ruangan yang didesain agak remang-remang ini setiap
sudutnya memantulkan cahaya mengkilap dari mobil aataupun kendaraan lain.
Kuikuti terus jalan, akhirnya aku sampai di tanah terbuka.
Masih tentang kendaraan |
Roma, Paris, Berlin, London, seperti itulah
tulisan yang terjang di salah satu rambu-rambu lalu-lintas. Jalanan didesain
sedemikian rupa mirip dengan lokasi di luar negeri. Mobil-mobil klasik
berjejeran terparkir. Di tepian jalan banyak dekorasi seperti cafe, dan
sudut-sudut lain yang menandakan kita sedang berada di eropa. Sebuah zebra
cross terbentang rapi di tengan jalan menjadi salah satu tempat yang paling
sering dipakai untuk berfoto. Ya, ingat The Belatles yang pernah covernya
berjalan di Zebra cross? Di sini banyak orang yang menirunya. Dari kejauhan
tampat tulisan jelas Gangster Town.
Sudut jalan semacam di Eropa |
Sejenak kesenangan berubah, jalan-jalan yang
tadinya ramai mendadak sepi. Hujan deras mengguyur di sini. Semua orang pun
berteduh, dan berusaha mencari payung yang disediakan petugas. Aku sendiri aman
dan menikmati hujan karena sudah membawa jas hujan dari awal. Sedikit bermain
hujan-hujan serta membantu membagikan payung, akhirnya perjalananku berlanjut
menuju Paris. Sebuah replika menara Effiel di depan; berlanjut ke Inggris yang
tentunya tidak lengkap tanpa tulisan “Keep
Calm and Carry On – The Beatles”. Berlanjut menyusuri lokasi selanjutnya
dengan hujan-hujanan; aku sampai juga di ruangan yang luas. Sebuah bus khas
London berwarna merah menjadi daya tarik para pengunjung untuk berfoto di
atasnya.
Nuansa Inggris di sini |
Sementara aku? Seperti yang aku bilang tadi, aku
pun mengabadikan diriku tidak banyak. Hanya di beberapa sudut saja selama di
Museum Angkot. Namun begitu, aku sangat puas karena sudah mengunjungi museum
ini. Pertama, aku mengabadikan diri di salah satu stand koleksi mobil; dan
kedua tentunya di jalanan yang berguyur hujan deras. Dikala yang lain sibuk
berteduh, aku malah asyik bermain dengan air hujan. Benar-benar seru bisa
bermain hujan di sini. Lucunya, ketika aku memakai jas hujan; banyak yang
mengira aku adalah salah satu petugas dari museum. Jadi mereka memintaku untuk
mencarikan payung. Akupun berjalan mencari payung yang disediakan oleh pihak
museum lalu membagikannya pada pengunjung yang berlindung di teras bangunan.
Halo Museum Angkot Malang |
Berakhirlah kunjungan di Museum Angkot Batu,
Malang. Sebuah museum yang wajib dikunjungi ketika kita sedang berkunjung ke
Malang; khususnya para pecinta otomotif, tempat ini menjadi sangat aku
rekomendasikan bagi kalian. Ada banyak koleksi kendaraan yang bisa kalian
abadikan. Bagi orang keluarga pun tempat ini menjadi sangat wajib dikunjungi;
memanjakan anak-anak dengan sudut-sudut kota yang indah, berbagai mobil, dan
tentunya bisa berfoto dengan kendaraan yang disukai. Aku berjalan keluar dari
Museum Angkot menuju tempat lain yang masih satu kawasan di sini untuk
mengabadikan beberapa sudut indahnya. Kunjungan
ke Museum Angkot Batu, Malang pada hari Minggi, 27 Desember 2015.
