Jika kalian sering/pernah berwisata ke Pantai Parangtritis pastinya acapkali melihat Paralayang yang mendarat manis diantara hamparan pasir pantai.
Lihatlah, disalah satu bukit yang berjejer dan terlihat dari pantai Parangtritis, disana ada salah
satu tempat yang digunakan untuk tempat start terbang menggunakan Paralayang.
Minggu ini (04 Januari 2015) kami menuju puncak bukit itu, niatnya bukan ikut terjun pakai Paralayang tapi menaklukkan bukit dan sampai lokasi dengan bersepeda. Sedikit berlebihan mungkin kalimatnya, tapi biarlah karena kesana memang butuh perjuangan bagi orang-orang seperti kami.
Minggu ini (04 Januari 2015) kami menuju puncak bukit itu, niatnya bukan ikut terjun pakai Paralayang tapi menaklukkan bukit dan sampai lokasi dengan bersepeda. Sedikit berlebihan mungkin kalimatnya, tapi biarlah karena kesana memang butuh perjuangan bagi orang-orang seperti kami.
“Fisikku memang tidak kuat, tapi niat dan mentalku sudah
sangat kuat untuk menaklukkan bukit Paralayang.”
Sepenggal kalimat itu aku sematkan pada teman-teman bersebelas saat menuju lokasi. Kami berkumpul diposkonya teman-teman Druwo Gowes Community. Lalu berangkat bersama-sama menuju lokasi yang sudah dituju. Bagi beberapa orang yang sudah terbiasa bersepeda jarak jauh, mungkin ini rute biasa saja.
Tapi bagi teman-teman yang sekedar senang bersepeda seperti aku dan lainnya ini tentu luar biasa. Kami tidak pernah membayangkan nantinya sampai lokasi jam berapa, dan pulang nanti pukul berapa. Biarlah kami mengayuh pedal ini “Alon-alon waton kelakon” kata batinku.
Sepenggal kalimat itu aku sematkan pada teman-teman bersebelas saat menuju lokasi. Kami berkumpul diposkonya teman-teman Druwo Gowes Community. Lalu berangkat bersama-sama menuju lokasi yang sudah dituju. Bagi beberapa orang yang sudah terbiasa bersepeda jarak jauh, mungkin ini rute biasa saja.
Tapi bagi teman-teman yang sekedar senang bersepeda seperti aku dan lainnya ini tentu luar biasa. Kami tidak pernah membayangkan nantinya sampai lokasi jam berapa, dan pulang nanti pukul berapa. Biarlah kami mengayuh pedal ini “Alon-alon waton kelakon” kata batinku.
Perjalanan sampai ke Pantai Parangtritis lancar banget |
Rute datar sampai pantai
Parangtritis berlanjut mulai menanjak saat menuju arah Panggang. Kami
berhenti sejenak dimusholla untuk istirahat sejenak. Kemudian aku ijin berjalan
lebih dahulu untuk menaklukkan tanjakan lumayan ini. Senang rasanya, sepeda
Monarch 1.0-ku tidak rewel dan sampai dipertigaaan. Disana ada papan petunjuk
arah, belok kiri mengikuti jalan besar menuju Panggang, dan belok kanan jalan
lebih kecil menuju puncak Paralayang.
Aku berhenti seraya menunggu teman-teman yang masih dibawah. