Batik di desa wisata Wukirsari sudah ada sejak lama. Terlebih lokasi desa Wukirsari tidak jauh dari kompleks makam raja-raja Mataram di Imogiri. Dituturkan secara turun-temurun bahwa pada masa lampau, para abdi dalem keraton yang mengabdi di kompleks makam Imogiri membagikan keterampilan dalam membatik di masyarakat.
Keterampilan dalam membatik kemudian terwariskan secara turun-temurun hingga sekarang. Warisan ini mengubah perekonomian masyarakat. Pada akhirnya, desa wisata Wukirsari menjadi salah satu pusat batik tulis di Yogyakarta. Sebuah tradisi yang terus bertahan untuk menghasilkan salah satu wastra terindah di nusantara.
Di sini berdiri Sentra Batik Tulis Giriloyo. Sebuah pusat kerajinan yang mempertahankan teknik membatik secara tradisional. Kearifan lokal yang memajukan sektor pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Batik ini baru kami buat dalam kurun waktu 1.5 bulan,” terang salah satu ibu yang memperlihatkan lembaran batik belum jadi.
| Seorang ibu memperlihatkan kain batik yang masih belum jadi |
Aku melihat saksama, selembar kain putih dengan ukuran 2.5 x 1.05 meter dibentangkan. Motif batik yang masih menggunakan warna dasar, belum diproses dengan warna alami. Motif yang indah nan rumit ini nantinya menjadi sebuah mahakarya dengan nilai jual tinggi.
Beliau menuturkan bahwa proses pembuatan batik tulis dengan menggunakan canting, hingga siap jual berkisar tiga bulan lamanya. Hal inilah yang membuat harga batik tulis jauh lebih mahal dibanding kain cap ataupun printing.
Di desa wisata Wukirsari hampir semua warga bisa membatik. Hingga saat ini, terdapat sekitar 600 pengrajin batik. Sementara yang mengelola di Kampung Batik Giriloyo ini terbagi menjadi tiga dusun, yakni Cengkehan, Karangkulon, dan Giriloyo. Terdapat 12 kelompok yang terdiri dari 36 orang. Mereka saling membahu ketika ada kegiatan di tempat ini.
Pagi ini, aku mendampingi mahasiswa untuk belajar membatik. Sebagian besar dari mereka merupakan mahasiswa dari Belanda yang sedang berkegiatan di Indonesia. Para mahasiswa kami ajak membuat batik untuk mengenalkan bahwa batik merupakan warisan nusantara yang sudah mendunia.
| Mengajak mahasiswa untuk belajar membatik |
Bagi para mahasiswa yang datang ke desa wisata Wukirsari, membatik merupakan salah satu aktivitas yang didapatkan. Mereka belajar membuat motif pada selembar kain kecil yang nantinya bisa dibawa pulang sebagai souvenir.
Setiap kelompok mendapatkan pendampingan. Ibu yang mendampingi memberikan contoh bagaimana cara membatik menggunakan canting. Pada proses membatik, beliau juga menuturkan berbagai cerita tentang batik. Salah satu mahasiswa Indonesia menerjemahkan ke bahasa Inggris agar mahasiswa manca lebih paham.
Proses membatik dan penuturan informasi ini merupakan salah satu cara mempromosikan batik. Sehingga nantinya para pengunjung yang datang tidak hanya menikmati aktivitas membatiknya, tetapi juga lebih tahu banyak hal tentang batik tersebut.
“Kami punya motif batik sendiri, namanya Sigunggong Wiguno,” terang ibu yang mendampingi mahasiswa membatik.
Beliau menceritakan, sekitar tahun 2017 terciptalah motif batik Sigunggong Wiguno tersebut. Motif batik ini terinspirasi dari tanaman Sigunggong yang tumbuh di sekitar makam Imogiri. Motif ini digambarkan dalam bentuk daun Sigunggong yang tersusun rapi, sehingga membentuk motif yang indah.
| Batik hasil karya mahasiswa menjadi souvenir |
“Jangan lupa diberi nama atau inisial, agar nanti mudah diketahui karyanya,” ujar ibu pendamping.
Usai membuat motif batik, seluruh hasil karya mahasiswa dikumpulkan menjadi satu. Proses selanjutnya adalah pewarnaan. Ibu-ibu di kampung batik Giriloyo, Wukirsari sudah menyiapkan ember sedari tadi. Sehingga, mahasiswa melihat proses pewarnaannya.
Kami semua terpaku melihat proses pewarnaan. Kain-kain hasil motif para mahasiswa direndam. Layaknya mencuci pakaian, buih pada ember terlihat. Setelah itu, beliau langsung memindahkan ke tempat lain untuk proses selanjutnya.
