Plang petunjuk arah menuju Warung Geblek Pari Nanggulan di dekat Pasar Kenteng |
Salah satu hal yang menyenangkan ketika bersepeda adalah kuliner. Hampir setiap para pesepeda pasti sudah menentukan di mana lokasi untuk kulineran sembari melepas lelah. Pun dengan aku, akhir pekan ini bergabung dengan Komunitas Sepeda Segoro Geni untuk bersepeda dan kulineran di Geblek Pari Nanggulan, Kulon Progo.
Pagi menyingsing, mendung gelap menyelimuti hampir seluruh langit Kota Jogja. Kukayuh pedal sepeda menuju Tugu Jogja, menanti rombongan pesepeda yang berencana gowes bareng. Pukul 05.45 WIB, aku sudah duduk sendiri di kursi selatan tugu. Menyaksikan para pengunjung yang antusias berfoto dengan latar Tugu Jogja.
Dua puluh menit lamanya aku duduk sendiri, sementara pengunjung silih berganti, datang dan pergi. Dari arah timur, arakan pesepeda mendekat. Mereka mengenakan jersei merah – hitam bertuliskan Segoro Geni; dengan motif api menyala. Iringan sepeda berkombinasi dengan suara bel berdentang.
Kusambut rombongan tersebut, kami berjabat tangan penuh sumringah. Walau langit mendung, antusias para pesepeda tetap membara. Kuhidupkan kamera yang sedari tadi hanya kugamit, mengabadikan dan merekam. Aku berencana membuat vlog gowes kuliner pagi ini.
“Sudah pukul 06.30WIB. Sebelum berangkat kita foto bareng dan berdoa,” Teriak Mas Panca memberi arahan.
Rombongan pesepeda berjumlah lebih dari 50 ini berdiri, foto bersama serta berdoa. Aku masih terus mengabadikan, sampai mereka beriringan menyusuri jalan Mangkubumi – Malioboro. Dari barisan paling belakang, aku berusaha merekam.
Mengabadikan dan terabadikan/Dok. Pak Heru Subekti |
Sebagian jalan basah diterpa gerimis. Aku mengayuh pedal lebih cepat, mengikuti ritme rombongan depan yang melaju kencang. Sementara itu teman-teman seksi dokumentasi lain mengendarai motor sudah menyalip. Mereka mengabadikan kami yang mengayuh pedal sepeda.
Aku tidak hafal rute yang dilalui, tiba-tiba saja sudah sampai perempatan pasar Godean. Sepeda belok kiri menyusuri jalan Godean ke arah perbukitan Menoreh. Rute yang tentunya tidak asing bagi para pesepeda.
Terakhir aku melintasi jalan ini ketika bersepeda menuju Embung Kleco beberapa bulan lalu. Sampai di perempatan Kenteng, para pesepeda tetap lurus, melewati pasar Kenteng. Tiap pagi pasar kecil ini ramai, pada jam tertentu jalan digunakan satu arah. Padat merayap, sesekali harus berhenti karena banyak orang menyeberang.
Tepat setelah pasar Kenteng, Nanggulan, sebuah plang bertuliskan “Geblek Pari” arah belok kanan. Rombongan sudah berada jauh di depan, aku dan dua pesepeda terakhir mengikuti arahan plang tersebut. Jalan lebih kecil dan cukup lengang, sesekali ada truk/motor yang menyalip.
Kami tidak langsung menuju Warung Kuliner Geblek Pari, pandangan kami tertuju pada hamparan sawah luas di sisi kiri jalan. Kami susuri jalan tersebut sampai di tengah-tengah jalan. Dari sini terlihat teman-teman yang sudah sampai lokasi, aku malah mengabadikan dua pesepeda bersamaku. Tidak ketinggalan melihat bapak & ibu petani yang sedang memanen padi.
Hamparan sawah di Nanggulan, Kulon Progo |
“Mas, tolong aku difoto,” Pinta teman pesepedaku seraya menyodorkan gawai.
“Oke mas,” Jawabku sambil mengambil gawainya dan mengabadikan.
Nun jauh di depan, deretan perbukitan Menoreh seakan melambai. Menyembunyikan rute penuh tanjakan yang siap membuat lutut gemetaran. Aku menikmati pemandangan indah ini, menghirup udara bersih dan sejuk. Jauh dari hiruk-pikuk keramaian kota.
*****
Warung Geblek Pari Nanggulan, Kulon Progo
Kalau tidak salah, dari ujung jalan pertigaan setelah Pasar Kenteng sampai di warung, terdapat empat plang petunjuk arah bertuliskan “Geblek Pari Nanggulan”. Aku memarkirkan sepeda tepat di tepian jalan, menyapa teman pesepeda lain yang sudah saling bersua satu dengan lainnya.
Petunjuk arah terakhir sebelum sampai warung Geblek Pari |
Ada banyak pesepeda, mereka berbincang santai menikmati waktu pagi sembari menunggu menu disajikan. Kulangkahkan kaki menuju bagian kasir, menyapa seorang lelaki dewasa yang terlihat sibuk keluar masuk dapur.
