Nyanyian Ombak di Pantai Greweng Gunung Kidul - Nasirullah Sitam

Nyanyian Ombak di Pantai Greweng Gunung Kidul

Share This
Lupakan sejenak rutinitas kerja; akhir pekan waktunya untuk berkumpul dengan teman, membahas rencana ingin main ke mana, atau malah langsung mengeksekusi rencana yang baru dibicarakan semalam. Yakinlah, setiap ide yang direncanakan seketika waktu kita menyeruput kopi biasanya lebih cepat terlaksana dibanding sebuah rencana panjang dengan banyak masukan. Satu hal yang pasti, rencana mendadak itu rata-rata berkunjung ke destinasi wisata yang tak jauh dari lokasi kita tinggal. Misalnya berakhir pekan ke pantai bareng teman yang jarang berkumpul.
Halo pantai Greweng; pakai jersey Liverpool merah lagi
Halo pantai Greweng; pakai jersey Liverpool merah lagi
Obrolan malam ini terfokus pada kerjaan. Aku, Charis, Ipin, dan Wandi yang dulu kuliah sekelas dan bekerja di tempat yang berbeda asyik menertawakan setiap keluhan yang terlontar dari mulut-mulut kami. Tak berapa lama kemudian, kami menjadi sibuk sendiri memegang hp. Semacam kumpulan tak berarti kalau hanya kumpul dan sibuk sendiri-sendiri.

“Kumpul kok megang hp masing-masing. Mana asyiknya,” Sindir Ipin seraya tertawa.

“Ke pantai yuk akhir pekan. Aku kangen main air,” Celetuknya lagi.

Setengah berteriak, kami bertiga mengiyakan. Bergegas hp diletakkan kembali pada lantai. Kami mulai mencari pantai mana yang ingin dikunjungi.

“Oke, nanti mandinya di Pantai Wediombo yang ada Lagunanya, tapi sebelumnya kita main ke Pantai Greweng. Aku baca pantai ini searah ke Wediombo dan Jungwok,” Ujar Charis.

Kesepakatan kali ini disetujui kami berempat. Aku menulis agenda akhir pekan tersebut di Grup WA. Namanya juga dadakan, jadi hanya satu tambahan teman yang ikut gabung. Sementara yang lainnya sudah ada acara lainnya terlebih dahulu.
*****
Menjelang subuh, pemberitahuan di WA sangat banyak. Salah satunya adalah grup kami yang berencana ke pantai Greweng. Pantai Greweng ini berlokasi di Jepitu, Girisubo, Kabupaten Gunung Kidul. Masuknya melalui posko TPR Pantai Wediombo. Aku segera menyiapkan kamera dan tas kecil seraya menunggu jemputan. Tepat pukul 09.00 WIB kami berenam menyusuri jalan Jogja – Wonosari. Tepat sampai di Desa Karangrejek hujan mengguyur. Kami berhenti di Warung untuk sarapan seraya menunggu hujan reda. Hujan tak deras, ketiga motor melalu jalan ke arah Tepus. Sampai akhirnya sampai di TPR Pantai Wediombo. Di sini kita bisa memasuki banyak pantai antara lain; Pantai Nampu, Pantai Wediombo, Pantai Jungwok, Pantai Greweng, dan Pantai Sedahan.

Arah pantai Greweng sejalur dengan pantai Jungwok, jadi kami mengikuti jalan bertanah liat dan bebatuan. Berbeda dengan di Wonosari tadi sempat diguyur hujan, di sini masih gersang. Tak terlihat tanda-tanda habis hujan. Motor kami parkirkan di salah satu rumah yang menyediakan area parkir tidak jauh dari plang arah pantai Greweng dan pantai Sedahan.
Simbah sedang menunjukkan rute ke pantai Greweng
Simbah sedang menunjukkan rute ke pantai Greweng
“Nanti ikuti rute ini ya mas. Setiap pertigaan jalan setapak pasti ada plangnya. Jadi nanti ikuti plangnya,” Terang simbah-simbah yang jaga parkir dengan berbahasa Jawa.

