Menyesap Americano kala pagi |
Pandemi belum berlalu, pemerintah menggadang-gadang kita harus memulai hidup dengan kenormalan baru dalam beraktivitas. Selama ini, aku berani mengopi dengan datang ke kedai dan membawa pulang minuman. Hanya duduk tak lebih dari setengah jam. Itupun waktu sepi.
Pertengahan bulan juni fenomena baru menyeruak. Pecinta sepeda pagi hingga malam memenuhi lini masa. Pemberitaan kurang sedap banyak beredar. Aku sedikit terusik, sesekali ikut berkomentar menangkal. Akun sepeda yang kuurusi banyak menerima pesan terkait fenomena tersebut.
Minggu pagi, aku sudah merencanakan untuk bersepeda. Menyusuri jalur alternatif, mencari sarapan, dan pastinya mengopi. Sekali jalan, banyak yang bisa kulakukan. Konten sepeda dapat, pun dengan konten kedai kopi.
Dongeng Kopi menjadi tujuan bersepeda. Tempat baru di sekitaran arah Kaliurang membuat rutenya agak menanjak, tapi masih bisa ditempuh bagi pemula. Sebelum di sini, Dongeng Kopi pernah berlokasi di dekat UPN dan di Jalan Damai.
Sudah lumayan lama Dongeng Kopi buka di Jalan Grogolan, Umbulmartani, Ngemplak, Sleman. Ini rencananya kedatanganku yang kedua. Sebelumnya, aku singgah di kedai ini waktu Agus Mulyadi menikah dengan Kalis. Acara resepsi bangunan samping kedai.
Aku sengaja mulai bersepeda pukul 07.45 WIB. Wadah air mineral, pembersih tangan, masker, dan yang lainnya kusiapkan. Kuambil rute jalur jalan Tajem, harapannya di sana tidak banyak berinteraksi dengan pengendara sepeda layaknya jalan Kaliurang.
Petani memanen padi di sudut Sleman |
Rata-rata, pesepeda berangkat pagi. Selama di perjalanan memang sempat berpapasan dengan pesepeda yang mulai turun dari arah Kaliurang. Aku tidak memasang target waktu, benar-benar bersepeda santai. Sudah lama tidak bersepeda akhir pekan.
Di sela-sela bersepeda, aku malah berhenti di petakan sawah yang tidak luas. Di sini para petani sedang bergotong-royong panen. Sejenak aku berhenti, melihat aktivitas mereka, dan mengabadikannya.
Kami bersenda gurau. Melihatku membawa kamera, salah satu bapak yan paling dekat berteriak ke temannya kalau sedang difoto. Mereka terkekeh, sesekali berpose mengangkat padi dan sabit yang di tangan. Keramahan warga membuat suasana pagi jauh menyenangkan.
“Enak ya mas bisa sepedaan, kami harus bekerja,” Celetuk bapak di dekatku.
Sedikit terkaget aku mendengar seloroh beliau. Sembari tersenyum kujawab selorohan tersebut. Intinya, aku pun bekerja dan hanya luang akhir pekan. Sehingga kumanfaatkan waktu itu untuk bersepeda.
“Sami mawon pak, mung sawang sinawang.”
Aku menekankan bahwa hidup itu pada dasarnya sama. Tinggal bagaimana orang lain memandang tersebut. “Sawang Sinawang” sebuah filosofi Jawa yang mengungkapkan tentang sudut pandang orang memandang kehidupan.
Usai bincang sesaat, aku melanjutkan perjalanan. Tinggal dekat lagi sampai Dongeng Kopi. Seingatku, selepas dari petakan sawah yang panen, aku hanya beriringan dengan satu pesepeda. Lebih banyak berpapasan pesepeda yang turun.
Jarak tidak jauh, hanya saja aku ingin menikmati waktu bersepeda. Di tiap tempat sepi dan menurutku teduh, aku berhenti. Duduk santai sambil memotret. Sesekali menunggu papasan pesepeda, lalu mengabadikan mereka saat melaju.
Berpapasan dengan pesepeda akhir pekan |
Americano, Pisang Goreng, dan Sarapan Pagi
Area parkir Dongeng Kopi masih sepi. Ada dua sepeda yang terparkir. Selebihnya lengang. Aku memarkirkan sepeda menjadi satu dengan sepeda yang lainnya. Di sini, sudah tersedia dua tempat parkir sepeda sejak minggu lalu.
Dongeng Kopi membuat inovasi baru. Tiap pekan buka lebih pagi. Mulai pukul 08.00 WIB. Di hari biasa, kedai ini mulai buka pukul 10.00 WIB. Selain buka pagi, tiap akhir pekan juga menyediakan menu sarapan.