Kain-kain tersebut pindah ke kuali besar dengan air yang mendidih. Di sini mahasiswa takjub melihat proses menghilangkan lilin dengan cara merebus di air panas. Dirasa cukup, kain-kain tersebut ditiriskan, lantas dijemur. Warna putih yang awal tadi menjadi biru tua, dan garis-garis batik tadi menjadi warna putih.
| Salah satu mahasiswa manca tertarik membeli batik tulis |
Para mahasiswa mendapatkan pengalaman baru tentang proses membatik. Mereka antusias dan mencari hasil karyanya sendiri. Memotret dan sebagaian mengunggah di media sosial. Di sinilah peran desa wisata Wukirsari sebagai destinasi wisata edukatif dengan mengenalkan batik secara meluas.
Di sini juga terdapat galeri yang menampilkan berbagai kain batik tulis karya ibu-ibu desa wisata Wukirsari. Harga lembaran batik beragam, rata-rata satu kain batik harganya Rp.2.000.000 rupiah. Ada juga yang lebih mahal maupun murah. Lebih dari lima mahasiswa manca membeli kain batik. Mereka ingin membawa batik ke negaranya.
Dari kegigihan ibu-ibu yang ada di koperasi kampung batik Giriloyo, perekonomian masyarakat setempat bergerak. Membatik menjadi sebuah pekerjaan utama di desa wisata Wukirsari. Dari membatik, desa wisata Wukirsari menjadi populer dan perekonomian menjadi jauh lebih baik.
“Tahun 2009 masih dalam bentuk paguyuban, mas. Sampai akhirnya tahun 2022 berubah menjadi koperasi di kampung batik Giriloyo.”
Ibu tersebut menceritakan hampir setiap hari selalu ada tamu yang datang ke kampung batik Giriloyo. Rombongan sekolah bersama orangtuanya. Kedatangan mereka tak hanya untuk mendapatkan edukasi tentang sejarah batik, tetapi juga menambah pendapatan masyarakat dari hasil penjualan batik di galeri.
| Semacam plakat dinding adanya pendampingan menjadi Desa Sejahtera Astra |
Pemasaran batik di kampung batik Giriloyo, desa wisata Wukirsari lebih banyak secara langsung datang ke lokasi. Ada beberapa yang membeli secara daring melalui lokapasar yang tersedia. Tetapi, pangsa utamanya adalah rombongan yang berwisata ke Jogja, khususnya membatik di desa wisata Wukirsari.
Populernya desa wisata Wukirsari melalui kampung batik Giriloyo menjadikan banyak donator yang berdatangan. Mulai dari pembangunan sarana prasarana, hingga untuk pengembangan diri bagi masyarakat di desa wisata Wukirsari. Salah satunya pengembangan Kampung Berseri & Desa Sejahtera Astra yang menyokong sejak tahun 2024.
Hal ini dibuktikan dengan plakat Kampung Berseri & Desa Sejahtera Astra yang tersemat di salah satu ruangan sekretariat desa wisata Wukirsari. Di sini, terpampang juga puluhan piala penghargaan, serta berbagai koleksi dokumentasi figur-figur penting yang berkunjung ke desa wisata Wukirsari.
Pergerakan perekonomian di desa wisata Wukirsari semakin melejit karena adanya batik tulis serta pariwisata. Masyarakat yang terlibat dapat mengkombinasikan potensi daerah dengan baik, sehingga mendatangkan wisatawan dari berbagai penjuru nusantara.
| Pembangunan berbagai fasilitas di Desa Wisata Wukirsari |
Di bagian belakang, tertancap jelas plang Kampung Berseri Astra di desa wisata Wukirsari. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat di desa wisata Wukirsari dapat memberdayakan potensi dengan baik, tidak hanya untuk edukasi, tetapi juga perekonomian, maupun pariwisata.
Desa wisata Wukirsari menjadi salah satu Desa Sejahtera Astra, karena di sini terlihat kolaborasi indah antara tradisi, pemberdayaan masyarakat, serta kreativitas menjadi satu. Sehingga tumbuh menjadi sebuah desa wisata edukatif yang berdampak dan menginspirasi.
Kedatangan kami bersama rombongan mahasiswa mancanegara merupakan salah satu contoh nyata. Bagaimana masyarakat di desa wisata Wukirsari ini tidak hanya mengajarkan tradisi membatik, namun sekaligus memberikan edukasi, serta mempromosikan sebuah karya yang menghasilkan pendapatan bagi masyarakat sekitar.
Setiap lekukan jemari membentuk goresan canting di lembaran kain. Menyatu menghasilkan motif yang indah dengan nilai jual tinggi. Membatik di desa wisata Wukirsari bukan sekadar seni, melainkan sebuah ketekunan yang turun temurun untuk menjaga warisan leluhur. Batik bukan hanya sebuah karya, namun sebuah sejarah dari masa lampau, kini, dan masa depan budaya Indonesia.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar