Semburat Senja di Embung Nglanggeran, Gunungkidul |
“Penjemput
dari Desa Wisata Nglanggeran sudah datang,” Kata pak Saifuddin pada kami.
Aku
mendongakkan kepala, kulihat di lahan depan jejeran kios arah ke Air Terjun Sri
Gethuk. Ada dua mobil yang terparkir, ini artinya kami harus segera berkemas
menuju destinasi selanjutnya di Desa Wisata Nglanggeran. Padahal di depan kamu
masih ada suguhan yang belum selesai dimakan. Belalang Goreng, Minuman Kelapa
Bakar, dan Keripik Singkong. Kamipun membungkus Belalang Goreng dan Keripik
Singkongnya.
Gorengan, Belalang Goreng, Keripik Singkong di Desa Wisata Bleberan (dok: cewealpukat.com) |
Perjalanan
dilanjutkan menuju Nglanggeran. Untuk mengusir rasa bosan, kami di dalam mobil
bersenda gurau. Pemandu dari Nglanggeran turut menimpali candaan kami. Tidak
butuh waktu lama, kami cepat akrab dengan pemandu.
Kata “Maklegender” menjadi topik sepanjang
perjalanan. Kata tersebut diucapkan Aji ketika menikmati Kelapa bakar. Menurutnya
kata maklegender itu artinya sensasi
yang dirasakan ketika makanan memasuki tenggorokan.
“Tadi di
Nglanggeran hujan, jadi kita langsung ke homestay
ya,” Kata Mas Aris Budiyono selaku pemandu yang menjemput.
“Nanti
malam kita berbincang santai di pendopo untuk membahas agenda besok pagi,”
Tambahnya.
Kami
menyetujui saran beliau. Jalur mobil dilewatkan dari arah jalan Kampung Emas Plumbungan. Jalur ini tak
asing bagiku, beberapa kali sempat kulewati. Dari sini juga nantinya kita bisa
menuju Air Terjun Kedung Kandang. Semacam mengingatkan pada beberapa tahun
silam kala aku harus turun dari atas motor ketika melibas tanjakan.
“Sunsetnya
indah. Bulat benar! Bagaimana kalau kita ke Embung dulu?” Pekik Mas Aris.
Laju
mobil tak bisa lebih kencang, akses jalan bebatuan diselingi cor semen membuat
ekstra hati-hati. Lebih baik memperlambat laju kendaraan daripada memaksakan
tarik gas kencang tapi jalan berlubang. Mobil berhenti di parkiran, aku berlari
menapaki anak tangga, berharap Sang Baskara masih menampakkan wujudnya.
Sunset Embung Nglanggeran tertutup awan |
Kali ini
aku harus puas melihat pemandangan senja. Gumpalan awan lebih suka menutupi
mentari, sehingga yang tersisa adalah semburat cahayanya menebar di segala
penjuru. Aku tahu, senja itu tak berlangsung lama. Terlebih di bawahnya sudah
banyak gumpalan awan yang merata. Aku dan rombongan tidak merasa kecewa, toh di
sini kami masih bisa menikmati suasana petang dari atas ketinggian.
Senja
berlalu lebih cepat dari yang kuperkirakan. Akupun berusaha mengabadikan
sisa-sisa senja. Menjadi pemandangan yang indah kala temaram senja di atas
ketinggian. Berbagai sudut strategis memotret sudah dipenuhi orang-orang
menenteng kamera. Mereka duduk santai, di depannya ada lebih dari dua Tripod
tertancap.
Pasti
orang-orang itu berhasil mengabadikan sunset indah Nglanggeran. Mereka sudah
sedari sore tadi di sini. Kukelilingi Embung Nglanggeran, embung yang bebepa
tahun silam sempat kusambangi naik sepeda. Bangunan Gazebo di tepian embung
sudah penuh, kualihkan pemandanganku menuju bagian atas. Di sana juga tak jauh
berbeda, ada tiga remaja yang asyik berswafoto.
Mengabadikan sunset di embung Nglanggeran |
Pantulan
cahaya senja tergambar di air embung, tapi tak sempurna. Jika saja hembusan
angin tidak kencang, mungkin aku bisa melakukan foto refleksi air dengan baik. Untuk
mendapatkan hasil foto refleksi di air bagus, tentunya dipengaruhi berbagai
faktor. Seperti cuaca, dan angin yang berhembus. Tidak masalah, toh aku tetap
bisa mengabadikan seadanya. Dari sini terlihat rombonganku sedang asyik
menikmati suasana senja. Selain itu diharuskan kita sudah tahu bagaimana teknik
memotretnya.
