Sudut-Sudut Bercerita di Selasar Lapas Wirogunan - Nasirullah Sitam

Sudut-Sudut Bercerita di Selasar Lapas Wirogunan

Share This
Selasar di depan Lapas Wirogunan
Selasar di depan Lapas Wirogunan
Rombongan mahasiswa yang kutemani melintasi lorong gerbang Lapas Wirogunan. Pak Saleh selaku Kalapas Wirogunan mengajak kami mengunjungi media edukasi dan informasi sejarah Lapas Wirogunan yang ada di selasar jalan.

Kamera kembali kuhidupkan. Selama mengelilingi Lapas, kamera kutinggal di ruangan. Kami hanya diperbolehkan memotret di dalam aula dan sudut lapas yang ada kutipan menarik. Selebihnya, semua dokumentasi harus dari kamera Tim Humas Lapas.

Lorong lapas penuh dengan mural, pun dengan tembok yang menjulang tinggi mengitari area lapas. Dulunya, tembok ini penuh coretan vandal dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Hingga suatu ketika, Lapas mengubah coretan tersebut dengan berbagai mural dan media edukasi lembaga pemasyarakatan.

Tulisan Lapas Wirogunan beserta logo di atasnya tersemat dari luar gerbang. Pun dengan mural tiang-tiang yang bentuknya ciri khas Jogja. Selain itu, sebuah mural seperti prajurit menggunakan pakaian lengkap berwarna biru begitu besar di balik pintu gerbang.
Memotret Lorong Gerbang Lapas Wirogunan
Memotret Lorong Gerbang Lapas Wirogunan
Jeruji menjulang tinggi kulewati. Di tepian jalan, tepatnya sepanjang selasar trotoar jalan Lapas Wirogunan, berbagai gambar menceritakan transformasi penjara dan lapas. Kami berhenti di pintu utama lapas, tembok putih tertutupi pintu kayu tebal berwarna kecoklatan.

Tulisan Gevangenis En Huis Van Bewaring merupakan nama Lapas Wirogunan di masa penjajahan Belanda. Pihak lapas sengaja memugar bagian depan diperuntukkan bagi orang-orang yang ingin mengenal lebih dekat dengan Lapas Wirogunan.

Gevangenis En Huis Van Bewaring sendiri mempunyai makna Penjara dan Rumah Tahanan. Dibaca dari informasi yang tertera, kurun waktu 1905-1921 dibentuk penjara-penjara pusat dibuat oleh Belanda, termasuk dibangunnya Lapas Kelas II Yogyakarta.
Nama Asli Lapas Wirogunan pada masa penjajahan
Nama Asli Lapas Wirogunan pada masa penjajahan
Berbagai informasi dan sejarah lapas dari masa ke masa tertuang pada museum mini yang ada di selasar. Sebuah terobosan yang patut kita apresiasi. Tembok penuh berbagai coretan disulap menjadi sudut-sudut yang penuh cerita.

Aku terus mengikuti rombongan, Pak Saleh dengan penuh semangat bercerita tentang lapas. Dua majalah dinding yang dilengkapi dengan foto serta narasi informasi di dalamnya. Bagian atas bertuliskan Transformasi Kepenjaraan dan Jejak Pemasyarakatan.

Informasi yang disampaikan pada majalah dinding cukup informatif. Aku bisa membaca secara singkat transformasi kepenjaraan. Mulai tahun 1872-1905 pada periode kerja paksa tidak ada hukuman kurungan. Dulunya yang berlaku hukuman mati, denda, dan ditampung.