“Tidak jauh kok, hanya sekitar 500 meter saja,” Tambah beliau.

Rute jalan setapak kami lalui, di sana kami bertemu dengan mbah Soro yang sedang membawa pikulan. Beliau rencananya mengambil air untuk persediaan di rumahnya.

“Di sini sudah seminggu nggak hujan, mas,” Begitulah tanggapan beliau saat aku mengatakan kalau di jalan tadi sempat diguyur hujan.
Foto bareng mbah Soro dilang pertama
Foto bareng mbah Soro di plang pertama
Kami berjalan berbarengan dengan mbak Soro yang mengambil air di sendang kecil. Tepat di dekat kandang kambing/sapi, mbah Soro ijin belok kiri. Kami terus berjalan mengikuti jalan setapak yang lebih besar. Benar kata simbah yang jaga parkir kalau setiap ada pertigaan jalan setapak, pasti ada tanda/plang petunjuk arahnya. Jalanannya pun sedikit bervariasi, tak melulu melewati jengkalan sawah, namun juga berkali-kali bertemu dengan kandang-kandang Sapi. Di sini ternyata banyak Sapi yang di kandang jauh dari perumahan.

Karena jalan menuju Pantai Greweng itu membelah beberapa bukit, jadi di titik-titik tertentu kami harus sedikit menuruni jalan terjal. Bagi yang biasa jalan kaki tak jadi masalah. Tapi akses jalan tersebut akan menimbulkan masalah lain bagi yang tak bisa berjalan kaki. Sepanjang perjalanan, aku kira hanya rombonganku saja yang ke pantai Greweng. Dugaanku nyatanya salah besar. Di depanku ada lebih dari 10 orang yang berjalan berurutan. Rata-rata dari mereka adalah cewek-cewek yang sudah siap dengan topi lebar serta kacamata hitam serta menggunakan alas kaki seadanya. Dan tentunya tiap perjalanan, aku acapkali mendengarkan keluhan dari salah satu rombongan tersebut.
Sedikit akses jalan ke Pantai Greweng
Sedikit akses jalan ke Pantai Greweng
Sedikit akses jalan ke Pantai Greweng
“Dikit lagi sampai kok,” Candaku kala mendengar cewek-cewek rombongan lain yang mengeluh.

Gemericik suara air mengalir di antara bebatuan menuju ke laut. Ini adalah air tawar yang dimanfaatkan warga setempat. Sebuah tuas tali rafia panjang dibentangkan pada sisi kiriku, terdapat tulisan larangan untuk mengotori sampah di sini. Pantaslah tiap beberapa puluh meter di sepanjang jalan pasti kiri atau kanan jalan ada kandang hewan peliharaan (Sapi). Tak hanya itu, rerimbunan Pandan seakan-akan menyapa kami; menandakan jika tujuan kami (pantai) sudah dekat. Hembusan angin pantai mulai terasa, dan benar saja; pandanganku kali ini adalah pasir putih terhampar di antara dua tebing. Di sisinya juga terdapat aliran air tawar mengalir ke laut. Tebing-tebing batu berwarna legam berkombinasi dengan tumbuhan di atasnya yang hijau.

