Mengenang Masa Kecil di Museum Anak Kolong Tangga - Nasirullah Sitam

Mengenang Masa Kecil di Museum Anak Kolong Tangga

Share This
Keriuhan suara anak-anak terdengar kencang dari lantai dua, aku bergegas menaiki anak tangga menuju sumber suara. Di sana, ada lebih dari sepuluh anak kecil sedang bernyanyi dipandu seorang perempuan dewasa. Aku termangu untuk sesaat, kemudian terlarut dengan dendangan lagu Jawa yang dinyanyikan serempak. Hanya sesaat kunikmati suara dendang lagu tersebut, kemudian mereka bergegas pergi. Bahkan, aku sendiri belum sempat mengabadikan mereka.
Museum Anak Kolong Tangga Yogyakarta
Museum Anak Kolong Tangga Yogyakarta
Museum Anak Kolong Tangga Yogyakarta
“Mbak bayarnya berapa?” Kutanya pada perempuan yang menjaga pintu masuk sendirian.

“Empat ribu, mas. Mas mau sekalian memotret di dalam?” Perempuan tersebut balik tanya melihatku memegang kamera pocket.

Aku menganggukkan kepala, “Kalau sekalian memotret, dikenai biaya lima ribu, mas. Jadi totalnya Sembilan ribu.” Ujar beliau seraya menunjukkan sebuah peraturan pada kertas yang terlaminating di meja.

Kuberikan uang Sepuluh ribu. “Pas kan aja jadi sepuluh ribu, mbak,” Jawabku seraya tersenyum.

Perempuan yang menjaga pintu depan pun tersenyum, dikasihnya aku karcis masuk sekalian satu bungkus kecil souvenir yang berisi dua buah kelereng dan stiker. Sebuah karcis yang bertuliskan “Tiket Masuk Museum Pendidikan & Mainan Kolong Tangga” termasuk nominal 4000 (15 tahun keatas). Ya, kali ini aku menyempatkan diri untuk memasuki Museum Anal Kolong Tangga yang berada di Gedung Taman Budaya Yogyakarta lantai II. Lokasi ini masih di Jalan Sriwedari No. 1 Yogyakarta.

Memasuki dalam museum, terlihat di setia sudut terdapat banyak pajangan. Aku meruntuti satu demi satu setiap pajangan yang berada di dinding. Pandangan pertama tertuju pada miniatur kendaraan. Dimulai dari Sepeda jaman dulu, Dokar, Delman, Motor Vespa. Kemudian pada bingkai selanjutnya miniatur kapal laut. Phinisi, Kano, Rakit, bahkan mainan Kapal Klotok pun terpajang di sini. Bayangku tentu terpikir masa kecil yang sering bermain Kapal Klotok, takjub dengan suara dan laju kapal saat diberi Kapas + Minyak Kelapa, kemudian dibakar. Benar-benar seperti menyusuri lorong waktu menembus masa kecil yang menyenangkan. Aku tertawa sendiri jika mengingat masa itu.
Miniatur yang terpajang rapi
Miniatur yang terpajang rapi
Miniatur yang terpajang rapi
Di tengah-tengah ruangan terdapat tiga mainan yang terlihat usang. Sepeda Kayu (yang ditemukan di desa kecil dekat Magelang tahun 1992; sesuai keterangan), Gokar yang ditemukan terbengkalai di dekat Alun-alun (ditemukan tahun 1998). Keusangan mereka tampak bahwa umurnya sudah sangat lama. Tampak juga miniatur dua kendaraan yang beda jaman. Kendaraan semacam Dokar (ditarik dengan Sapi) dan juga Kereta Api. Dua kendaraan yang jaya pada masanya.
Berbagai miniatur alat transportasi
Berbagai miniatur alat transportasi
Berbagai miniatur alat transportasi
Berbagai miniatur alat transportasi
Sementara dibingkai yang lain terdapat mainan terbuat dari tanah maupun keramik. Dimulai dari peralatan dapur, sampai patung-patung kecil menghiasi setiap sudut. Warna-warni yang mencolok membuat kita akan terasa gatal untuk memegangnya. Namun, kuatkan hati selama di sini. Karena semua benda di sini terdapat tulisannya “Jangan Disentuh”. Abaikan sejenak hasrat untuk memegang, biarkan memoriku saja yang melanglang kembali ke masa silam. Masa dimana aku tidak asing dengan berbagai benda yang ada diruangan ini.
Berbagai kerajinan dari keramik
Berbagai kerajinan dari keramik
Museum Kolong Anak Tangga ini tidaklah luas, namun sedikit memanjang. Menyesuaikan dengan kondisi ruangan, sehingga benda-benda di dalamnya pun ditata sedemikan rupa, sehingga terlihat lebih bagus dan tidak mengganggu para pengunjung. Terbagi menjadi tiga sekat ruang yang besar, dan setiap sekat terdapat banyak mainan serta miniaturnya yang membuat kita dapat mengenang masa lalu.
Area ruangan di Museum Anak Kolong Tangga
Area ruangan di Museum Anak Kolong Tangga
Aku menatap lama miniatur yang terpajang disalah satu bingkai. Di sini banyak miniatur orang, hewan, maupun senjata yang berdiri. Aku pastikan setiap anak kecil pernah memiliki mainan seperti ini. Aku teringat ketika masih kecil, tidak pernah sekalipun orangtuaku membelikan miniatur orang seperti gambar ini. Namun, jangan salah. Aku mempunyai maina seperti ini lebih dari satu karung. Aku dapatkan mainan seperti ini dari laut. Jika musim-musim tertentu, banyak barang yang hanyut akibat kapal tenggelam ataupun sampah yang sudah dibuang terdampar di pantai. Sebagai anak pantai, aku dan yang lainnya selalu mengais barang-barang tersebut untuk dijual. Jika mendapatkan mainan seperti ini akan aku simpan, dan aku jadikan teman dikala sedang tidak sekolah.
Pasti dulu punya mainan seperti ini
Pasti dulu punya mainan seperti ini
Pasti dulu punya mainan seperti ini
Memasuki ruang terakhir, di sana ada terpajang semacam Wayang. Seru juka kalau misalnya diperbolehkan untuk memainkan, namun lagi-lagi aturan itu tidak berlaku. Jika setiap pengunjung diperbolehkan memegang/memainkan, bisa jadi dalam waktu sebentar barang tersebut rusak. Aku hanya membaca keterangan yang ada ditulisan bawahnya saja. Jangan kira museum ini hanya dipenuhi koleksi mainan tradisional, ada juga rak yang di dalamnya banyak boneka robot. Hayo pengen yang mana? Kalau aku sih pengen semua *rakus. Dari sekian banyaknya mainan robot, waktu kecil aku hanya punya satu. Yakni salah satu dari Power Ranger yang merah. Itu pun hasil dari mengais di pantai, dan tangannya tinggal satu yang kanan saja.
Main Wayang atau Robot?
Main Wayang atau Robot?
Main Wayang atau Robot?
Katanya, tidak afdol rasanya jika mengunjungi suatu tempat tanpa mengabadikan diri. Minimal sebagai bukti bahwa kita pernah berkunjung di sana. Aku pun memanfaatkan Tripod Mini yang selalu kubawa kemanapun aku pergi. Jemari ini sudah hapal bagaimana menaruh kamera pada sudut tertentu, agar bidikannya tepat dan seakan-akan ada yang memotret. Hasilnya pun seperti di bawah ini. Lumayan kan? Namanya juga foto sendiri.

