Melihat Pembuatan Blangkon di Desa Wisata Bejiharjo, Gunungkidul |
Pakaian yang kukenakan belepotan, cipratan tanah dari ban Jeep saat off road Pindul di Sungai Oyo berhamburan. Tak ayal, kaosku yang awalnya berwarna putih berubah menjadi kecoklatan. Seru sekali menyusuri rute off road di tanah liat digabungkan dengan terjun ke Sungai Oyo. Jika kalian berminat, kalian bisa menghubungi Mas Arif (pengelola) di Desa Wisata Dewa Bejo.
“Kita langsung melihat cara pembuatan Blangkon. Habis itu istirahat di homestay dan menunggu jemputan.”
Mas Arif dari semalam mengkoordinasi kami ketika berkunjung di Desa Wisata Bejiharjo memberi arahan. Beliau adalah salah satu pengelola di Dewa Bejo. Dewa Bejo menawarkan banyak pilihan berwisata, dan yang paling terbaru off road Pindul.
Tiga jeep melibas jalan tanah bebatuan menuju padukuhan Bulu, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo. Selama perjalanan, kami berpapasan dengan warga setempat. Asyiknya di sini, kami bisa saling sapa. Bahkan anak-anak kecil sempat melambaikan tangan dan tersenyum. Sebuah kesan yang menyenangkan. Secara tidak langsung kami berinteraksi dengan warga setempat.
“Silakan masuk mas/mbak!” Sambut wanita dari dalam rumah.
“Kotor semua bu. Ada kran?” Tanyaku seraya memperlihatkan pakaian yang kukenakan.
“Di belakang mas.”
Aku menuju pintu yang ada di belakang, langsung masuk ke dalam kamar mandi. Kubasuh kaki, tangan, dan wajah dari cipratan tanah. Teman-teman yang lain turut antri di belakang. Setelah kurasa agak mendingan, aku masuk ke dalam rumah. Di sini terdapat banyak blangkon berserakan.
Bu Erna mempraktekkan cara menjahit blangkon |
Bu Erna menyambut kamu dengan riang. Beliau menjelaskan kalau suaminya sedang ada acara, sehingga tidak bisa menemani. Menurut beliau, usaha pembuatan Blangkon ini dirintis pada tahun 2007. Di dukuh Bulu ini sudah ada 10 kelompok pembuatan Blangkon. Sebelumnya suami bu Erna, Pak Suratno sudah lama merintis membuatan blangkon.
Ada banyak macam blangkon yang dibuat. Mulai dari yang paling mudah sampai pengerjaannya sulit dan membutuhkan keahlian khusus. Pembuatan Blangkon yang tingkat kesulitannya tinggi itu yang dijahit tanpa menggunakan alat perekat.
“Jenis blangkon apa saja yang ibu buat?”
“Banyak mas. tergantung permintaan. Tapi paling banyak sih membuat Blangkon Mataraman dan Solo.”
Pembuatan blangkon disesuaikan dengan pesanan. Misalnya yang memesan dari Solo, berarti membuat Solonan. Bu Erna mempraktekkan cara membuat Blangkon. Sambil terus menjahit, aku dan rombongan bertanya-tanya.
“Ini ada ukurannya tidak bu?”
“Ada mas. Untuk orang dewasa dan anak-anak. Tapi tidak diukur semua.”
Kalau yang koden (pembuatan dalam jumlah banyak) buatnya langsung tanpa ukuran. Blangkon pesananlah yang ada ukurannya. Karena tiap dari mereka yang memesan harus menyertakan ukuran terlebih dulu. Koden itu istilah untuk blangkon paling murah dan diproduksi secara massal. Menurut Bu Erna, proses yang paling susah pembuatan blangkon itu merangkainya. Kalau menjahitnya paling mudah.
Berbagai jenis Blangkon buatan Bu Erna dan suami |
Aku kurang begitu tahu perbedaan yang mencolok antara Blangkon Mataraman dan lainnya. Di sini beliau menjelaskan jika beda antara Blangkon Mataraman dan lainnya itu ada pada bentuk dan motifnya. Bentuk itu mengacu pada bedolan yang ada di belakang blangkon. Blangkon yang belakangnya terepes atau tidak ada bendolannya itu bentuk blangkon Solo.
“Bendolannya terbuat dari kapuk mas.”
Dalam kurun waktu satu hari, Bu Erna bisa menghasilkan paling sedikit tiga blangkon Mataraman. Tiap blangkon mempunyai perbedaan, di antaranya yang berbeda adalah motif dan bentuknya. Kalau mataraman bentuknya separoh iket. Bendolan di paling belakang dikasih kapuk. Bu Erna masih terus menjahit blangkon bertopang pada Plonco. Plonco adalah tempat cetakan blangkon.