Seperti inilah suasana pantai Greweng pada siang hari, dibalik rerimbunan pohon Pandan sudah ada dua warung yang menyediakan segala minum dan makanan. Tepatnya di tebing yang jauh dari air namun beralaskan hamparan pasir putih terdapat dua dome/tenda berdiri. Orang-orangnya sedang duduk seraya menggelar tikar berteduhan tebing. Sudut kanan yang dialiri air kulihat dua remaja sedang berusaha memasang Hammock. Ya, akhir-akhir ini semakin banyak para pecinta alam/pantai yang menggunakan Hammock. Bahkan, aku sendiri berniat untuk membeli pada bulan depan. Siapa tahu ada yang berkenan untuk membelikan Hammock.
Pantai Greweng diapit dua tebing, seperti pantai-pantai lain di Gunung Kidul
Pantai Greweng diapit dua tebing, seperti pantai-pantai lain di Gunung Kidul
Pantai Greweng diapit dua tebing, seperti pantai-pantai lain di Gunung Kidul
Pantai Greweng tidaklah luas, tapi lokasinya strategis untuk berkemah. Menjulang tinggi dua tebing di sisi kanan dan kiri. Selepas hamparan pasir, tak langsung ombak pantai menghempas ke pasir. Ombak tersebut bergulung-gulung dan pecah terhempas karang di tengah. Barulah air tersebut sampai ke pasir. Seperti sebagian besar pantai di Gunung Kidul, pantai Greweng bukanlah pantai yang aku rekomendasikan berenang. Bisa dilihat, ombak menggulung dan besar, kemudian menghempaskannya ke karang. Jika hanya bermain air di tepian bisa. Aku berjalan menuju bagian salah satu tebing di sisi kiri. Air di pantai Greweng siang ini agak surut, sehingga hamparan karang di air dangkal terlihat jelas. Sesekali karang-karangnya terkena sapuan sisa ombak dari tengah.

Tujuanku ke sisi kiri adalah untuk melihat bagaimana ombak yang menerjang tiap tebing, khususnya tebing di sudut kanan yang lebih menjorok ke laut. Selang beberapa detik bergantian ombak besar menerjang, hempasannya menimbulkan bulir-bulir air yang berhamburan ke atas tersapu angin. Tebing terlihat seperti memutih, sesekai terdengar semacam desiran angin tertangkap telingaku. Inilah nyanyian alam. Ombak, tebing, dan angin membuat dendangan seperti sebuah lantunan arasemen musik.
Ombak menerjang tebing pantai
Ombak menerjang tebing pantai
Ombak menerjang tebing pantai
Aku rasa puas mengabadikan tiap terjangan ombak. Ombak-ombak yang menyadarkan kita jika tak seharusnya bermain-main dengannya pada batasan tertentu. Bermainlah air di tempat yang aman, dan nimkatilah setiap sisa deburan ombak. Mungkin seperti itulah pesan yang disampaikan ombak pada sosok-sosok yang bercengkerama di air dangkal. Sekitar tujuh remaja sedang menikmati sisa deburan ombak. Teriakan panjang diselingi tawa terdengar sampai di tempatku berdiri. Mereka sangat asyik, dan bisa menjaga ego agar tetap di zona aman, tak hanya itu; jika dirasa ombak agak lebih besar, mereka bergegas lari ke tepian pantai.

Kuambil sebuah perahu kertas yang memang kubawa dari kos teman. Lalu sengaja kubiarkan dia mengikuti arus untuk berlayar. Aku mengabadikan kapal kecil ini beberapa kali sebelum rusak.
Main airnya ditepian saja ya, biar aman
Main airnya ditepian saja ya, biar aman
Mau berlayar ke mana?
Mau berlayar ke mana?
“Woo pantes tadi bingung ngelipat bikin kapal kertas,” Celetuk salah satu teman ke arahku.

Sebenarnya permainan seperti ini tak asing bagiku. Dari kecil aku sudah terbiasa main air laut, membuat kapal-kapal kecil dari berbagai bahan; Pelepah Pisang. Sabut Kelapa, Kertas, bahkan Kayu. Kalau musim hujan biasanya membuat perahu kertas seperti ini. Namun pagi tadi, aku lupa bagaimana cara melipat agar terbentuk seperti sampan kecil ini. Terlalu lama aku tidak membuatnya. Kulihat terus perahu kecilku, dan akhirnya rusak karena air. Kupungut kertas tersebut dan kumasukkan kembali ke dalam tas.