Baca juga perjalanan lainnya
Taman di Alun-alun
Simpang Tujuh Kudus
Asyiknya Memetik Buah Apel di Malang
Gemerlap Lampu di Batu
Night Spectacular Malang
Selamat Pagi Jogja, Selamat Sore Malang
Susur Selokan
Mataram – Ancol – Candi Borobudur
Wah keren banget museumnya. Banyak mobil dan sepeda motor antik. Terus suasananya dibuat semacam di Eropa. Keren-keren. Btw, sepertinya enak ya jalan-jalan terus mas hehe
BalasHapusBenar mas, ini tempat memang jadi destinasi utama saat ke Batu :-)
HapusMantap!! Nanti mau main kesini aaah
BalasHapusAyo mas ke sini :-D
HapusWah kalau museumnya model begini ramai ya mas, rela antri walau harga tiket masuknya mahal. Hmmmm, kalau ke Malang wajib nieh mampir kesini. Masuk list dulu dah,,,
BalasHapusSekalian kulineran, mas. Banyak di sini kulinerannya :-D
HapusIni yg lagi ngehits itu ya? Keren bangeeet museumnya. Modern.
BalasHapus*brb nabung + cari temen ke sana*
Saya mau diajak (kalo dibayarin itiek transportasi) ahhahahahha.
HapusBelom pernah kesitu hiks
BalasHapusKamu harus kuat, mbak hahahahhahah
Hapuswahh aku udah kesini tapi waktu itu belum rajin ngeblog. Kesini setahun yang lalu. sepertinya sudah banyak yang berubah ya skrg.
BalasHapusWah sayang nya pas hujan ya disininya
Bisa dong ditulis hehhhehhe, malah lebih bagus kalo yang awal, mbak :-D
Hapusbaru tau kalau malang mempunyai museum angkot mas. mana koleksi mobil dan sepedanya antik dan unik, coba kalau kita yang punya ya mas, pasti senang banget tuh punya mobil anti seperti itu
BalasHapusIni sudah lumayan lama, mas. Dan yang megelola pihak swasta :-D
HapusKhusus untuk BECAK sudah sangat jarang bahkan nyaris tidak saya lihat selama beberapa tahun terakhir ini di kota Pontianak. Padahal becak nyaris menjadi kendaraan yang anti BBM juga ya. Hmmmmm
BalasHapusKalau di Jogja masih banyak becak, pak :-D
Hapuskeren banget tuh mas, kendaraan antik semua
BalasHapuskalo saya masuknya sambil jongkok, kira-kira bayar juga engga? kan kalo jongkok tinggi saya engga sampai 75 cm
Nggak bayar kok, kalau nggak ketahuan hahahahahah
Hapuswah wah aku baru tahu tentang tempat ini, seharusnya aku kesana dulu kalau sudah tahu, mungkin lain kali lah
BalasHapusKe sana lagi, mas :-D
Hapuswah aku jadi pengen ke malang banget nih. udah mupeng dari kapan taun :((
BalasHapusAgendakan, aku melu hahahhahahah
Hapusnas, gue juga suka tuh mobil yang ada lu nya, merah plat putih, kedua dari bawah, bisa juga lu milih tempat potonya haha.
BalasHapuskalau aja ditempat gue ada museum ginian, pasti rame :3
Itu mobil banyak banget yang antri foto :-D
Hapusngatri ?
Hapuselah, udah kaya bpjs -_-
Beneran ini hahahhah, pokoknya jepret sekali langsung pindah :-D
Hapuspenataan dan interior museum angkut ini memang menarik ya
BalasHapuscocok banget untuk foto2 ...apalagi buat tukang selfie :)
Haaaa, aku mengurangi foto selfie mas sekarang ahahhahah
Hapuswaa, kangen euy melihat mobil dan motor jadul, hihihi
BalasHapusHaaaa, harus ke sini mbak :-D
Hapusaduh keren banget tempat ini! Dan biaya kamera hanya 30rb. Kalau di hutan mangrove Jakarta Utara kena 1 juta kalau bawa kamera...
BalasHapusKalau satu juta, mending aku buat main-main ke tempat lain, mbak kakakakkkaka
Hapusaaaaaaaaah pengen deh ke sana
BalasHapusAyoo diagendakan, bulan maret banyak tanggal merah :-D
HapusEman banget pas hujan, kesana mending pas musim kemarau aja jadi bebas jalannya.
BalasHapusaku belum pernah kesana sih mas, pas ke malang mampir ke bns aja hehe
Heeee, iya bener banget. Tapi cukup menikmati kok :-D
Hapus