Membangun Asa dengan Menjadi Entrepreneur - Nasirullah Sitam

Membangun Asa dengan Menjadi Entrepreneur

Share This
Stand jajanan tradisional
Stand jajanan tradisional
Selama di Jogja, aku pernah menjelajah desa-desa wisatanya. Mulai dari ujung utara, selatan, barat, dan timur. Pun di kabupaten tetangga seperti Klaten, atau justru jauh ke timur sewaktu menjelajah desa wisata di Malang. 

Semua desa yang aku kunjungi mempunyai potensi yang layak dikembangkan. Aneka hasil olahan pangan, kriya, maupun bisnis yang lainnya. Setiap desa pasti ada sosok orang yang ingin menjadikan desanya sebagai tepat untuk berwirausaha. 

Pernah suatu ketika aku berbincang dengan salah satu warga yang mendedikasikan hidupnya untuk memajukan desanya berkata “Lebih baik hujan batu di negeri sendiri, daripada hujan emas di negeri orang.” Ini artinya mereka tidak pernah lelah untuk membangkitkan desanya agar menjadi lebih baik. 

***** 

Kakiku sudah sampai di halaman PLUT-KUMKM DI Yogyakarta, barisan stand ramai dikunjungi pengunjung. Meja depan terdapat buku tamu yang dijaga panitia. Selama tiga hari (14-16 Februari 2019) ada gelaran EXPO UKM ISTIMEWA diselenggarakan PLUT-KUMKM DI Yogyakarta dengan Dinas Koperasi UKM DI. Yogyakarya

Suasana meriah di tiap stand. Suara kencang dari pelantang yang terpasang di sudut panggung. Di atas panggung sudah ada dua orang pembawa acara beraksi. Kursi-kursi tidak sepenuhnya diduduki peserta, namun semangat orang yang di atas panggung tetap besar. Dia berusaha berinteraksi dengan pengunjung. 

Informasi dari dua ibu yang menjaga buku tamu jika ini kali pertama Expo yang dipegang oleh dinas. Tahun-tahun sebelumnya sudah pernah dilakukan, namun yang memegang bukan dinas melainkan komunitas. Semoga expo seperti ini menjadi agenda tahunan, agar masyarakat dapat mengenalkan produknya. 

Deretan meja tempat dipajangnya hasil olahan tiap perkumpulan warga membuatku sedikit kalap. Aku sering membeli minuman-minuman tradisional seperti Jahe atau wedang yang lainnya untuk kuseduh di rumah. 
Salah satu calon pembeli melihat produk yang dipajang
Salah satu calon pembeli melihat produk yang dipajang
Sajian kuliner tradisional (kue) berbaris dengan makanan seperti pecel. Atau keripik khas olahan UMKM warga tertata rapi bersama abon, maupun camilan yang lainnya. Aku semakin semangat memutari 45 stand yang ada. Dari baris luar hingga yang di dalam ruangan. 

“Jahenya berapaan, bu?” Tanyaku sembari memegang jahe bubuk kemasan berwarna hitam. 

“Rp.20.000, mas. Kalau yang ada gulanya lebih banyak malah Rp.15.000, mas.” 

“Saya ambil satu bu, yang Sari Jahe (bungkus hitam).” 

Perempuan di depanku dengan sigap memasukkan satu kemasan jahe ke dalam plastik. Kemudian diserahkan padaku. Kami berbincang santai, termasuk bertanya-tanya kemasan jahe ini produk dari daerah mana. 

Bu Umi (perempuan yang menjaga stand) menjelaskan jika yang dipajang adalah hasil produk dari desa Wareng, Wonosari, Gunungkidul. Beliau menjelaskan jika produk-produk yang dibuat merupakan bagian dari kelompok perempuan warga setempat. 

Menariknya, Sari Jahe ini sendiri adalah produk yang dibuat oleh adiknya. Konon adik beliau dulunya kuliah di Biologi UGM kini mengabdi dengan membuat produk di kampungnya. Tiap produk yang dibuat nantinya dikemas dengan tulisan “Herbal Yuniari”. 

“Yuniari itu adik saya, mas. Saya yang mendapatkan tugas menjaga stand di sini,” Terang Bu Umi. 

Meski baru buka sebentar, sampai menjelang siang ini sudah ada beberapa item produknya terjual. Beliau mengharapkan selama tiga hari stand-nya laris. 
Bu Umi, salah satu  peserta stand menjual berbagai jamu dan minuman tradisional
Bu Umi, salah satu  peserta stand menjual berbagai jamu dan minuman tradisional
“Kalau bisa pulang tidak membawa apa-apa (barang habis),” Ujar beliau sambil tertawa. 