Terik siang semakin panas, membuat kami harus cepat beranjak pindah. Beberapa teman sudah tak sabar ingin mandi di Laguna Pantai Wediombo. Kami pun mengabadikan diri dulu sebelum meninggalkan pantai Greweng. Beruntunglah aku membawa Tripod, jadi aku bisa mengabadikan diri bersama-sama tanpa meminta bantuan orang lain untuk memotret.
Formasi lengkap walau hanya berenam saja
Formasi lengkap walau hanya berenam saja
Formasi lengkap walau hanya berenam saja
“Sekali lagi ya!!” Teriakan teman-teman masih asyik berpose.

Aku kembali berlari ke arah kamera, mengatur setelan 10 detik, dan berlari lagi ke arah teman. Nasib sebagai seksi dokumentasi, jadi harus bekerja lebih keras agar ikut terdokumentasikan. Pokoknya foto-foto ini bakalan dibagikan pada grup WA, sehingga menyedot banyak respond an komentar dari teman yang dulu kuliah bareng.

Ada yang menarik di antara tebing di pantai Greweng, sebuah tebing yang agak menyerupai goa kecil dan tidak dalam dibatasi seutas tali yang dililitkan pada tiap ujung. Tak cukup hanya itu saja, di sana juga ada plang yang menghimbau agar pengunjung tak diperkenankan untuk memasuki goa tersebut. “Dilarang Masuk; Batas Suci Goa Pertapaan”, begitulah tulisan yang dapat dibaca tiap pengunjung. Berbekal informasi dari mbak Soro, ceritanya dulu goa tersebut adalah tempat pak Karno (Presiden Soekarno) mencari ketenangan. Di goa tersebut beliau seperti sedang bertapa. Itulah segelintir cerita yang mbah Soro katakan pada kami saat berjalan menuju pantai Greweng.
Goa pertapaan yang dilarang masuk ke dalam
Goa pertapaan yang dilarang masuk ke dalam
Tak hanya goa tersebut yang menarik perhatianku. Di sampingnya, masih tebing yang sama, terdapat beberapa coretan berwarna biru dan abu-abu. Entahlah ini perbuatan siapa, namun sudah tentu hal yang seperti ini tak boleh dilakukan. Coretan vandal yang dilakukan segelintir oknum ini terlihat jelas kala kita berkunjung ke pantai Greweng, semoga coretan itu tak bertambah ke depannya. Cukuplah kita menikmati suasana pantainya, tanpa harus meninggalkan bekas semacam itu.
Coretan di bebatuan/tebing pantai
Coretan di bebatuan/tebing pantai
“Ayo Rul balik, teman-teman sudah jalan duluan,” Teriak Wandi di ujung jalan setapak.

Aku bergegas menyusul teman-teman yang sudah jalan duluan. Tiap pijakan kaki dipasir sangat terasa hangatnya, memang agak menyengat pasirnya, tapi tak semenyengat pasir di pantai Parangtritis. Siang ini, aku meninggalkan pantai Greweng yang mulai ramai dikunjungi. Sepanjang jalan ke arah parkiran; kami berpapasan dengan kelompok lain yang ke arah pantai Greweng, tak jarang merekat bertanya.

“Masih jauh, mas?” Tanya salah satu di antaranya dengan nafas tak beraturan.

“Sedikit lagi, tepat dibalik rerimbunan pohon Pandan itu,” Jawabku sambil menunjuk pohon-pohon Pandan yang rimbun. *Kunjungan ke pantai Greweng ini pada hari Minggu, 21 Februari 2016.
Baca juga perjalanan ke pantai lainnya 

26 komentar:

  1. Wah aku udah lama tahu pantai ini mas,,, katanya bagus, tapi memang bagus! sekarang sudah ada papan petunjuknya ya mas, jadi udah nggak perlu khwatir lagi. Keren dah mas, suatu saat bisa kesini. Kayaknya perlu juga nieh berkemah kalau memang tempat ini cocok buat berkemah :-)