Hawa sejuk kurasakan, suasana masih lengang. Aku menuju kedai, satu pengunjung sedang asyik menyesap kopi susu menoleh ke arahku. Kami hanya saling sapa sesaat, lalu aku menuju dalam kedai.
“Minuman yang tersedia apa?” Tanyaku sembari melirik daftar menu di meja.
Barista yang bertugas menerangkan minuman yang siap dipesan. Pun dengan kudapannya. Aku memesan Americano dan kudapannya Gedhang Londo. Americano menurutku pas dinikmati saat waktu masih lengang dan pagi.
Parkir sepeda di kedai Dongeng Kopi |
Buka pagi, di sini barista ditemani jurumasak. Mereka berdua melayani pembeli. Pukul 09.00 WIB ini baru ada empat pengunjung. Dua pengunjung yang lainnya adalah pesepeda, satu lagi pengunjung asyik membaca buku.
Pada dasarnya, pagi ini yang datang adalah orang-orang kenalan atau pelanggan lama Dongeng Kopi. Sedari dulu, orang-orang Dongeng Kopi pandai menjaga pertemanan dengan pelanggannya. Ini menjadi poin utama sehingga Dongeng Kopi sampai sekarang masih diingat pecinta kopi.
Sembari menunggu menu siap saji, aku menyempatkan untuk memotret area dalam kedai kopi. Berbagai biji kopi tertata rapi. Menjelang agak siang mulai ramai pengunjung. Rata-rata mereka duduk di area luar kedai.
Di dalam tidak banyak meja dan kursi. Kursi dan meja panjang menggunakan belahan papan agar lebih artistik. Jika tidak salah, kayu yang digunakan sebagai meja maupun kursi adalah bongkahan pohon jati yang dibelah tengah, serta sudah mengkilap diplitur.
Kursi yang nyaris ukurannya sama juga diletakkan depan meja barista. Biasanya para pengunjung yang ingin berbincang dengan barista atau melihat barista membuat kopi duduk di sini. Pagi ini, ada satu orang yang duduk di kursi tersebut.
Daftar menu dan harga Dongeng Kopi Jogja |
Teras depan menjadi tempatku duduk. Di sini aku berbaur dengan dua pesepeda yang lainnya. Salah satu pesepeda juga pelanggan lama Dongeng Kopi. Kami berbincang-bincang terkait kopi, lalu merambah ke sepeda.
Konsep terbuka dengan lahan yang cukup luas membuat Dongeng Kopi nyaman mengatur tata letak meja dan kursi. Sisi barat kedai terdapat tanah lapang, di sana sudah berjejer meja dan kursi kecil. Bentuk meja kecil dilengkapi empat kursi ini lebih nyaman untuk berbincang sembari menyesap kopi.
Selain tempat mengopi, di Dongeng Kopi juga lengkap fasilitas musola. Ada tiga toilet yang bisa digunakan, pun dengan tempat wudu. Ruangan musola bisa digunakan salat jamaah antara lima orang atau lebih.
Halaman luas kedai Dongeng Kopi |
Segelas Americano panas diantar ke mejaku. Kuucapkan terima kasih, jurumasak sekaligus menjadi pramusaji berlalu. Selang sesaat, kembali pesanan pisang goreng datang. Di menu namanya Pisang Londho. Mungkin karena ditambahi coklat atau kenapa penamaannya.
Karena keasyikan berbincang dengan dua teman baru, aku sampai lupa memotret kopi di sudut yang lain untuk konten. Kopi sudah kusesap, pun dengan pisang goreng. Rasanya jauh lebih manis, dan jika terlalu lama agak keras. Saranku, cepat habiskan sebelum dingin.
“Sarapan sudah siap, siapa tahu ada yang ingin sarapan?” Kembali pramusaji mengabarkan.
Aku dan salah satu kawan memang menunggu sarapan. Kami menikmati sajian makan desa. Di sini tersedia sayur lodeh dan sayur sop. Lauk yang tersedia baru gorengan. Selang setengah jam, sudah ada telur dadar.
Jika untuk sarapan, aku rasa pukul 10.00 WIB baru tersedia itu agak terlambat. Mungkin Mas Renggo dan manajemen bisa menyediakan di waktu leih pagi. Misalkan pukul 08.30 WIB sudah tersedia menu sarapan. Bagi pesepeda, itu waktu yang tepat. Kecuali segmennya memang bukan sepenuhnya untuk pesepeda akhir pekan.