Tempat cetakan blangkon namanya Plonco terbuat dari kayu |
“Perbedaan blangkon dijahit dan di lem itu gampang mas. Kalau pembuatannya kalau pakai lem jadinya keras, kalau tidak pakai lem blangkonnya lemas,” Terang Bu Erna.
“Blangkon bisa awet tergantung pemakaian yang punya, karena tidak semua orang bisa merawat dengan baik. Intinya kalau yang punya bisa merawat dengan baik, blangkon tersebut akan bertahan lama.”
Untuk kainnya biasanya Bu Erna dapatkan dari Bantul. Bisa juga beliau dapatkan dari para pemesan yang membawa sendiri kainnya. Hebatnya lagi, bu Erna dan suami sering mendapatkan pemesanan dari Keraton Yogyakarta.
“Sering juga dapat pesanan dari Keraton, bahkan kainnya bagus-bagus lagi. Kainnya lebih pakem lagi.”
Istilah pakem di sini adalah kualitas kain yang digunakan memang bagus dan terbaik. Pembuatan blangkon yang jahit tanpa lem dibuat hanya beliau berdua. Beliau juga menambahkan jika Blangkon yang dijahit dijual perbiji.
Pemesanan blangkon tidak hanya dari wilayah Jogja saja, pernah beberapa kali beliau mendapatkan pesanan blangkon dari Solo, bahkan Madura. Tiap daerah memesan sesuai dengan modifikasinya. Menurut beliau, pernah sekali mendapatkan pesanan 150 buah blangkon. Waktu itu yang pesan adalah Pokdarwis dan Karang Taruna Desa Wisata Nglanggeran.
“Berapa kisaran harga blangkon dari yang murah sampai ke yang mahal bu?
Bu Erna sejenak menghentikan aktifitasnya. Beliau mencari jarum lain yang akan digunakan untuk menjahit. Di depannya sudah ada banyak jenis jarum, ada yang kecil dan pendek, ada pula yang panjang. Mungkin lebih dari selusin jenis jarum yang digunakan.
“Harganya tergantung dari kualitas kain dan proses pembuatannya mas. Paling murah itu Rp. 40.000, biasanya yang Blangkon Iket. Ada juga yang harganya Rp. 60.000. Kalau kisaran yang mahal ada yang mencapai harga Rp. 300.000an.”
Harga blangkon cukup bervariasi, tergantung tingkat kesulitannya |
Pasang surut pemesanan blangkon telah dirasakan para pembuat blangkon. Mereka bergantung pada pemesanan, jika ada banyak pemesanan dari luar kota dan lainnya. Tentu omset yang didapatkan juga melimpah. Beruntung para sanggar seni Ketoprak, Wayang, Dalang, dan lainnya secara berkala memesan blangkon di sini. Beliau memaparkan jika omset yang didapatkan mencapai Rp. 4 juta per bulan.
“Selain dari pemesanan tersebut, mungkin kami sedikit terbantu dengan program sekolah yang mewajibkan siswa memakai blangkon tiap Kamis Pahing. Jadi mereka banyak yang membeli blangkon di tempat kami.”
“Kalau pendampingan dari pemerintah itu dari Dinas Pariwisata. Biasanya dari dinas memfasilitasi kami saat ada Pameran di manapun lokasinya. Seperti sedang mempromosikan hasil yang kita punyai.”
Blangkon hasil buatan Bu Erna dan suami tidak mempunyai hak paten (merek). Beliau mengungkapkan jika sempat terpikirkan membuat merek sendiri, tapi ditangguhkan dengan berbagai alasan. Bagi beliau rejeki itu tidak bakal tertukar. Jika hasil blangkonnya baik, tentu banyak orang memesan ke sini. Terlebih sekarang bisa dijual secara online.
Tak terasa kami sudah lumayan lama di sini. Teman-teman pun merasa cukup puas dengan apa yang dijelaskan bu Erna. Sayang sekali kami tidak bertemu dengan suami bu Erna yang sudah merintis pembuatan Blangkon sejak lama. Kami mencoba memakai blangkon untuk diabadikan. Gelak tawa panjang ketika melihat aku salah menggunakan blangkon.
Sudah bisa jadi grup boyband kah? Cakep kan kalau pakai blangkon. |
“Membuat blangkon itu tergantung niat, kalau niatnya memang besar pasti cepat bisa. Regenerasi pembuatan blangkon ada tapi tidak begitu banyak peminatnya. Rata-rata yang ikut latihan pembuatan blangkon malah ibu-ibu keluarga. Nggak tahu besok generasinya siapa. Mudah-mudahan saja ada,” Tutur beliau kala salah satu temanku menanyakan apakah anak-anak beliau akan meneruskan usaha blangkon di Bejiharjo.