    BalasHapus
  2. Saya itu juga heran, kok ya sempat-sempatnya oknum vandalisme membubuhkan bekas di batu karang :(

    Saya baru dengar nama pantai ini di antara banyak pantai di Gunung Kidul. Entahlah, semacam dalam satu hari saya dengar ada kabar satu pantai baru gitu lah hahaha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kayaknya memang sudah niat banget, mas. Kalau tidak kan mereka nggak mungkin bawa cat. Dulu di Wediombo hanya ada satu pantai, pantai wediombo. Sekarang ada lima pantai, mas di jalan satu arah :-)

      Hapus
    2. Waaah lama kelamaan banyak yang makin terkuak ya :D

      Hapus
    3. Sepertinya begitu, mas. Tiap warga akan membuat jalan dan memberi nama pantai tersebut sendiri.

      Hapus
  3. Waw bagus sekali pantainya dan bersih tidak ada sampah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di sini ada beberapa tempat sampah yang disediakan, dan juga tulisan larangan membuang sampah sembarangan. Semoga pengunjung tak melanggar aturan dalam membuang sampah.

      Hapus
  4. Pantai Greweng? Aku baru denger mas ._. suwer ini. Pantainya Ndhelik, tapi indah banget ya :' yaaah, pantai-pantai gunung kidul emang aduhai :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Heeee memang pantainya harus melewati perbukitan untuk sampai, mas. Lumayan buat olahraga :-D

      Hapus
  5. yooo kapan ke sini lagiiii. kempinnnngggg.

    BalasHapus
  6. Wowow mantap banget pantai'a
    Asli gak bikin kecewa deh meski harus melewati jalanan yang terjal.

    Duh kurang piknik nih, pengen liburan ke pantai juga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayooo piknik hahahhah, biar sesekali nggak ngeblog aja :-D

      Hapus
  7. wkwkwkwkw masih jauh gak yah?? hahaha kata" itu selalu terlontar mas kalo aku dah gak kuat jalan hahaha... seneng itu kalo ketemu pas pas an rombongan lain yg udah sukses menaklukan objeknya hehe... wah sayang yah greweng belum punya ikonik... kalo punya pasti laku dijual nih hehe... dikeplak barisan Jogja ora di dol kwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pantai Greweng malah bagus seperti ini, mas. Kalo nanti terlalu rame malah nggak seru lagi buat kemping :-D

      Hapus
    2. Pantai Greweng memang tempat yang asik, tapi perjalanannya lumayan... :)

      Hapus
    3. Iya mas, butuh lebih dari 2 jam untuk sampai ke lokasi dari Jogja :-D

      Hapus
  8. pikiran oun terasa nyaman jika melihat ombak pantai, jadi kepengen ni min

    BalasHapus
  9. digunung kidul banyak pantai keren2 ya ..
    ini satu lagi .. tempatnya kayaknya sembunyi begini ... tapi indahhhh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada lebih dari 100 pantai di Gunung Kidul, kang. Jadi kita bisa pilih yang ramai atau yang masih sepi :-D

      Hapus
  10. Pantai yang indah, disajikan dengan tulisan yang sangat apik dan deskriptif :)). Perjuangan mencapai sebuah pantai akan sepadan dengan keindahan yang didapat--pantainya mengingatkan saya akan Pantai Suluban di Bali, ada lantai karang yang memecah ombak sebelum sampai ke lantai pasir yang halus. Jadi berasa aman, meski di kejauhan sana ombaknya ganas banget. Saya penasaran dengan goa pertapaannya--mungkin ada sesuatu di dalam yang menarik untuk diteliti. Apakah pengunjung mungkin masuk ke dalam goa itu?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waktu aku lihat sih nggak dalam mas, cuma memang dibatasi oleh tali adn pengunjung dilarang untuk masuk. Jadi aku tidak tahu di dalamnya seperti apa :-)

      Hapus
  11. ya ampun,, norak sekali yng nyoret2 ckckck

    BalasHapus

Pages