Gelombang Besar dan Angin Kencang Kala Mudik Lebaran ke Pulau Karimunjawa - Nasirullah Sitam

Gelombang Besar dan Angin Kencang Kala Mudik Lebaran ke Pulau Karimunjawa

Share This
Pelabuhan Pantai Kartini dari atas kapal Siginjai
Pelabuhan Pantai Kartini dari atas kapal Siginjai
Gawai di atas meja kamar berdering menjelang pagi. Aku beranjak dari kasur, meraih gawai mungil yang hanya bisa digunakan menelpon dan mengirim pesan. Terpampang nama orang yang kukenali di layar.

“Kamu disuruh emak naik kapal Siginjai saja. Di Karimunjawa sedang angin dan ombak besar,” Suara dari seberang telepon terdengar setengah memberi perintah.

Tanpa membasuh muka, aku secepat kilat memanggul keril dan keluar dari kamar. Kulihat jam masih pukul 05.30 WIB, ini artinya masih ada waktu satu jam sebelum kapal Siginjai berangkat. Untung tante sudah bangun, beliau mengantarku sampai di pelabuhan.

Antrian di tiket mengular, hanya dua orang yang melayani. Aku mencari-cari orang yang bisa kuminta untuk membelikan tiket. Di kapal Siginjai, satu orang yang antri maksimal boleh membeli limat tiket. Kulihat ada teman kampung yang sudah antri, segera kudekati.

“Beli tiket berapa mbak?” Celetukku sembari menyapa.

“Dua. Mau nitip? Sini tulis namamu.”
Perahu kecil dan mobil terparkir rapi di pelabuhan
Perahu kecil dan mobil terparkir rapi di pelabuhan
Kuambil pena dan menulis nama serta umur. Ini adalah berkah Ramadan, mbak Yanti mengenaliku. Beliau adalah teman sekolah kakak perempuanku semasa MA. Hanya selang 10 menit, aku sudah disodori tiket kapal Siginjai seharga Rp.75 ribu.

“Terima kasih nggeh mbak,” Ujarku sambil berlalu menuju kapal.

Orang-orang berlalu-lalang masuk ke dalam kapal. Petugas pelabuhan sibuk mengecek tiket penumpang. Sementara bapak pengayuh becak dan kuli angkut barang sedang banjir berkah. Mereka saling bersatu menaikkan barang menuju kapal. Menata barang di dek kapal, agar pemiliknya bisa dengan mudah menemukan barangnya.

Masih cukup pagi namun gelayut mendung sudah terlihat. Di Barat Daya terlihat kabut tebal yang menyelimuti langit. Di tengah-tengah waktu menunggu kapal berangkat, tampak samar warna-warni pelangi menyeruak. Indah walau tidak terlalu terang.

Di perairan Jepara, ombak cukup tenang. Namun semuanya akan berubah 180 derajat jika sudah mendekati Karimunjawa. Sapaan ombak Timuran siap menyambut kapal yang akan menyeberang.
Semburat pelangi terabadikan walau sudah buyar
Semburat pelangi terabadikan walau sudah buyar
Penumpang kapal Siginjai padat merayap, dua hari menjelang lebaran banyak warga yang mudik sekaligus belanja di Jepara. Aku duduk di tepian pelabuhan, melihat kesibukan para orang yang ada di sini. Suara mesin mobil menyatu dengan mesin kapal yang sudah hidup. Kadang kala suara para orang jasa pengangkut barang terdengar lantang.

Sebenarnya aku sudah mempunyai tiket kapal cepat yang akan menyeberang pukul 09.00 WIB. Namun arahan dari emak agar aku naik kapal Siginjai (kapal ekonomi dan jauh lebih besar) secara tidak langsung menghanguskan tiket tersebut. Tidak masalah, toh yang terpenting adalah mudik ke Karimunjawa.

Musim libur lebaran tidak hanya dimanfaatkan warga Karimunjawa mudik, momen libur satu minggu ini juga dimanfaatkan para wisatawan untuk berlibur ke Karimunjawa. Tentu Karimunjawa akan terlihat ramai pada waktu seperti sekarang. Mobil-mobil berjejer rapi terparkir di halaman pelabuhan ini sebagai menanda. Ini adalah titipan parkir yang empunya berlibur ke Karimunjawa.

