Museum Ronggowarsito, Senyap di Tengah Keramaian Kota Semarang - Nasirullah Sitam

Museum Ronggowarsito, Senyap di Tengah Keramaian Kota Semarang

Share This
Koleksi Wayang di Museum Ronggowarsito
“Mohon maaf mas, museumnya sedang dalam tahap renovasi. Jadi belum diperbolehkan berkunjung,” Terang petugas di dalam pos. 

Aku mengucapan terima kasih atas informasinya. Lalu berjalan menuju tepi jalan, keluar dari pintu masuk Museum TNI Mandala Semarang. Sebenarnya museum ini menjadi salah satu destinasi tujuanku selain Museum Ronggowarsito. 

Entah kenapa, aku merasa ingin mengunjungi museum ini. Sedari awal memang tertarik saja mencari konten di Kota Semarang. Sebelumnya, aku juga sudah pernah mengulas Lawang Sewu yang ada di seberangnya. 

Satu destinasi gagal kukunjungi dan hari jumat rasanya cukup pendek bagi kaum muslim. Aku bergegas memesan transportasi daring menuju Museum Ronggowarsito. Semoga saja museum ini buka, sehingga aku bisa mendapatkan konten blog. 

Berlokasi di jalan Abdul Rahman Saleh, Kalibanteng Kidul, Semarang Barat. Museum Ronggowarsito berada di salah satu sudut jalan raya. Transportasi daring yang mengantarku berhenti, aku berjalan menuju pendopo yang ada di depan. 

Ini kali pertama aku berkunjung ke Museum Ronggowarsito, sebelumnya sering ke Semarang, tapi hanya sebatas wacana untuk mengunjungi museum. Menjelang siang, suasana museum masih sunyi. Tidak terlihat keramaian pengunjung museum. 

Dua petugas museum yang berjaga di bagian depan kusapa. Untuk masuk museum, aku hanya menebus tiket sebesar 4000 rupiah. Sebuah harga yang sangat murah menurutku untuk museum sebesar ini. Aku segera membayar dan menitipkan tas di loker yang tersedia. 
Gunungan Blumbangan di depan pintu masuk
Gunungan Blumbangan di depan pintu masuk
Kubawa kamera, lantas menuju area dalam museum. Cukup lengang, belum terlihat ada pengunjung yang berbarengan denganku masuk. Di dalam museum areanya terbuka. Aku melihat arah anak panah untuk menunjukkan jalur yang ingin dijelajah. 

Enaknya berkunjung sendirian adalah aku bisa sesuka hati menikmati waktu di ruang-ruang tertentu dengan waktu yang lama. Jalur mengarahkan sisi kanan, sebuah pintu yang di depannya ada Gunungan Blumbangan. Kusempatkan memotret di depannya. 

Dilihat dari tulisan plang, ini adalah Gedung Geologi. Di dalamnya terdapat banyak lukisan terkait alam semesta. Selain itu juga ada semacam replika bebatuan Karangsambung-Kebumen. Sedikit bebatuan tertata di bawahnya. 

Karangsambung yang berada di Kebumen memang terkenal dengan karang-karang di perbukitan. Hal ini merupakan fenomena alam yang tidak biasa. Karena itu hingga sekarang banyak orang yang meneliti di sana. Khususnya yang bergelut dengan geologi. 

Konon daerah di sini awalnya adalah dasar lautan. Menurut penelitian, karang-karang di dasar lautan itu saling berbenturan dan akhirnya terangkat dan membentuk permukaan. Hingga akhirnya sampai sekarang menjadi daratan. 
Informasi formasi bebatuan Karangsambung, Kebumen
Informasi formasi bebatuan Karangsambung, Kebumen
Bangunan di ruang pertama ini ada banyak koleksi dalam bentuk diorama. Pun dengan foto-foto alam di Jawa Tengah. Tiap jengkal aku harus berhenti, membaca keterangan yang ada pada foto, atau sekadar melihat lebih lama pada satu objek. 

Ada dua jalur yang bisa kujelajahi, kupilih anak tangga yang menuju lantai dua. Sampai jalur seperti lorong, terdapat fosil-fosil binatang purba. Belalai dan sepasang gading Gajah menyapa kedatanganku. 

Ruangan di lantai dua ini membuat kita membayangkan tentang dunia purba. Koleksi ada yang diambil dari Sangiran. Tak hanya binatang purba, fosil kayu purba hingga fragmen manusia purba pun ada di sini. Semua lengkap beserta keterangannya. 