“Sini
aku bawakan kameranya. Hati-hati turunnya mbak,” Ujarku pada salah satu remaja
yang kesulitan menuruni anak tangga kayu di atas Embung Nglanggeran.
Dua
teman lainnya hanya tertawa melihat remaja ini kesulitan turun. Aku membantunya
menuruni tangga agar nantinya aku bisa naik ke tempat tersebut dan memotret
embung dari atas. Gardu Pandang kecil ini tingginya tidak sekitar 2,1 meter.
Tertulis papan petunjuk jika maksimal di atas hanya 3 orang saja.
Bermodalkan
lensa bawaan kamera (lensa kit), aku memotret Embung Nglanggeran dari dataran
agak tinggi. Inilah gunanya Gardu Pandang yang berada di datran agak tinggi.
Dari sini aku bisa memotret lansekap embung. Sayangnya lensa belum sepenuhnya
mumpuni, sehingga embung tak terlihat utuh.
Pemandangan Embung Nglanggeran kala senja |
Indah
pemandangan dari atas gardu pandang ini, air embung berpadu dengan warna
barisan bukit yang sudah mulai gelap. Di ufuk barat sana, cahaya sang surya
masih terpancarkan. Jika tidak mendung, tentu pemandangannya jauh lebih indah.
Lantunan
adzan magrib berkumandang. Rona langit makin menampakkan keindahannya. Kilau
jingga terbentang di angkasa, menerobos di antara mega yang tebal. Tak ayal,
awan yang berwarna gelap diselingi warna jingga mempesona. Tak henti-hentinya
aku mengabadikan momen tersebut.
Jika
sedari awal yang terpancar sinar jingga keemasan. Menjelang akhir merangkak
petang, sinarnya lebih menghanyutkan. Bolehkah kita sejenak menikmati panorama
indah seperti ini. Karena di perkotaan kita belum tentu bisa menemukannya.
Semburat cahaya senja semakin mempesona menjelang petang |
Kami
berlomba-lomba mengabadikan setiap momen, sementara dua pemandu Desa Wisata
Nglanggeran masih sabar menanti isyarat dari kami. Beliau terlihat berkoordinasi
dengan anggota Pokdarwis lainnya karena kedatangan kami bersembilan. Di
sampingku, Riska tampak asyik mengabadikan senja.
“Dapat
hasil bagus?” Tanyaku.
“Lumayan
sih. Daripada tidak dapat foto sama sekali.” Jawab Riska.
Senja
memang menggoda, di manapun keberadannya. Ada setangkup kenangan indah kala
menatap senja. Seperti sebuah beban yang hilang, tapi kenangan ingin menyeruak
dari dalam raga.
Riska masih tetap mengabadikan senja di Embung Nglanggeran |
“Mari
kita pulang. Nanti langsung kami turunkan di homestay masing-masing. Pukul 19.30 WIB kita kumpul di pendopo
membahas rencana besok pagi melihat sunrise
dan berkunjung ke Kampung Pitu,” Ajak Mas Aris.
Kampung
Pitu? Aih, ini adalah salah satu destinasi di Nglanggeran yang ingin
kusambangi. Semacam berjodoh dengan kampung tersebut. Esok pagi aku dan
rombongan akan berkunjung ke Kampung yang sangat menarik untuk dikunjungi dan
ditelisik sejarahnya. Rasanya ingin cepat berlalu hari ini, menyongsong esok
pagi menuju Kampung Pitu, Nglanggeran.
*Rangkaian kegiatan Travel Blogger Explore
Desa Wisata Jogja (Hastag #EksplorDeswitaJogja) dipersembahkan oleh Forkom
Desa Wisata Yogyakarta 24 - 26 Februari 2017.
Kawasan
Ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran
Sekretariat: Kalisong, Desa Nglanggeran,
Patuk, Gunungkidul
Website: gunungapipurba.com
Sosial Media: Gunung Api Purba Nglanggeran (FB) & @gunungapipurba (Twitter&IG)
Nomor Telepon: 081804138610 (Aris Budiyono)
Udah lama pengen kesitu, tapi belum kesampaian.hehe
BalasHapusJam segitu terlihat lebih indah ya mas pemandangannya :)
Oh, iya, itu rasa belalang gorengnya gimana ya mas... hehe
Lebih indah lagi kalau cerah mas.