Minum kopi dan sarapan |
Perpustakaan dan Toko Buku
Mungkin bagi orang yang baru datang ke Dongeng Kopi sedikit heran dengan semacam rak buku yang tertata rapi di sisi timur meja barista. Di sana ada banyak buku bacaan yang bisa kita baca sembari menyesap kopi.
Buku-buku tersebut sebagian besar sudah dilabeli. Sebagian lagi tanpa label. Suatu masa, aku pernah melihat akun Instagram Dongeng Kopi menawarkan paket penjualan buku. Sayangnya saat itu stok bacaanku masih banyak, sehingga tak ikut membeli.
Berbagai buku dengan genre beragam tersedia di sini. Mungkin kalian ada yang suka dengan membeli buku atau aksesoris yang lainnya? Bisa mengunjungi kedai Dongeng Kopi di sekitaran kaki Gunung Merapi.
Aku lama duduk di kedai kopi ini. Sedari pukul 09.00 WIB hingga selepas salat duhur. Kusempatkan salat duhur di sini sebelum pulang. Tepat pukul 12.45 WIB, aku undur diri. Berpamitan dengan Mas Renggo yang sudah ada di kedainya.
Buku-buku di Dongeng Kopi |
Jalur yang kupilih sama dengan sewaktu berangkat. Menyusuri jalur alternatif itu lebih menyenangkan. Setidaknya aku bisa menghindari kendaraan bermesin yang ramai, serta lebih cepat sampai tempat tinggal.
Sekian lama vakum bersepeda di akhir pekan, aku kali ini kembali memberanikan diri bersepeda dengan mematuhi protokol kesehatan dan lalu-lintas. Belum tahu akhir pekan depan, apakah tetap bersepeda, atau menepi di kosan sembari membaca buku. *Dongeng Kopi; 21 Juni 2020
wuih mantep, tempat parkirnya udah ramah buat para goweser :)
BalasHapusBenar mas, sengaja ke sini gegara melihat story kedainya yang ada parkir sepeda. Abis itu langsung kuagendakan ahhahahah
HapusDongeng Kopi tuh itungannya dekat dengan rumah dibanding aku datang ke coffeeshop di area kota, tetapi malah sampai sekarang belum kesampaian buat main ke sana. Besok-besok ajak Aqied ah.
BalasHapusCocok ngajak Bre mbak, soalnya tempat luarnya luas. Bisa buat lari-lari dan gak bakal suntuk Bre di tempat semacam ini
HapusBerangkat 7.45 sampe jam 9, berarti butuh waktu 1 jam lebih. nek menurutku itu termasuk cepet banget sih. hahaha. padahal itu udah sama foto-foto ya.
BalasHapusketoknya aku nek sepedaan bakal segitu juga waktunya, tanpa foto-foto. wkwkw
Penting itu dinikmati selama perjalanan, terlebih sepedaan pakai masker rasanya beda. Ritme kita mengatur nafas benar-benar kudu dijaga dengan baik
HapusPas liat daftar menunya mata langsung ketuju ke menu Zuma. Kocak juga pilihan namanya, mengingatkan pada game pc yang cukup ikonik jaman dulu. Trik marketing yang berhasil karena bikin pengen nyoba hehe.
BalasHapusTapi bagus juga ya konsep kafenya, punya koleksi buku dan ngasi kesempatan pengunjungnya buat baca-baca koleksi buku yang ada. Yang punya kafe sepertinya juga suka baca, jadi kafenya didesain biar mendorong orang buat tertarik baca buku juga.
Hahahahha, kepikiran juga dengan permainan yang melegenda pada zamannya untuk mengisi kekosongan waktu. Mas Renggo (pemilik kedai) memang konsepnya begini terus. Menyenangkan.
HapusLho, aku baru tau mas Agus sama Kalis nikahnya di sini. Lucu ya nikahnya di cafe. Aku mendamba nuansa sarapan sederhana tapi nikmat kayak gitu. Kopi, nasi dan lauk rumahan, pisang goreng, suasana semi outdoor, udara sejuk, dan cahaya matahari.
BalasHapusIya, tepat di samping gedung ini, sekilas malah seperti lahan bersama hahahahah
HapusTd liat videomu, lumayan kencang juga yaa hahahaha.. aku trakhir naik sepeda pas SMp ato awal SMU. Jd ntah msh bisa naik sepeda ato ga :D. Ga prnh coba lagi..
BalasHapusItu jalannya bikin kangen ih... Ingetin aku Ama jalan2 kecil antara solo Dan Jogja . Akupun kalo mau ngopi2, liat tempat juga mas.kalo rame mnding mundur :D. Cari yg sepi.. biar aman :).