Meski tidak banyak, dari ruangan Paleontologi ini kita bisa sedikit menerima informasi tentang masa lampau. Membayangkan bagaimana pada masa itu binatang-binatang purba tersebut hidup. Sampai akhirnya harus punah. 
Jalan lorong menuju ruangan lain
Jalan lorong menuju ruangan lain
Ruangan yang bisa aku eksplor lagi adalah gedung peninggalan peradaban Hindu-Buddha. Sama halnya dengan galeri yang lainnya, koleksi ini terdapat pada dua lantai. Koleksi yang dipamerkan terkait miniatur Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan yang lainnya. 

Tidak ketinggalan berbagai arca, lingga-yoni, hingga benda-benda peninggalan yang lainnya seperti kentongan, kendi, genta dan serupa yang terbuat dari bahan perunggu. Atau peninggalan berupa bejana serta cetakan mata uang. 

Aku mencoba membaca sebisanya, sesekali memotret koleksi yang ada di dalam museum. Hingga aku sampai di ruangan peradapan Hindu-Buddha, baru berpapasan dengan sepasang muda-mudi yang juga mengunjungi museum. 
Peninggalan di museum Ronggowarsito
Peninggalan di museum Ronggowarsito
Kutapaki sudut-sudut museum sembari melihat koleksi yang ada di dalamnya. Kali ini di depanku sebuah miniatur kapal layar bercadik ganda. Cadik pada kapal berfungsi untuk menyeimbangkan kapal kala di laut. 

Bagi kalian yang masih bingung apa itu cadik kapal, cadik adalah bagian luar kapal yang biasanya berupa batangan di sisi kiri dan kanan kapal. Di masa sekarang, cadik identik dengan sampan kayu yang berukuran kecil. Ada yang ganda, atau pun di salah satu sisi sampan. 
Miniatur kapal bercadik ganda
Miniatur kapal bercadik ganda
Di sudut yang lain museum juga terdapat miniatur Menara Kudus ataupun Masjid Agung Demak. Tidak ketinggalan berbagai koleksi alquran tulisan tangan. Dari informasi yang tertera di bawahnya, alquran tersebut koleksi dari Pesantren Ki Ageng Pandanaran, Klaten. 

Koleksi literatur juga ada yang dibuat dengan media daun lontar. Tumpukan daun lontar yang sudah dikemas layaknya media menulis ini berisikan tentang kisah legenda serta obat-obatan. Tulisan dalam bentuk pahatan dan diperkirakan pada abad ke delapan belas. 

Replika sepasang sapi putih dengan gerobak di belakangnya tepat dihadapanku. Ini adalah Saradan, alat yang digunakan untuk mengangkut kayu gelondongan dari tempat yang sulit dijangkau. Sekilas bentuknya mirip gerobak sapi biasa. 
Saradan, sarana untuk mengangkut kayu zaman dahulu
Saradan, sarana untuk mengangkut kayu zaman dahulu
Museum Ronggowarsito ini sangat luas, ada banyak gedung yang menyajikan berbagai koleksi berbeda-beda. Mulai dari diorama kehidupan warga di Jawa Tengah, berbagai jenis wayang lengkap dengan ala tempat pentas, hingga kain-kain Jawa Tengah. 

Tidak terasa beberapa tempat di lantai dua ternyata hanya memutar, sehingga aku sudah dua kali menuju tempat tersebut. Selanjutnya aku menuju lantai satu, di sini ingin sekadar istirahat sebentar sebelum melanjutkan jelajah ruangan yang lainnya. 

“Kalau mau lihat ruang galeri koleksi emas, mas? Itu ada barengan tamu dari Solo,” Ujar petugas museum. 

Aku langsung bergegas menuju ruangan yang tidak jauh dari pintu masuk. Kutunggu tiga orang yang berkunjung khusus ke museum dari Solo ini keluar dari ruangan. Setelah itu aku melihat berbagai koleksi yang berada di dalam bingkai kaca. 
Beberapa koleksi emas di Museum Ronggowarsito
Beberapa koleksi emas di Museum Ronggowarsito
Ada banyak koleksi yang di ruangan emas, semuanya di dalam kaca transparan dan terkunci. Di dinding terdapat koleksi foto yang berisi dokumentasi pemberian imbalan jasa temuan benda Cagar Budaya berupa emas dari Klaten pada tahun 1991. 

Usai dari ruangan tersebut, aku kembali bersantai. Berbincang dengan petugas yang duduk di teras dalam museum. Beliau adalah Pak Sampun, salah satu petugas yang menyapaku sedari awal sebelum masuk museum. 

Beliau menuturkan kunjungan biasanya lebih banyak pada akhir pekan. Hari jumat seperti ini tidak terlalu banyak, pun dengan hari biasa yang lainnya. Kunjungan terlihat membludak saat masa selepas ujian sekolah. 