HapusBelalang? Hemmm kamu harus mencobanya mas.
aku rung tau mrene tapi wes kadung mulih :(
BalasHapusBalik lagi Lan, kan sudah tahu jalannya ke sini.
HapusDan tentunya Hannif. wkwkw. ini semacam kaya sajen yang wajib disertakan.
BalasHapusGegara Maklegender ya.. Aji Sukmana ini memang maklegender
Sesepuh harus disebut. Kalau nggak disebut nanti kualat saya hahahahhaha
HapusHesteknya eksplor (gak pake "e") mas. *rewel* *biarin* wakakakak salam, mak legenderrrr 😂😂😂
BalasHapusIshhh emang pinter kalau suruh revisi kalimat. Jangan-jangan selain ngeblog kamu juga punya jasa revisi artikel *eh
HapusKalau ga ikut sama kalian, mana mungkin dibolehin ibuk nyunset sampai embung nglanggeran? Pulang² wes dikunciin pintunya mungkin. Hihihi
BalasHapusSunset e pancen syahdu
Hahahaha, kami aja kaget kalau kamu bisa ikut mbak.
HapusNggak sabar baca tulisan galaumu kalau lihat senja hahahahha
Mantap walangnya
BalasHapusInget dulu pas kita ke Sri Getuk dab. Insiden nyerempet anjing hahaahha
HapusHahaha masih kebayang muka kucel, baju kecokelatan, dari basah sampai kering, akhirnya diakhiri dengan pemandangan sunset cantik.
BalasHapusKarena aku tahu kalau kamu kucel, makanya kupotret dari belakang saja *eh :-D
HapusAiihhh bagus banget maaaas embungnyaa :D. Kebayang kalo dapet foto sunset di sana, ;).
BalasHapusDari dulu aku tuh pgn bgt rasain belalang goreng. Tiap ke gunkid ga kesampaian muluu.. Penasaran rasanya :)
Rasanya gurih mbak. Kudu mencoba kalau ke Gunungkidul lagi.
HapusBerkali-kali main kesini baru sekali dapat sunset yg juwarak, di kedatangan pertama. Mungkin itu yg disebut keberuntungan pemula ya. Nglanggeran ini selalu asyik dieksplorasi.
BalasHapusSaya baru pertama ke sini saat senja mbak. Walau mendung tapi cukup puas kok :-D
HapusNggak nyesel kasih keputusan nekad naik ke Embung Nglanggeran meski saat itu diperkirakan hujan dan nggak ada sunset ya? Terus baru inget kerupuk micin ama walang goreng kenapa nggak disantap waktu sunset-an ya? Kan syahdu nyemil walang goreng sembari nyunset. Hahaha
BalasHapusBener itu mas. Harusnya keripik dibawa dan dinikmati sambil menunggu sunset benar0benar hilang. Gimanakalau kita minta lagi ke Bleberan ahhahahaha
Hapuspas senja keliatan lebih indah ya :)
BalasHapusSenja dan pagi memang indah kok, di manapun kita berada
HapusTema postingannya sama dengan Inwis, tapi beda POV :D
BalasHapusKapan dong guide-kan aku ke Nglanggeran, mupeng nih :)
Inwis menceritakan keseluruhannya mak. Sementara aku fokus di senja asja, nanti kuceritakan dipostingan lain. Ayo diagendakan mak :-D
Hapusemng keren pemandangannya kalo pas senja... serasa berada di dunia yang berbeda{lebay} hihi
BalasHapusMemang menarik hehehehe
Hapuskangen makan belalang goreng, kirimin dong mas ke Malang. :)
BalasHapusMain ke Jogja saja mas, nanti bisa kulineran di sini
HapusDasar ya gamau rugi, bungkus! 😂
BalasHapusAku pernah sekali makan belalang goreng khas gunkid itu, rasanya gitulah :3
Karena kami memang orang-orang yang nggak mau rugi urusan makanan hahahahah
HapusAduh senjanya magis benar. Ajari saya Mas, bagaimana mengabadikan senja seindah itu. Meski mendung menggelayut namun keindahan rona matahari yang sudah mengantuk dan seriyep balik ke peraduannya bisa indah nian tertangkap kamera. Apalagi pemandangan lembah di kejauhan sana jelas banget tampaknya. Memang keindahan bisa didefinisikan dengan banyak cara. Selama Tuhan mengizinkan mata memandang, maka apa yang terlihat adalah yang terbaik, hehe.