Berbagai minuman herbal ditawarkan. Aku hanya mengambil sebungkus jahe dengan takaran 100 gram. Nantinya Sari Jahe ini menjadi penghangat kala pagi agar badan tetap sehat di musim-musim seperti sekarang. 

Bagi kalian yang berminat membeli Sari Jahe, atau minuman herbal yang lainnya di “Herbal Yuniari”; silakan menghubungi narahubung 087738347257. Kalian bisa memesan minuman sari jahe secara online. Atau tiap hari jumat pagi bisa ke depan Dinas Pertanian DIY, beliau buka stand di sana. 

Masih di sekitaran stand yang sama. Berbagai kuliner tradisonal siap dibeli. Panganan yang dibungkus dengan daun pisang menggoda selera. Aku membeli beberapa panganan tersebut; Getuk, Kewat, Mplek Jagung, Lemet, dan Cucur. Bagi sebagian orang, mereka jarang melihat kuliner tradisional seperti ini. 

Aku masih antusias menyusuri tiap sudut stand yang berada di luar bangunan. Pandanganku tertuju pada minuman yang sudah dikemas seperti air mineral. Kuamati seksama, ini adalah Legen. Tanpa berpikir panjang, aku langsung mengambil satu botol legen untuk kuminum. 

“Mau coba ini mas? Sari Lidah Buaya,” Terang bapak-bapak. 

Aku mengernyitkan dahi, sesuatu hal yang baru menurutku. Kulihat botol-botol yang lainnya. Tulisan yang tertera memang “Sari Lidah Buaya.” Menarik ini untuk dilihat. Pak Wiwit merespon cepat, beliau orang yang memproduksi minuman sari Lidah Buaya. Satu botol Sari Lidah Buaya dijual seharga Rp.11.000. 
Pak Wiwit memegang sari lidah buaya, dan ibu menunjukkan Gula Jawa
Pak Wiwit memegang sari lidah buaya, dan ibu menunjukkan Gula Jawa
Kami berbincang, sembari memotret beliau memegang minuman hasil produksinya ditemani seorang ibu yang memegang produk Gula Jawa. Pak Wiwit berasal dari Kulon Progo. Tepatnya dari Padukuhan Ngramang, Kedungsari, Pengasih. Di rumah beliau sebagai pembudidaya tanaman Lidah Buaya. 

Di rumahnya, beliau menanam Lidah Buaya menggunakan pot ataupun model hidroponik. Selain itu, Pak Wiwit juga memanfaatkan lahan belakang rumah seluas 500 meter untuk tanaman tersebut. beliau tak hanya mengolah Lidah Buaya, namun juga menjualnya. 

“Besok-besok kalau ke Kulon Progo, silakan singgah, mas,” Ujar Pak Wiwit sembari memberikan nomor telepon. 

Untuk kalian yang penasaran dengan minuman Sari Lidah Buaya, silakan hubungi Pak Wiwit dengan narahubung 087739945234. Siapa tahu penasaran dengan minuman yang beliau produksi. 

Keramaian makin terasa waktu siang. Tiap penjual sibuk melayani pembeli. Stand-stand yang berisi kuliner menjadi serbuan pengunjung. Berkali-kali aku melihat kesibukan ibu penjual saat melayani pembeli. 
Aneka makanan berkumpul di stand luar
Aneka makanan berkumpul di stand luar
Meski tidak membludak, dari sini terlihat antusias para pengunjung. Mereka berjalan menyusuri jalan stand, berhenti di salah satu lapak, berbincang dengan penjual, jika sepakat, satu barang dibeli. Kegiatan seperti ini memang membantu masyarakat untuk menunjukkan hasil karya desanya. 

Usai mengelilingi bagian luar, aku segera masuk ke dalam Gedung. Di dalam Gedung ada 10 stand yang memajang hasil karyanya. Di sini identik dengan kain dan beberapa olahan makanan dalam kemasan. 

Menariknya, aku malah ketemu dengan kawan lama di tempat ini. entah kebetulan atau bagaimana, ternyata beliau bekerja di PLUT-KUMKM DIY. Sejenak kami berbincang, membahas hal-hal yang sering kami diskusikan di WAG, di sela-sela kesibukannya bersama teman sejawat. 
Bertemu dengan Mas Mursyid bersama koleganya
Bertemu dengan Mas Mursyid bersama koleganya
Sejujurnya, aku bukan tipe orang yang suka belanja banyak. Tapi tiap ada pameran, sering datang dan melihat-lihat hasil karya yang dipajang. Di ruangan ini berbagai kain menggoda. Harga yang menurutku murah jika kita tahu prosesnya lama saat memproduksi. 