Pukul 06.30 WIB, Kapal ASDP Siginjai mulai melepas tambatan di pelabuhan. Kapal ini bergerak menuju Karimunjawa, laju kapal lambat, diperkirakan pukul 11.00 WIB akan sandari di Karimunjawa jika cuaca baik. Dua hari yang lalu, perjalanan sempat lambat dari Karimunjawa menuju Jepara. Jarak waktu yang biasanya 4.5–5 jam menjadi 8 jam karena cuaca buruk di perairan Karimunjawa.
Perairan di Jepara cukup tenang
Perairan di Jepara cukup tenang
“Ombak ada di perairan Karimunjawa. Nanti kalau sudah mulai ombak, kita tidur saja di lantai,” Ujar Dedi (sepupuku).

Di sini tidak ada tanda-tanda ombak besar. Laut hanya memperlihatkan ombak riak kecil, tidak besar seperti kabar dari seberang. Bagi kami para anak pantai, bulan Juni – Juli memang identik dengan Timuran. Ombak dari arah timur akan menerjang kami saat di pertengahan. Ombak ini sama besarnya dengan pada saat Baratan (Bulan Desember – Februari).

Di atas kapal, hampir setiap sudut sudah penuh. Tidak ada kursi kosong, beruntung aku mendapatkan tempat duduk karena tadi teman ada yang datang lebih awal dan mencari tempat duduk. Lima jam nantinya akan aku habiskan di atas kapal. Mencari kesibukan untuk melepas rasa bosan.

Penumpang kapal menyibukkan diri masing-masing. Dua layar televisi 32 inchi menayangkan prosedur yang harus dipatuhi para penumpang selama di atas kapal, serta bagaimana cara menggunakan pelampung. Tidak lupa aturan-aturan yang tidak diperkenankan dilakukan selama di atas kapal.
Kursi-kursi kapal Siginjai penuh oleh penumpang
Kursi-kursi kapal Siginjai penuh oleh penumpang
Sayangnya, aturan tidak boleh merokok paling sering dilanggar. Terlepas ini bulan Ramadan, masih banyak kulihat orang-orang dengan sembarang merokok di tempat duduk tanpa melihat sekitar ada balita. Perlu banyak waktu untuk menyadarkan penumpang-penumpang seperti ini.

Setelah itu mereka memutarkan lagu-lagu; dimulai dari Tembang Kenangan, Instrument Kenny G, Dangdut Lawasan, Lagu Negeri Jiran, sampai lagu-lagu yang sekarang populer diputar oleh ribuan Radio. Di atas kapal serasa di tempat penjualan Kaset. Lagu-lagu diputar secara bergantian.

Bagi penumpang yang tidak kebagian kursi, mereka menggelar tikar di lantai. Mencari tempat luas untuk digunakan sebagai tempat tidur beralaskan tikar bawaannya. Dulu di kapal ini kita bisa menyewa kasur/tikar kecil. 

Hanya saja mulai beberapa bulan yang lalu sudah tidak diperkenankan lagi menyewakan tikar. Bagi yang tidak punya tikar, biasanya mereka menggunakan sarung atau kertas koran sebagai alas.
Penumpang tidak mendapatkan kursi menggelar tikar untuk tidur
Penumpang tidak mendapatkan kursi menggelar tikar untuk tidur
Empat puluh lima menit kapal berjalan. Waktunya ABK Kapal mengecek tiket tiap penumpang. Tidak semua penumpang dimintai memperlihatkan tiketnya, karena sebelum berangkat penumpang sudah dicek tikenya oleh ABK yang berada di pelabuhan. 

Satu ruangan dijaga empat ABK. Dua orang berjaga di pintu ke arah ruang lain. Dua lainnya mengecek tiket penumpang. Bagi penumpang yang tertidur kadang dibangunkan, kadang pula tidak diperiksa tiketnya. Aku yang berdiri dekat tangga sembari membaca buku bawaan hanya dilewati saja. Tidak dimintai tiket.
ABK Kapal memeriksa tiket kapal ASDP Siginjai
ABK Kapal memeriksa tiket kapal ASDP Siginjai
Salah satu cara membunuh rasa bosan di kapal adalah membaca buku. Pukul 08.30 WIB ombak mulai terasa, aku berpindah menuju kursi. Di sana masih kusempatkan membaca buku. Tidak sengaja cewek di depanku juga membaca buku. Jika aku membaca novel, orang di depanku ini membaca buku terjemahan.