Berlanjut pada tahun 1905-1921 mulai ada penjara dan rumah tahanan. Pada masa ini semuanya dicampur tanpa ada perbedaan gender dan usia. Tahun 1921-1942 mulai ada perbedaan tempat tahanan dari gender, usia, dan lainnya. Tapi tahun 1942-1945, kembali penjara menjadi lembah hitam di masa Penjajahan Jepang.
Media edukasi terkait Lapas Wirogunan dari masa ke masa
Media edukasi terkait Lapas Wirogunan dari masa ke masa
Pun dengan Jejak Permasyarakatan. Perubahan demi perubahan terus berkembang menyesuaikan waktu. Poin-poin yang disorot mulai dari Periode Pengakuan dan Penghormatan HAM, Periode Reformasi Permasyarakatan, Lahirnya Undang-undang Permasyarakatan, hingga Jejak Pemasyarakatannya.

Tiap majalah dinding itu dilengkapi dengan berbagai foto pendukung. Aku membaca beberapa keterangan pada bagian bawah foto. Tak jauh dari sini, sebuah relief menggambarkan bagaimana getirnya penjara di masa silam.

Seragam lengkap petugas penjara pada masa penjajahan tersimpan lengkap dengan berbagai senjata yang digunakan. Tulisan Memorabilia Lapas Yogyakarta tersemat di bagian atas. Kita bisa membayangkan, bagaimana getirnya hidup di penjara ketika masa-masa perjuangan.

Pak Saleh selalu menuturkan cerita dengan lengkap. Salah satu mahasiswa bertugas sebagai penerjemah. Kulihat, mahasiswa internasional cukup antusias. Selain mendengarkan cerita, mereka juga mengambil foto di sudut-sudut selasar.
Semacam seragam petugas lapas pada masa penjajahan
Semacam seragam petugas lapas pada masa penjajahan
“Kita masuk di ruang transit,” ajak Pak Saleh.

Ruang transit ini berbeda pintu dengan gerbang utama. Sebuah ruang besar dan beberapa ruangan. Seingatku, jendela yang dilengkapi teralis jeruji menghadap langsung ke jalan raya. Dari jendela, kita bisa melihat orang yang berlalu-lalang di sekitar selasar.

Satu meja bundar kecil dilengkapi empat kursi beranyam rotan. Bangunan ini menjulang tinggi. Ciri khas bangunan pada masa Belanda dengan berbagai ornamen klasik. Terdapat anak tangga yang melingkar naik. Bisa jadi di atas ada ruangan yang lainnya.

Ada juga beberapa kursi panjang, sehingga tempat ini bisa menampung lebih banyak orang. Pada bagian tengah sudah diberi tanda silang, mengikuti aturan jaga jarak selama pandemi. Lagi-lagi, Pak Saleh mengizinkanku untuk memotret di ruangan ini.
Ruang transit tamu di Lapas Wirogunan
Ruang transit tamu di Lapas Wirogunan
“Ada buku-buku lama yang kami dapatkan di gudang. Ini yang terselamatkan,” terang Pak Saleh.

Di rak buku, terdapat susunan buku lama. Bahasa yang tertulis ini menggunakan Bahasa Belanda. Aku tertarik dengan koleksinya, dan memotret judul dan isi buku. Pikiranku teringat matakuliah Filologi sewaktu masih kuliah di Jurusan Ilmu Perpustakaan.

Pak Saleh bercerita, beliau merawat koleksi ini dan berharap ada yang bisa menerjemahkan. Kubuka satu eksemplar buku, di dalamnya seperti bait-bait puisi. Aku pun penasaran dengan isi pada satu buku tersebut. kembali buku ini kuabadikan.

Di media sosial, aku mengikuti akun @Sam_Ardi dan menyertakan foto salah satu koleksi yang ada di Lapas Wirogunan. Unggahanku mendapat respon dari akun @KangRendra. Beliau mengatakan, jika ditilik dari sampulnya, bisa jadi koleks Ex-Libris Tjokrosoemarto.