Mas Yuda namanya, lebih akrab dipanggil dengan sebutan Mas Popo. Beliau bersama sang istri (Mbak Putri) adalah sosok dibalik dapur Geblek Pari Nanggulan. Sebuah keberuntungan bagiku, aku bisa bertemu langsung dengan pemiliknya. Aku diizinkan juga merekam segala kesibukan di dapur.
“Kami di warung pas akhir pekan, Mas. Kalau hari biasa, kami bekerja,” Tutur Mas Popo.
“Silakan loh kalau mau foto-foto di dapur,” Ujarnya kembali.
Aku masuk ke dalam dapur. Dapur berukuran luas ini terdapat lima orang perempuan bekerja. Mereka menggoreng Tempe, Geblek, menanak nasi, dan hilir-mudik menyajikan pesanan. Nyatanya bukan hanya Geblek saja yang disediakan di warung ini. Menu sarapan pun disediakan.
Di meja dapur sudah tersaji sayur Brongkos, Lodeh, Ceker, dan nasi tumpeng pesanan komunitas Segoro Geni. Kulihat sekelilingnya, asap mengepul; kombinasi tungku tanah, kayu bakar, dan kompor gas menjadi satu. Seluruh ibu yang di dapur sibuk menyiapkan menu. Aroma Pisang Goreng menyatu dengan Geblek dan Tempe Goreng. Menggoda perut kala pagi.
Lodeh, Ceker, dan menu lainnya |
Kesibukan yang terekam di dapur Warung Geblek Pari |
Warung Geblek Pari Nanggulan ini berdiri sejak bulan oktober 2017. Terhitung baru tiga bulan berdiri, tapi antusias pengunjung sangat luar biasa. Tiap akhir pekan banyak pengunjung yang datang, sehingga membawa berkah sendiri bagi warga kampung untuk membuka jasa lahan parkir.
Mas Popo dan istri memberdayakan warga setempat sebagai pramusaji. Beliau hanya mengarahkan dari luar. Warung ini mulai buka pukup 08.00 WIB, namun pesanan siap satu jam kemudian. Untuk last order, warung Geblek Pari ini membatasi terakhir pemesanan pukul 17.00 WIB.
Di meja kasir tertulis pengumuman jika tempat ini tidak menyediakan plastik. Jadi bagi yang ingin membungkus sudah disediakan kertas untuk kemasan bungkus. Ini khusus mereka yang membeli Geblek. Kisaran harga di warung ini termasuk murah. Minuman teh/jeruk hanya Rp.3000, camilan goreng (geblek, pisang goreng, tempe goreng) Rp.5000/piring. Atau mau paketan seharga Rp.20.000.
Daftar menu harga makanan di Geblek Pari Nanggulan |
Paketan di sini adalah sudah termasuk sarapan/makan siang, minum, dan sepiring camilan goreng. Bagi yang datang secara rombongan, kita bisa memesan terlebih dulu sehingga pihak warung menyiapkan tempat untuk berkumpul.
Sekilas tempat warung Geblek Pari ini cukup luas. Terdapat meja dan kursi berjejer tepat di depan kasir. Ada juga tempat terbuka yang disebar kursi dan meja di antara pepohonan. Sehingga terkesan sejuk saat pagi.
Pengunjung lain yang datang pagi untuk sarapan |
Mungkin kalian kurang familiar dengan Geblek? Sedari tadi aku menyebutkan kuliner Geblek, namun belum sempat mengulasnya. Geblek adalah makanan tradisional yang identik dengan kabupaten Kulon Progo. Geblek berbahan dasar tepung tapioka, kemudian dicampur dengan bumbu bawang sehingga terasa gurih setelah digoreng.
Warna Geblek sendiri putih setelah digoreng. Bentuknya ada yang bulat kecil atau seperti angka delapan. Di warung Geblek Pari biasanya penyuguhannya menggunakan piring. Berhubung kami datang rombongan, pihak warung sengaja menyuguhkan geblek menggunakan nampan besar.
Inilah kuliner Geblek dari Kulon Progo |
Kuambil geblek yang ada di nampan besar. Rasanya memang sedikit gurih, dan agak alot. Menikmati geblek enaknya ditemani secangkir kopi ataupun teh panas. Usai mencicipi geblek, aku beranjak menuju tempat duduk, berbaur dengan teman yang sedang menikmati sarapan pagi.
Menu sarapannya pun menggugah selera. Bagi kalian yang datang ke sini, aku merekomendasikan langsung membeli paketan yang harganya hanya Rp.20.000/porsi. Kita sudah mendapatkan paket lengkap dan murah meriah.