Ini nggak kenceng sih mbak, cuma pas agak datar aja, jadi lebih konsisten jalannya. Kalau pas tanjakan mah boro-boro pegang kamera, pengennya ada pintu doraemon ahahhaha
HapusAsik ya abis berkeringat bisa kulineran. Suasananya ajib juga untuk nyantuy-nyantuy
BalasHapusPenting nggak lanjut libas kolesterol yang banyak ahahhahah. Biar tetap aman
HapusAku kok malah nggak pernah kepikiran berburu kuliner sembari gowes ataupun jogging. Entah kenapa nggak tertarik buat ngisi perut. Etapi kalau lihat gorengan ngiler juga hahahaha. Semenjak mulai berani keluar aku juga mulai jogging lagi dan mulai gowes, dan sibuk nyari konten sunrise dengan view sawah-sawah muwehehehe. Yaitu kadang ya bapak ibunya malu-malu klo dipotret pas lagi tandur. Olahraga gak finish-finish, sibuk nyari konten bhuahahaha.
BalasHapusHahahaha, kalau di Jogja sini niatnya gowes itu cari sarapan, mas.
HapusJadi kalau gowes berangkat pagi, pulangnya di atas pukul 12 siang.
Enak banget abis sepedaan langsung sarapan dan ngopi di kedai. Yang tempat diluar cocok banget kalo pagi hari ngopi sambil berjemur
BalasHapusKebiasaan di sini seperti itu mas. Gowes buat kuliner. Jadi memang sudah sepaket
HapusJadi mengingat2 lagi kapan ya terakhir ke situ. Kayanya barengan sama temen dari Malaysia yg mau make your own coffee deh.
BalasHapusPas awal awal ngampus di atas dulu, beberapa kali mampir ke situ sebelum pulang, atau kalau ada jeda antar jam. Adem walo tanpa AC. Idola tetep cold brew nya donks
Itu artinya waktu kita bertemu di kedai kopi sekitaran Jakal dan lanjut makan di sekitaran UNY.
HapusAku lupa nggak tanya cold brew-nya
Tempat ngopi nya enak banget Mas, suasana di desa dengan menu tradisional. Terus ada perpustakaannya pula, jadi makin betah kalau memang sedang senggang.
BalasHapusMenu sarapan ini sementara tersedia di akhir pekan. Siapa tahu kalau hari biasa juga buka
HapusJadi buku-buku itu bisa kita baca dengan bebas ya mas?? Keren juga, tempat ngopi sekaligus perpustaan dan jual buku.. Kopi memang tepat sebagai teman membaca..
BalasHapusaku ingin sepedaan juga tapi sayang sepedanya jauh di kampung halaman, dan harus dimodif dari fixie ke roadbike, soalnya berat kalau fixie ketemu tanjakan ahaha..
Ada buku yang sudah dilabeli, bisa kita baca selama di sini. Ada juga yang dijual, paket lengkap sudah.
HapusTempatnya nyaman gitu yaa dan ada buku" bacaan pula. Ah jadi kangen blusukan Jogja lagi. Btw salam kenal mas
BalasHapusSalah satu tempat nyaman sih untukkedai kopi. Walau dari tengah kota Jogja memang agak jauh. Yap, adanya buku dan bangunan yang tanpa AC malah menenangkan. Salam kenal juga
HapusTempat yang cukup menarik ya Mas, bisa ngopi sambil baca-baca buku.
BalasHapusbisa juga buat main kalau ada anak kecil. Anaknya lari-lari, orangtuanya santai hahahahah
HapusTempat ngopinya asik banget. Tempatnya terlihat nyaman, pantesan Mas Sitam betah lama-lama di sana. Meski sarapan tersedia kesiangan, juga tetep sabar nungguin. Mungkin itu strateginya Dongeng Kopi untuk sedia sarapan agak siang, supaya njenengan bisa menikmati pisang londho dulu.
BalasHapusHahahaha, kalau sepedaan, seringnya aku memang pulang agak lama, mbak. Biar sekalian puas dolannya
HapusWah, ternyata sudah pindah 2 kali? Saya terakhir ke sana pas Dongeng masih deket JIH itu, Mas. :D Tapi tempatnya masih berkarakter banget. Itu kayaknya buku menu masih sama kayak yang dulu ya? :D
BalasHapusIya mas heheheheh.
HapusWah yang di Wahid Hasyim itu yang pertama. Saya juga ke sana beberapa kali. Bukunya masih konsep sama dengan awal mas
Tombak Tjoetjoekan ─ nomer satu yang jadi favorite! 😁
BalasHapusWeh, ibu dua momongan masih menyempatkan ngeblog lagi. Ayo ajak mas Ucil, ngopi barneg lagi hahahahha
Hapus