Tak ketemukan literatur terkait nama yang disebutkan, tapi beliau juga mengatakan dulunya Tjokrosoemarto adalah salah satu “orang ampuh” mungkin yang dimaksud itu berpengaruh besar. Perpustakaannya diambilalih menjadi toko buku, bangkrut, dan dijual bebas koleksinya.
Sedikit koleksi buku lama yang terselamatkan di Lapas Wirogunan
Sedikit koleksi buku lama yang terselamatkan di Lapas Wirogunan
Ada banyak hal yang menarik terkait buku-buku lama peninggalan Belanda ataupun yang lainnya. Tapi, aku cukup melihat sampai di sini saja. Semoga buku-buku tersebut tetap terjaga dengan baik dan pastinya bermanfaat sebagai koleksi di Perpustakaan Lapas.

Jauh sebelum berkeliling menilik sudut-sudut selasar penuh cerita dan sejarah, aku dan rombongan sempat berkeliling di Lapas Wirogunan. Sebuah pengalaman yang sangat berharga, melihat lapas secara langsung, serta berdiskusi dengan petugas di sana.

Salah satu yang membuatku tertarik di dalam lapas ini adanya sudut-sudut yang dilengkapi dengan tulisan-tulisan ala Teras Kaca Malioboro. Berhubung di sini boleh berfoto, aku mengabadikan diri di salah satu sudutnya.
Berfoto di bagian dalam lapas Wirogunan
Berfoto di bagian dalam lapas Wirogunan
Untuk masuk ke tempat ini, kita harus mempunyai tujuan dan surat izin. Aku memotret di tempat-tempat yang diperbolehkan. Saat keliling lapas, kami harus meninggalkan kamera dan gawai di satu ruangan. Peraturan ini wajib untuk dipatuhi.

Lapas Kelas II Wirogunan menampung lebih dari 300 orang, dan masih cukup memadai ruangannya. Mereka mempunyai komitmen tinggi untuk memperbaiki segala fasilitas di dalamnya, pun menggandeng tim kesehatan.

Selain itu, untuk merangkul masyarakat umum agar mengenal lebih dekat dengan Lapas Wirogunan, pihak lapas membuat berbagai mural serta media edukasi pada tembok di selasar. Sebuah terobosan yang tepat. Selasar yang dulunya penuh coretan menjadi salah satu spot berfoto sekaligus mengenal sejarah lapas. *Yogyakarta, Rabu, 15 Juni 2022.

8 komentar:

  1. wah ternyata bangunannya dah suwi juga ya...sejak jaman Belanda..bahkan koleksi bukunya sampai mengingatkan saat studi di ilmu perpustakaan. Bahasanya Belanda, jadi penasaran dengan isi bukunya aku. Menarik juga ya, beruntung ada Pak Saleh yang bisa menjelaskan banyak hal tentang lapas ini untuk rombongan mahasiswa yang berkunjung

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak. Sebuah pengalaman yang menyenangkan bisa berkunjung serta belajar di sini.

      Hapus
  2. ternyata lapasnya sudah ada sejak jaman penjajahan ya
    menarik juga, ada spot foto foto nya
    heuheuheu

    BalasHapus
  3. wah keren juga lapas dikemas jadi seperti ini
    ada wisata malam-nya ngga mas ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah itu, wisata malamnya apa ya ahahhaha. Sebagus-bagusnya lapas, jangan sampai kita pengen ke sana hahahahah

      Hapus
  4. Aku tuh penasaran Ama lapas mas, pengen sbnrnya bisa masuk melihat , suasana di dalam gimana. Tapi ngerti sih ga mungkin juga orang luar bisa sebebas itu. Tapi kalo ada area2 yg diizinkan buat org luar, asik juga kan. Setidaknya jadi tau sejarah lapasnya, dan bisa liat tempwt2 di dalam. Ntr kalo ke Jogja lagi, pengen ajak anak2 liat tempat ini. Mereka yg berbau sejarah dan museum gini suka.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau bagian luar bisa banget, mbak. Misalnya ke dalam, memang izinnya ketat. Dan ada beberapa praturan yang kudu diikuti sebagai bentuk sesuai SOP mereka

      Hapus

Pages