Waktu bergerak dengan cepat, tak terasa kami sudah mendekati pukul 11 siang. Kami harus berkemas, membersihkan diri dan menunaikan sholat jum’at di masjid dekat sekretariat Dewa Bejo. Selain Bejiharjo, di Gunungkidul ada banyak tempat pembuatan Blangkon seperti di Semanu, Playen juga ada.
Sebuah pengalaman yang menarik bagiku. Melihat bagaimana proses pembuatan blangkon di rumah, berinteraksi dengan mereka, dan mendapatkan banyak informasi yang tidak pernah terpikirkan olehku sebelumnya. Sebuah harapan besar tersirat dalam obrolan kami dengan bu Erna mengenai siapa generasi mendatang yang akan melanjutkan pembuatan blangkon di desa Bejiharjo.
Diakhir obrolan sebelum pamit, aku dan rombongan mendapatkan nomor hp milik Bu Erna. Jika kalian ingin memesan blangkon di desa Bejiharjo, silakan hubungi nomor Bu Erna Bejiharjo di 0877-3843-4466 atau langsung menuju rumah beliau di Dukuh Bulu, Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul.
*Rangkaian kegiatan Travel Blogger Explore Desa Wisata Jogja (Tagar #EksplorDeswitaJogja) dipersembahkan oleh Forkom Desa Wisata Yogyakarta 24 - 26 Februari 2017.
Piye nasib kaosmu saiki? Gonaku bercorak nyeni haha. Aku kemarin ngelirik blangkon yang harganya mahal, cuma lirik doang sih wkwkw
BalasHapusCoraknya nggak mau hilang mas. Nempel kayak perangko hahahahahha. Lah masa orang kaya se Jombang kok cuma ngelirik. Beli dong :-D
HapusSungkem ama mas Arif yang ngenalin salah satu rumah di sentra blangkon Bejiharjo. Kalau nggak mampir ke sana daku nggak tahu ternyata di Gunungkidul masih ada yang produksi blangkon jahit dalam jumlah banyak. Biasanya sentra batik blangkon fokus pada blangkon kodi-an dengan alas karton itu yang akan dijual di pasar-pasar aja, karena blangkon jahit cuma pesanan khusus yang jarang banget orang pakai kecuali hajatan super penting. Omong-omong di foto terakhir keliatan banget corak "batik" di baju putih kalian hahaha.
BalasHapusAku masih ingat pas pakai Blangkon itu terbalik mas hahahahah. Omsetnya ngeri juga ya kalau jualan blangkon.
HapusMasih mas, nggak mau hilang bercak nodanya :-(
Ini blangkonnya bu erna udah mumpuni dikasih merk ya mas hehe
BalasHapusKemarin le pada nyobain milih sik harganya mahal-mahal yak? Yang dipajang di kaca :p
Namanya juga pinjam, ya yang mahal dong. Kalau beli ya mikir hahahahahha
HapusKlo yang mpe 300 k itu mungkin yang custom nyesuaikan ama lingkar kepala pelanggan kali ya mas
BalasHapusAku pernah sih beli yang di eperan malioboro dapetnya yang 30 ribuan
Benar mbak. Selain itu pembuatannya juga dijahit, bukan lem.
HapusBlangkon berarti mirip pacar ya, bergantung sama yang merawat. kalo yang merawat bagus ya awet *eh
BalasHapuspaling seneng sama kalimat bu erna "rejeki itu gak bakal tertukar" ntap banget iki.
blangkon e mas Nasrul warnane biru kuning. aku dadi kelingan bola volly wkwkwk
Hahahaha, sengaja milik yang coraknya beda sendiri. Bagus toh kakakakka
Hapuswow kereen... kalau saya lagi pengin blankon bali :D
BalasHapusBisa pesan di sini mas :-D
HapusKalau menurut saya blangkon juga mesti dijadikan warisan budaya ya, supaya aman bagi negeri kita ketika blangkon diakui. Masalahnya saya agak bingung ketika ada yang menetapkan hak paten blangkon, nanti jadinya eksklusif dan menutup kesempatan ketika ada orang lain yang ingin memproduksi blangkon juga. Saya penasaran juga dengan perbedaan blangkon Mataraman dan Solonan, itu filosofinya apa ya Mas? Banyak ya hal yang bisa dikaji dari blangkon ini, keren deh padahal sederhananya blangkon ini tutup kepala saja.
BalasHapusKalian cakep-cakep dah pakai blangkon, beneran seperti boyband! Saya bahkan nggak sadar corak batik di baju putih itu kalau nggak disinggung Mas Halim di dalam komentarnya, haha. Jadi pingin beli blangkon di sana, haha.
Saya belum begitu paham filosofisnya mas. Semoga nanti mas Halim atau teman yang lain bisa mengulas jauh lebih dalam :-)
Hapusblangkon ternyata bisa berwarna cerah juga. O, ya. Ini ditulis tanpa editing kah? Hihi ... lumayan ada beberapa typo ...
