Gardu Pandang dan Buku di Watu Lumbung Bantul - Nasirullah Sitam

Gardu Pandang dan Buku di Watu Lumbung Bantul

Share This
Tetesan air hujan menyatu dengan embun pagi membasahi tiap ruas besi tua Jembatan Soka Pundong. Kami meninggalkan Jembatan Pundong menuju arah Watu Lumbung. Sebuah tempat yang tahun 2015 mulai bersolek dengan konsep Kuliner, Wedangan, sambil dimanjakan pemandangan Jembatan Kretek, serta menjulang tinggi gunung yang terlihat di kala cerah. Lokasi Watu Lumbung memang masuk dalam daftar tujuanku, niatku di sini nantinya akan menikmati wedang sambil ngobrol santai.
Pemandangan dari Watu Lumbung
Pemandangan dari Watu Lumbung
“Seru kan kalau nanti di sana menyeduh teh dan makan pisang rebus,” Kataku tertawa.

Ucapanku membuat ketiga teman tersenyum. Kami lantas menaiki dua motor menuju lokasi tersebut, kedua motor melaju dengan kecepatan sedang di jalan lebar arah Siluk – Kretek, hanya memerlukan waktu tidak lama; kami sampai di jalan arah ke Watu Lumbung. Untuk menuju ke Watu Lumbung bisa ditempuh dari beberapa jalur. Jika kalian dari arah jalan Parangtritis (dari kota Jogja); tepat setelah Jembatan Kretek kalian belok kiri, melaju terus sampai ketemu plang tulisan Watu Lumbung kanan jalan. Apabila dari arah jalan Pleret, kalian ikuti jalan besar terus sampai ketemu pertigaan arah ke Goa Jepang. Terus lurus ke arah Parangtritis, nanti ketemu plang kiri jalan bertuliskan Watu Lumbung. Atau malah kalian Dari jalan raya bisa melihat rumah-rumah bambu berdiri di antara bukit kecil. Jalan menanjak serta berkelok kami libas, sampai akhirnya kami sampai di parkiran. Di sana juga aku bertemu dengan Mas Febri; temanku yang sengaja bersepeda dari Jogja ke sini. Motor kami parkir di area parkir, kemudian melangkah mencari sang empu.

“Masih sepi, ya? Kita kayaknya kepagian,” Celetuk mbak Dwi.

Ketiga temanku menyusuri jalan setapak mencari sang empu. Sebuah radio di dalam ruangan berbunyi nyaring dan melantunkan lagu. Ini artinya sang empu ada di sini. Usut punya usut, sang empu sedang tertidur lelap. Kami jadi bingung membangunkannya atau tidak, aku melangkah ke sudut lain, di sana ada beberapa piring dan gelas yang belum dibersihkan. Pasti sang empu pemilik tempat ini habis bergadang dan baru istirahat. Kami putuskan untuk bersantai saja, aku masuk ke sebuah banguan kecil yang bertuliskan “Perpus”.
Perpustakaan di Watu Lumbung
Perpustakaan di Watu Lumbung
Perpustakaan di Watu Lumbung
“Banyak juga koleksinya,” Gumanku sendiri seraya membaca.

Sebelumnya, aku meminta maaf pada pemilik tempat ini karena saat ke sini terlalu pagi dan memotret tanpa ijin. Tapi niatku hanya ingin menulis saja, tanpa berniat mengkomersilkan setiap tulisan di sini. Semoga sang empu Watu Lumbung bisa memaklumi.

“Nggak bisa pesan wedang, dong?” Celetuk Gallant.

“Minimal bisa bersantai sambil baca buku,” Seloroh kami.

Ya, Watu Lumbung memang sedang bersolek. Bagiku ini sangat menyenangkan, tak hanya tentang kuliner; di Watu Lumbung ini juga menyediakan fasilitas perpustakaan kecil yang berisi buku. Kita dapat membaca koleksi buku seraya menikmati wedang. Atau sekedar bersantai di tepian Gardu Pandang dengan membaca buku.

Pemandangan dari Watu Lumbung
Pemandangan dari Watu Lumbung
Gardu Pandang Watu Lumbung
Gardu Pandang Watu Lumbung
Kami bawa beberapa buku mengikuti jalan setapak. Di sisi kiri terdapat papan tulis dengan segala coretan kesan. Setiap pengunjung bisa meninggalkan jejak (tulisan) di sini dengan menulis nama atau inisial. Atau malah menulis kesan selama berada di sini. Dari sini aku dapat melihat indahnya Jembatan Kretek kala pagi. Kabut yang menggelayut beranjak menghilang tersapu angin. Sementara sang mentari masih malu-malu meneroboskan cahayanya. Kulihat jam ternyata masih pukul 07.25 WIB. Masih sangat pagi dan sepi, di bawah sana seorang bapak asyik membersihkan lahannya, sepertinya beliau juga mempunyai tempat untuk kuliner tepat di tikungan yang menanjak.