Bergegas aku keluar melalu pintu yang berbeda. Aku tidak serta merta meninggalkan museum ini, kembali aku menuju bagian pintu masuk menemui perempuan yang menjaga. Aku sedikit mengais informasi mengenai pengunjung yang datang ke sini. Jawaban dari perempuan tersebut membuatku miris. Dalam hari biasa “Selasa – Kamis (Senin tutup),” pengunjung rata-rata antara 3-10/orang perhari. Sementara Jum’at – Minggu biasanya lebih banyak. Pengunjung akan lebih banyak lagi jika ada rombongan anak kecil yang sengaja diajak berkunjung ke sini. Di sini juga terdapat secretariat yang berguna bagi para pengunjung untuk bertanya-tanya.
Duduk tenang mengamati dan diabadikan
Duduk tenang mengamati dan diabadikan
Duduk tenang mengamati dan diabadikan
Jika ada waktu luang, ada baiknya mengajak anak kecil (adik atapun keponakan) untuk mengunjungi museum ini. Di sini, kita dapat mengajarkan pada anak kecil bagaimana rasanya pernah hidup dengan mainan-mainan tradisional. Menikmati waktu tanpa harus bergantung pada barang elektronik. Berkreasi tanpa mengeluarkan banyak uang, dan tentunnya membuat kita akan terlarut pada memori masa kecil. Masa di mana kita pernah hidup dan bermain dengan benda-benda yang ada dihadapan kita. *Kunjungan ke Museum Anak Kolong Tangga ini pada hari Sabtu, 17 Oktober 2015.
Baca juga kunjungan lainnya 

12 komentar:

  1. yang menarik, pendirinya malah orang Belgia ya mas.....
    kok sendiri e ke Sananya? hahaha :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anu mbak, ke sini sendiri siapa tahu dapat pasangan di sini hahahahhah

      Hapus
  2. Aku ke sini hari Minggu kemarin, mas. Sendirian. Sepi, nggak ada barengan pengunjung lain.
    Mau minta katalog nama2 mainan yg ada tp sayangnya habis :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, emang sepi kalau nggak ada kunjungan siswa ke museum

      Hapus
  3. Saya suka sama Museum. Sayangnya ini jauh banget di Jogja. Kalo ke Jogja kudu bisa nyamperin Museum anak ini :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di Jogja ada banyak museum yang dapat kita kunjungi dalam satu hari :-D

      Hapus
  4. wkwkwkw jadi teringet kalo ke sini slelau gagal fokus sampe gak bayar tiket masuk hadeeehhh....

    BalasHapus
  5. lihat mobil-mobilan dari kayu jadi inget masa kecil.. hhe
    oh iya, aku baru tahu lho kalau ada museum anak, thanks infonya..

    BalasHapus

Pages