Kapal mulai bergoyang kencang, pukul 09.00 WIB kututup buku yang kubaca. Goyangan ombak jauh terasa lebih kencang. Kulihat hampir semua penumpang tidur. Tinggal aku dan cewek di depanku yang masih tersadar. Sesekali terdengar suara teriakan orang muntah. Selain itu juga terlihat hujan dari jendela kapal.
Membunuh waktu bosan dengan membaca buku di atas kapal
Membunuh waktu bosan dengan membaca buku di atas kapal
Aku masih ingat, pukul 09.30 WIB ombak besar menghantam sisi kanan kapal. Terdengar suara gaduh di bawah. Ada motor yang tergeser dan jatuh. ABK Kapal dengan gesit menata parkir motor di dek kapal. Ombak kedua tidak kalah besar, sembrutan ombak masuk ke dek kapal. Penumpang yang berada di dek berhamburan ke atas, sebagian dari mereka pakaiannya basah.

Ombak dan angin benar terasa lumayan kencang. Aku melirik gadis yang di depanku. dia terlihat agak kaget dengan cuaca kali ini. Perasaan gusar dan sedikit takut tersirat di wajahnya. Dimasukkan buku yang dibaca ke dalam tas selempang berbahan tenun bertuliskan “Lombok”. Lalu dia mengambil air mineral dari keril orange merek Eiger.

Kuamati terus dia, gadis ini sendirian. Selain tas selempang, keril, gawai yang layarnya pecah, dia juga membawa skateboard. Aku lupa namanya, namun dia berasal dari Bandung dan kali pertama main ke Karimunjawa.

“Tenang. Ombak seperti ini biasa. Mungkin nanti sandarnya agak terlambat sedikit,” Celetukku ke dia.

“Ombak besar seperti ini biasa?” Tanyanya memastikan.
Gadis asal Bandung yang kuabadikan sebelum kapal menyeberang
Gadis asal Bandung yang kuabadikan sebelum kapal menyeberang
Aku mengangguk saja. Meyakinkan dia kalau ombak seperti ini sudah biasa. Walau dihadapannya ini bukan sesuatu yang biasa. Dia melihat banyak penumpang yang silih berganti ke kamar mandi dan dari dalam terdengar suara muntah. Jika tidak tahan goncangan ombak serta suara muntahan, kita bisa tertular muntah.

Jendela kapal ditutup dengan terpal berwarna biru. Air hujan masih saja bisa menyusup masuk melalui sela-sela lubang di sana. Genangan air hujan membasahi lantai, penumpang yang menggelar tikar di sana harus mengubah posisi tidur. Kapal terus berjalan menerjang ombak. Di dalam kapal, penumpang berasa berada di ayunan.

Dari jendela kapal, dapat terlihat bagaimana ombak memutih di sepanjang mata memandang. Buih putih seperti kapas yang terapung di lautan. Beruntung walau hujan dan angin, tidak terdengar suara petir. Hujan tanpa petir di tengah lautan ini biasanya membuat ombak agak mereda.

Penasaran dengan ombak di tengah laut. Aku menuju kamar mandi, melongokkan moncong lensa dan membidik di kala hujan masih rintik-rintik. Hujan memang mulai mereda, namun ombak terasa hingga kapal sandar. Jangan salah, walau terlihat cerah dan ombak kecil, nyatanya aku memotret waktu ini dalam keadaan hujan gerimis dan ombak besar.
Gelombang di tengah perairan Karimunjawa - Jepara
Gelombang di tengah perairan Karimunjawa - Jepara
Perjuangan terasa berakhir kala suara terompet besar dari corong atas bunyi. Pengumuman dari Kapten kapal jika kapal sebentar lagi sandar. Hujan makin deras, kugamit keril besarku yang berisi pakaian serta oleh-oleh untuk keluarga di rumah.

Begitu kapal sandar, aku bergegas mengenakan jaket. Hujan makin deras, dan kami harus menerjangnya sampai di terminal pelabuhan. Aku, kakakku, dan sepupuku sudah dijemput sebuah mobil APV Plat Merah milik bandara. Kakak dan sepupuku memang pulang dari diklat Bandara, sehingga dijemput pegawai lain. Aku sendiri numpang mereka, toh kami akan turun di tempat yang sama.