BalasHapusCerita tentang Kampung Pitunya ditunggu....
Ya Allah mas nyatanya kamu orangnya putis juga heheheheh. Sini ke Jogja mas, ajari kami nulis mengalir saat berkunjung ke wisata heritage :-)
HapusDari photo makanannya bikin ngiler, lihat photo pemandangan jadi ingin ke sana, ampuun ...
BalasHapusTerima kasih atas apresiasinya, bolehkah berkunjung ke Gunungkidul *promosi
HapusBelalang gorengnya unik. pengen nyoba juga rasanya gimana..gitu Mas Rullah.
BalasHapusEnak banget mas, gurih loh :-)
HapusMemang senjanya merona dan menggoda mata, tak salahlah kalau tiket siang dan sore itu berbeda, hhehehe
BalasHapusHehehehhe, senja itu semacam ada kenangannya gimana gitu mas :-D
Hapusbelalang goreng mengalihkan duniaku mas haha
BalasHapusHehehehhe emang harus mengalihkan biar dibaca sampai akhir mas
Hapusduuhh kerennya danaunya...
BalasHapusmelihat danau ditemani dengan cemilan gorengan itu pasti nikmat ya..hehhe
keren ulasannya kaka...
Hehehehe, ini embung buatan kok. Ada beberapa di jogja dan semuanya indah kala senja dan pagi
HapusMantap. Belalang goreng dan kripik kesayangan jadi bekal melewatkan malam di Nglanggeran hahaha. Senjanya benar2 cukup menyita dan membolak-balikkan keputusan, berhasil dibujuk olehnya. Hahaha.
BalasHapusKapan2, ajakin belajar gowes ke sini Mas, sampai pingsan yo gapopo hahaha.
Senja penuh makna ceritanya mas ahahahhaha.
HapusSiap, nanti kalau laper kita bisa minta makan di rumah Mbah Mawar lagi :-D
wah pada kece travelbloggernya, yang kenal baru mas alid :D
BalasHapusMas Alid mah idolak kita semua ahhahahha
HapusGunungkidul terkenal dengan destinasi wisata yang banyak, terutama pantai. Tapi yang di Ngalanggeran itu keren banget mas..
BalasHapusSelain pantai, di Gunungkidul ada juga gunung nglanggeran dan banyak gua yang eksotik.
HapusSerius mas? makan belalang? gimana rasanya?
BalasHapusAmazing banget pemandangannya, meskipun saya kurang paham apa yang dimaksud lansekap embung... Bisa dijelaskan? :D
Gurih mbak hahahahha. Enak loh :-D
Hapusaku selalu suka jepretan senjanya :)
BalasHapusSenja memang menggoda mas.
Hapusfoto2 senjanya ajib bangettt, saya suka foto 3 dan 4 ... ehh foto 2 juga saya suka jajanannya ... unik ada belalang segala
BalasHapusTerima kasih kang. Semoga bisa sepedaan di jogja biar saya temani kang.
Hapusbelalang gunung kidul yg lezat hahahahah saya jadi kepengen nyicipi lagi bang
BalasHapusHeheheheh, sini bang ke Jogja :-D
Hapuspernah kesini beberapa tahun yang lalu..apa jalannya kesana sudah mulus mas:)? fokus saya malah sama belalang gorengya..agak trauma..makan 1 tapi kakinya malah nyantol di tenggorokan agak lama
BalasHapusKalau gitu ke sini lagi mas. Semoga malah beruntung dapat belalangnya loh ehheheh
HapusGUNKID, mampir mas sama2 blogger Jogja :D
BalasHapusHehehhehe, saya stay di Jogja mas :-D
HapusBelom pernah makan belalan goreng~ liatnya geli gimana gitu :D tapi penasaran pengen cobain! Rasanya kayak apa ya?
BalasHapusBelalang rasanya gurih mas. Banyak bumbunya jadi seperti makan keripik aja hahahahah.
Hapussama mas fahmi, dan ternyata setelah makan belalang, badan jadi bentol bentol, ternyata belalang salah satu hewan yang mempunyai bakteri alergi
HapusYang alergi emmang seperti itu mas :-)
Hapus