Pandanganku tertuju pada lelaki sepuh yang menggunakan topi ala seniman sedang duduk dan menelpon. Beliau ditemani dua orang, salah satunya dari salah satu dinas di Semarang. Seingatku, beliau sedang menulis buku, dan mencari tambahan informasi dari Museum Ronggowarsito. 
Pengunjung museum Ronggowarsito yang mencari literatur di perpustakaan
Pengunjung museum Ronggowarsito yang mencari literatur di perpustakaan
Sedikit yang aku dengar, beliau mencari topik tertentu di perpustakaan Ronggowarsito. Sebelumnya beliau sudah mendapatkan tambahan referensi dari Perpustakaan Sonobudoyo Yogyakarta. 

Kami sempat bertemu saat berada di dalam perpustakaan Ronggowarsito. Hanya saja literatur yang beliau cari tidak ada di perpustakaan ini. Beliau meninggalkan kartu nama kepada pustakawan, dan berharap jika ada literatur yang dicarinya bisa menghubunginya kembali. 

Di perpustakaan Museum Ronggowarsito, aku melepas lelah sembari membaca beberapa koleksi yang di sini. Pun berbincang dengan tiga mahasiswa jurusan Ilmu Perpustakaan Undip yang sedang magang. 
Koleksi di Perpustakaan Museum Ronggowarsito
Koleksi di Perpustakaan Museum Ronggowarsito
Menjelang pukul 11.30 WIB, aku keluar dari museum. Tidak jauh dari museum ada masjid yang masuk gang. Melintasi warung kecil di depan sekolah dasar, suara pelantang masjid terdengar kencang. Jumat ini aku menunaikan salat jumat di masjid tersebut. 

Tuntas juga agenda hari ini. Kunjungan ke Museum Ronggowarsito sebenarnya memang sudah terencana. Ini artinya masih ada utang satu museum lagi yang nantinya aku kunjungi di lain kesempatan, yakni Museum TNI Mandala Semarang, atau museum-museum yang lainnya di Semarang. *Museum Ronggowarsito; Jumat, 04 Januari 2019.

14 komentar:

  1. Pas aku main ke sana kebetulan mayan ramai karena ada rombongan anak2 sekolah. Tp pas naik ke lantai 2 nggak ada manusia sama sekali. Gilaaaa, saking takutnya buru2 turun dong ndak ana setan 🤣

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lantai dua memang sepi banget sih. Sayang banget kalau museum sebagus ini tidak banyak yang mengunjungi

      Hapus
  2. aku jadi tertarik membaca lebih tentang karangsambung, akhirnya ku-googling
    ternyata batuan di sana punya sejarah ya,
    padahal lokasinya di tengah, jauh dari laut

    BalasHapus
    Balasan
    1. Heheheheh, sama waktu aku pertama baca di sana, mas. Iseng ngecek dan ternyata memang menarik diulas.

      Hapus
  3. Belum pernah ke semarang nih, selain lawang sewu sepertinya musium ini oke juga dimasukin ke itenarary, thanks infonya ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dari Lawang Sewu lokasinya tidak begitu jauh kok. Naik ojek bisa. :-)

      Hapus
  4. saya kemaren ke semarang jalan2 ke kota lama

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kota Lama memang selesai dipugar, pengunjungnya ramai banget kalau sore

      Hapus
  5. uwowww! ada ginian ternyata di Semarang hahaha
    sering bolak-balik Semarang tapi gak pernah tahu ada museum ini.
    kayaknya harus masuk daftar nih kalau ke Semarang lagi. soalnya saya suka sesuatu yang berbau sejarah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semarang sebenarnya banyak destinasi yang berhubungan dengan heritage, daeng. Cuma kudu lama di sini biar asyik ahahhahhah

      Hapus
  6. museum segede ini, bagus juga dalamnya, hanya 4 rb tiket masuk, dan yg datang ga rame :(. sedih... kapan ya museum indonesia bisa selalu ramai seperti museum2 di jepang. dibilang tiket mahal, ya ga lah... 4 rb beli nasi bungkus aja ga cukup. berarti kan orang2 kita masih banyak yg blm tertarik visit museum ato belajar sejarah dari museum.. apa krn museum di indonesia ga interaktif ya mas?

    aku selalu suka dtg ke museum.. ini tempat untuk belajar sejarah dgn cara asik sbnrnya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang ini yang harus dipelajari bersama. Di Jogja juga sama, museum-museum pun tidak sedikit yang sepi. Harus ada inovasi untuk menarik perhatian.

      Hapus
  7. penataan museumnya bagus .... memang museum2 seperti ini biasanya jarang pengunjung ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga saja ada inovasi yang membuat museum ini bisa dikunjungi banyak wisatawan, kang

      Hapus

Pages