Sarapan pagi di Warung Geblek Pari Nanggulan |
Konsep Warung Kuliner Geblek Pari ini sedang mulai bermunculan di Jogja. Aku percaya, ketika ide-ide kreatif para pengusaha kuliner di Jogja terus bermunculan. Sampai kapan pun kuliner murah yang sedap pun terus ada. Oya, dituturkan oleh Mas Popo jika ide membuat warung kuliner ini sudah sejak tahun 2009. Akhirnya tahun 2017 akhir beliau berhasil merealisasikan setelah berbagi pertimbangan. *Warung Geblek Pari Nanggulan; Minggu, 14 Januari 2018.
Vlog Gowes Kuliner ke Warung Geblek Pari Nanggulan
huaaa lengkap, kirain cuma jual geblek doank
BalasHapusbetewe aku dadi kangen geblek, wes suwe ora mulih kampung
heuheuheu
Huahuahua, harus mudik mas hahahahha. Enak banget loh :-D
HapusRasane piye mas? Kok kelihatannya semacam bakwan jagung tapi warna putih gitu. Kan dari tepung dikasih bumbu bawang hehehe.
BalasHapusBtw, kameranya apaan sih itu? Mirrorless kah?
Rasanya agak gurih dan sedikit alot mas. Enak kok hehehehheheh.
HapusKamera Nikon1J3, iya mirrorless keluaran tahun 2012 kalau nggak salah.
Enak beud mas, ngenyangin menu sarapannya trus makan geblek sengek. tambah kenyang deh...
BalasHapusHahahaha, langsung ngantuk kalau sudah kenyang mas
HapusIya sama, rasanya gimana mas itu geblek. Terus makannya langsung dimakan atau ada tambahan lain kayak gula bubuk gitu?
BalasHapusEnaknya kalo ke daerah KulProg itu masih bisa liat hamparan sawah sepanjang perjalanan. Adem rasanya :D
Ya Allah Gallan gak tau mangan geblek? Wealah ahhahahaha. Dimakan langsung gak pakai apa-apa lagi toh.
HapusItu menu sarapan paginya bikin ngileeeee.. Btw nyong dadi pengin nyepeda, hhh
BalasHapusTumbas sepeda mbak, ben saget sepedaan ten kampung
HapusDi komplekku udah jarang pd nyepeda, nko nek tumbas sepeda trs nyepeda dewekan noh :( ckckck
Hapusak klo hbis sepedaan gitu makannya mesti nambah klo disitu :D
BalasHapusAhahahaha, akalu aku lebih banyak stok pisangnya mas. Jadi walau makan sedikit tetap aman
HapusOwh... Jd kompakan sm mas alan gt yaa blogpostnya! Sutil gowang!!! 😒😒😒
BalasHapusIya dong, kan biar keliatan kayak main bareng ahahhaha
HapusGeblek kalo di lingkungan saya plesetan dari 'goblok' ._.
BalasHapusBentuknya kayak cireng yang biasanya saya buat XD wah,dan harganya termasuk murah itu.
Ahahahahha, unik juga ya plesetannya.
HapusAku pengen cireng ahahhahha
itu sarapannya abis brp porsi mas abis sepedaan malah nimbun karbo lagi hahaha
BalasHapusKalau aku penting kenyang mas. Pokoke makan banyak kali hahahahhaha
HapusMakanan rumahan emang selalu berhasil bikin ngiler ya. Apalagi kalau abis olahraga, kudu loading karbo biar tetap seterrrong... :D
BalasHapusJadi minat ke sini nggowes? Dari kota Jogja kalau sepedaan cepat kok. Cepat capeknya ahahahhaha
HapusKui pencitraan kalau porsinya cuma segitu :p
BalasHapusAku malah lagi paham kalau ada paketan 20.000, bisa dicoba lain waktu biar malah paket lengkap :)
Sudah 2x aku ke sini mas, pingin balik lagii
Aku kan memang sukanya pencitraan buahahahhaha
Hapusnamanya lucu .. geblek :)
BalasHapuskalau lihat warna dan bahannya .. geblek sama dengan cireng kali ya
Bisa jadi kang hehehehhe
HapusOalah makanan itu namanya geblek toh, udh pernah makan tapi g tau sama sekali nama makananya apa hahahha, kok lucu sih namanya hihi
BalasHapusAhahahha, kadang kita seperti itu. Sudah pernah makan tapi tak tahu namanya.
Hapussempet nyicip geblek waktu ke purwerjo. Kok gaada rasanya ya? haha. Pantesan waktu itu di suguhin kopi khas sana juga.
BalasHapuskeren ya, bisa motret pake tangan kanan. Tangan kiri pegang sepeda. Kidal gak mas? Kalau sha malah ga bisa lepas tangan kanan
Mungkin lidahmu kurang peka teh :-D
HapusNggak kidal kok, hehehehehhe. Lepas tangan semuanya malah bagus teh
Kalau di Cilacap namanya Gembus Mas, di Jogja Geblek namanya ya..
BalasHapusOalah malah lagi paham aku mas :-)
HapusBikin laper aja.. Kapan kapan nyba ah kuliner warung geblek nya..
BalasHapusSemoga bisa menikmati gebleknya.
Hapus