Sembari memutari tiap stand yang ada di dalam, aku meminta izin mendokumentasikan dan menyempatkan mengambil rekaman. Menarik melihat berbagai jenis kain yang dipamerkan. Kain dengan warna alami tentu harganya sepadan dengan proses pembuatannya. 

Jogja memang terkenal dengan berbagai hasil karya batik. Buktinya, di setiap ada pameran hasil karya warga, kain batik tak pernah ketinggalan. Kain-kain ini menjadi magnet tersendiri bagi pengunjung. Ragam corak dan motif membuat kita tertarik untuk membelinya. 
Berbagai hasil karya kain dipajang pemilik stand
Berbagai hasil karya kain dipajang pemilik stand
Pengunjung berminat melihat berbagai kain yang dipajang
Pengunjung berminat melihat berbagai kain yang dipajang
Arloji di tangan sudah menunjukkan pukul 13.00 WIB. Ini artinya aku harus pulang lebih awal. Bergegas aku berpamitan dengan kawan beserta sejawatnya, tak ketinggalan menyapa rombongan blogger yang meliput acara Expo UKM Istimewa. Dari satu rombongan tersebut, beberapa orang aku kenal. 

Di dalam tas, oleh-oleh hasil keliling stand sudah cukup lengkap. Satu bungkus Sari Jahe, satu botol Legen, dan beberapa kue tradisional. Menyenangkan bisa membeli sedikit olahan warga, karena untuk mendapatkan kue tradisional itu lumayan susah. 
Hasil oleh-oleh selama di EXPO UKM ISTIMEWA 2019
Hasil oleh-oleh selama di EXPO UKM ISTIMEWA 2019
Rangkaian acara selama tiga hari ini tentunya mempunyai manfaat bagi para peserta untuk mengenalkan hasil karya daerahnya. Harapannya, mereka yang semangat tanpa henti ini bisa menjadi enterpreuner di tempatnya, membangkitkan perekonomian desanya sendiri. 

Selain itu, peran PLUT-KUMKM DIY serta Dinas Koperasi UKM DIY turut aktif memberikan pendampingan, ketika semuanya bersinergi, pastinya bisa lebih baik. Semoga, dari stand-stand tersebut, ke depannya menjadi jauh lebih berkembang dan sukses, sehingga perekonomian daerah setempat menjadi lebih baik. *PLUT-KUMKM DIY; kamis 14 Februari 2019.

Catatan: Artikel ini ditetapkan menjadi Juara 1 pada Lomba Blog PLUT-KUMKM & Dinas Koperasi UKM DI. Yogyakarya 2019

12 komentar:

  1. Uh wow sekali! Expo UKM Istimewa ini membikin saya teringat pada Pameran yang nanti bakal ada di Triwarna Soccer Festival, jadi ini komunitas dan UKM memenuhi stand-stand yang ada dan memamerkan produk mereka, termasuk kalau bisa bagaimana proses pembuatannya. Soooo inspiring!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dari festival-festival seperti ini, geliat perekonomian warga menjadi terangkat. Produk yang dihasilkan mereka dikenal oleh khalayak umum.

      Hapus
  2. wuih, sari lidah buaya
    koyo opo iku rasane?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku juga penasaran msa, cuma pas di sana sudah terlanjur beli Legen. Besok pas luang tak coba sepedaan ke Kulon Progo buat melihat langsung :-)

      Hapus
  3. tetap semangat
    semoga anda diberkati

    BalasHapus
  4. Balasan
    1. Nah ini kekurangan informasiku, heheheheh. Aku habiskan hari itu juga :-D

      Hapus
  5. 13 tahun saya menyandang sebagai Pegawai atau Kaaryawan sebuah perusahaan media. Resign bulan Maret 2016 yang lalu dan Alhamdulillah sudah menekuni bisnis di rumah. Suka Duka pastinya. Ada romantikanya menjadi Entrepeneur Insya Allah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Penuh perjuangan kang. Semangat untuk tetap merintis sebagai enterpreneur

      Hapus
  6. kemasannya udah mulai bagus ya bang.. soalnya yang paling sering menjadi masalah di umkm ya packaging nya kan? :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar bang. Gimana bisnis kopi abang? Lancar kan?

      Hapus

Pages