BalasHapusKemarin belum sempat edit bu. Sekarang sudah diedit kok. Sepertinya saya butuh tim buat mengedit tulisan hahahahah
HapusWah sayang sekali kalau yang berminat membuat hanya ibu-ibu...Padahal blankon itu termasuk kesenian dan ciri khas daerah... Oh,,, jadi di lem juga bisa ya? tapi mending dijahit ya mas, biar lembut dan nggak sakit di kepala
BalasHapusSementara memang pembuatan blangkon didominasi ibu-ibu. Beliau berminat karena kegiatan di rumah lebih sedikit kalau siang hari
HapusAh blangkon nya bisa kita pesan sesuai permintaan kita juga y mas. Tapi harga nya lumayan euy..
BalasHapusHehehehe, benar mas. Kalau kita hanya minat sepertinya cukup beli yang murah. Kecuali kita memang ingin sekalian beli surjannya, kalau bisa ambil yang mahal :-D
HapusYang mahal itu mungkin blangkon untuk acara-acara khusus ya Mas, seperti acara kawinan misalnya?
BalasHapusSebenarnya yang mahal itu blangkon yang dibuat jahitan bukan di lem :-)
Hapuskayaknya blangkon yang warna ngejreg asyik juga
BalasHapusapalagi kalo warnanya pink, hehe
Hehehheh, bisa sesuai permintaan loh :-D
Hapussaya baru tahu blangkon bisa ada yang warna ngejreng gitu.. saya pikir warnyanya hanya itu-itu saja ternyata macem-macem variasinya
BalasHapusBlangkon yang dibuat bisa sesuai permintaan mbak. Jadi tak melulu motif batik
HapusAku pas pertama kali masuk ke rumah Bu Erna, blank banget soal blangkon. kirain blangkon cuma satu aja modelnya. Ternyata macem2.. Seru ya walaupun cuma sebentar tapi nambah ilmu.
BalasHapusKasian ya, sudah kena insiden ketinggalan kereta, dikira orang Brebes, tadang malam, bingung juga tentang Blangkon ;-)
Hapussuami dulu pas nikah, pake blangkon khusus... aku pribadi pas nyobain make kok ya berat yooo ;p.. tp kata pak suami biasa aja... penasaran jd pgn liat cara pembuatannya mas
BalasHapusHehehehe, kalau dipakai nggak berat kok mbak
HapusKetika kalian sibuk berfoto pakai blangkon, aku sibuk pedekate sama ibunya haaaaaahaha
BalasHapusAku gak ison setelaten bu Erna nek soal kerajinan ngene iki hahaha. Bagian mengkonsepnya itu loh yang susah, njahitnya kan gampang haha
Situ tanya; Apa anak-anak nanti diarahkan untuk menjadi membuat blangkon :-)
HapusBlangkonmu kok warnanya ngejreng sendiri Mas? Sengaja ya biar kalau masuk tipi lagi bisa buat caption...wkwkw
BalasHapusAku lupa pas pakai blangkon ini entah mas alid atau Hanif yang diwawancarai hahahahah
HapusKain dari keraton emang cakep-cakep motifnya. Waktu main ke ulen sentalu ada beberapa kain asal keraton yang dipajang :)
BalasHapusKalau di Ulen Sentanu kita hanya bisa melihat dan mengingat tanpa bisa mengabadikan :-)
Hapusnggak divideoin mas?
BalasHapuspengen tau bgmn cara melilit kainnya
Ada teman yang sudah merekam hehehehe.
HapusGa nyangka sih di Bejiharjo ada sentra pembuatan blangkon. Bahkan ada kelompoknya. Apalagi ada yg dijahit tangan pula. Meski bkn industri besar tp mandiri, smoga tetap lestari ya
BalasHapusJadi sudah siap tinggal di Gunungkidul kamu, Ji?
HapusSetelah browsing-browsing, ternyata suaminya Bu Erna ini cukup terkenal ahahaha. Pantas saja Mas Arif mengarahkan kita ke sini buat tahu dunia blangkon. Aku pengen balik maneh, pengen belajar langsung karo tuku hahaha.
BalasHapusWah ini, sepertinya apa yang dibicarakan di grup memang benar adanya hahahahahha
Hapuswisata gunung kidul makin maju aja ... dari alam sampe blangkon ada.
BalasHapusbtw .. apa bedanya blangkon jawa sama sundanya .. sepertinya terlihat beda, tapi tidak tahu apanya :D
Aku nggak tahu bedanya kang hahahaha. Sepertinya harus baca-baca lagi :-D
Hapuskalaupun si ibu gak bisa bikin hak paten, apakah kira2 negara bisa ya? biar gak disabot sama negara tetangga
BalasHapusItu menjadi pekerjaan rumah bersama bu.
Hapus