Karimunjawa memang agak berbeda. Di kala tempat lain lebih banyak kemarau, di sini dalam tiga hari terakhir hujan deras. Ombak besar pun mulai terlihat-tanda-tandanya seminggu yang lalu. Tanda-tanda dari alam ini benar adanya, ombak memang mulai terasa besar sewaktu kami di pertengahan laut antara Jepara – Karimunjawa. Aku teringat kata bapak kemarin sewaktu melihat awan putih tipis seperti terseret angin.

“Sepertinya mulai angin lagi, awannya berbaris seperti itu,” Kata bapak kala sore.

Aku tidak mengabadikan awan tipis tersebut. Aku hanya memperhatikan langit biru cerah, ada gumpalan awan tebal, dan sebaris awan tipis yang dimaksud. Aku tidak bisa melihat tanda-tanda itu, namun orang yang sudah makan asam garam hidup sebagai orang pantai jauh lebih paham. Awan itu memberi tanda, dan aku hanya berdoa agar ombak tidak besar sampai aku balik ke Jogja. *Sepenggal kisah mudik ini pada hari Jumat, 23 Juni 2017.

20 komentar:

  1. Wabiyasak bapak yang satu ini. Konsisten rajinnya.. :))
    Pas lihat foto bule di atas, langsung nyletuk "Eh ni bule mau mudik juga apa ke Karimun?" :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hokya hahhahah
      Itu bule banyak yang mudik ke Karimunjawa hahahhahaha
      Jadi kapan artes satu ini ke Karimunjawa? Buahahahhaha

      Hapus
  2. Itu cuaca di Karimunjawa nya lg jelek ya Mas makanya gelombangnya besar..

    Wah seru juga y Mudik Mas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar bang, cuaca lagi kurang bagus. Tapi sekarang sudah mulai bagus kok hehehhehe

      Hapus
  3. Aku pas pulangnya dulu ke semarang hampir aja muntah, krn ombaknya emg gede.
    Lha wong kelimutu yg segede itu aja goyangannya aduhai, apalagi siginjai atau kapal cepat :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Buahahhahha
      Enak kan naik kapal digoyang ombak. Tanpa beli minuman pun bisa muntah hahahhahaha

      Hapus
  4. Kalau aku dikapaal itu pasti udah mutah dan ketakutan. . . Untung selmat smpi tujuaan ya mas. . Selamat berkumpul sama keluarga 😁 penasaran tradisi lebaran di karimun jawaa 😀

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahahha, tenang walau ombak besar tapi tetap aman kok kapalnya jalan dengan baik.

      Hapus
  5. Ceritanya keren banget, aq sampe twrbawa suasananya. Seperti membaca novel kisah nyata.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahahha terima kasih loh mas.
      Ini kan memang kisah nyata :-D

      Hapus
  6. waktu terbaik untuk ke karimun sebaiknya bulan apa mas..
    rekomendasinya😀

    BalasHapus
  7. Selain membaca buku, mbribik cewek cantik di kapal leh uga ditiru hahaha. Musim penghujan agak ngeri juga ya kalu nyeberang ke Karimunjawa. Btw, bule yang kejepret nggak kamu bawa main ke rumah sekalian, Sitam? Siapa tahu bisa jadi pengalihan isu basa-basi "kapan nikah".Hahahaha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Buaahahahha, aman kalau masalah ditanya kapan nikah mas :-D

      Hapus
  8. Cantiik loooh cewe yg diajak kenalan :D. Duuh baca naik kapal pas ombak gede gini bikin aku g berani baik kapal :p. Bbrp kali naik, tp hanya penyebrangan singkat yg palingan cm 40 menit.. Itu juga aman sentosa ombaknya. Jd blm prnh ngalamin yg kenceng ..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Emmmmm takut bak, ntar dikira mau nyulik hahahahahha

      Hapus
  9. ah! Kamu beruntung anak muda. Jadi traveller blogger dan punya kampung halaman Karimun Jawa! Sempurna!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih mak,
      sebenarnya saya hanya blogger debuan hahahahhahaha

      Hapus
  10. mojang bandung ini jalan sendirian ... ??? hebat
    cewe yang bawa skateboard itu ... ngga biasa .. keren deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kang, jalan sendiri. Pengen kuculik sih sebenarnya buahahahhaha

      Hapus

Pages