Aku terdiam sesaat, melihat konsep tempat kuliner yang indah. Di tanganku sebuah buku Hold Tight: Pegang Erat kulibas beberapa halaman saja. Kemudian berjalan mengelilingi tempat ini. tidak hanya gardu pandang, di sini juga ada deretan kursi bambu tepat di bawah Gardu Pandang, tak ketinggalan sebuah alat musik gamelan di gazebo. Bahkan ada beberapa sepeda tua yang terparkir di pinggir jalan.
Formasi Lengkap ke Watu Lumbung
Formasi Lengkap ke Watu Lumbung
“Lain kali ke sini agak siangan, biar bisa wedangan,” Ujarku masih penasaran pengen wedangan di sini.

“Berarti harus agak sorean. Biar sekalian bisa motret,” Timpal Gallant.

Kami berkumpul di satu tempat, kemudian aku mengabadikan teman-teman di sini.  Mbak Dwi dan Mbak Aqied foto berdua, serta Gallant (orang yang jarang pengen difoto) sendirian, setelah itu kami berempat. Sementara temanku lainnya, mas Febri masih asyik mengabadikan dirinya dengan sepeda.
Ya, kami memang gagal tak bisa menikmati kuliner pagi; karena jam buka baru pukul 09.00 WIB. Aku tetap berencana akan ke sini lagi untuk menuntaskan misi menikmati kuliner di sini. Puas bersantai, kami meninggalkan Watu Lumbung. Mengikuti arahan mbak Dwi sebagai tuan rumah. Kami tidak tahu kali ini harus ke mana lagi sebelum balik ke Jogja. Khusus untuk mengelola Watu Lumbung yang tempatnya aku jadikan objek berfoto; kami berterima kasih sekaligus minta maaf jika apa yang kami lakukan ini kurang berkenan. *Kunjungan ke Watu Lumbung Bantul pada hari Sabtu, 13 Februari 2016.

20 komentar:

  1. keren mas pemandangan dari gardu pandangnya,
    perpusnya sederhana, tapi menarik sekali nampaknya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar mas, minimal koleksi tersebut berguna bagi pengunjungnya :-D

      Hapus
  2. Weitz,,, baru tahu mas aku ada Watu Lumbung disini tak jauh dari Jembatan Soka,,,,
    Bener - bener unik, warungnya ada perpustakaannya juga,,, lumayan banyak lho mas koleksinya,,,
    Tapi kamu bawa pulang nggak mas bukunya? hahahaha,,, pizzzzzz a
    Keren dah, keren :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Heeee, bisa dikunjungi loh, mas. Wah nggak lah; kan koleksinya hanya baca ditempat :-D

      Hapus
  3. Jadi kapan mas sitam ulangtahun? Menunggu sunset di sini kayanya boleh juga yaa... maleme miedes haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbak Dwi mau menraktir? Asyik rejeki anak kos hahahahhah

      Hapus
  4. aku jarang difoto karena aku lagi jelek kak :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cukur rambut dulu biar rapi dan lebih ganteng hahahahha

      Hapus
  5. hmmmm .... enak bener baca buku di gardu pandang itu .. kerennnnn

    BalasHapus
  6. Wah jadi pengen nih kalau bisa berkunjung kesana apalagi sama teman teman pasti rame kali ya kang ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Enak lagi kalau sore sekalian liat sunset, kang :-D

      Hapus
  7. Menarik...menarik! *catat dalam list* :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Heeee ke sini sore lebih aku rekomendasikan, mas :-D

      Hapus
  8. Halo, salam kenal.
    Kunjungan perdana nih dan langsung disambut dengan cerita menarik. Saya jadi penasaran pengen main ke Watu Lumbung nih.

    Btw blognya asyik, sepertinya saya bakal betah main disini :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah terima kasih udah dikunjungi "ransel hitam" :-D
      Saya masih baru kak di dunia blog. Salam kenal :-)

      Hapus
  9. Subhanalloh indah sekali, saya baru tahu kalau di bantul ada gardu sepanjang itu dan juga tempatnya sangat nyaman, bisa betah lama2 kalau main ke tempat ini mah :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini sebenarnya palings eru kalau datang sore hari, sambil nyeduh minuman dan melihat sunset :-D

      Hapus
  10. wah kece mas kayak bolang hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Heeee, bolang tak nggak pernah tahu mau ngapain, mas :-D

      Hapus

Pages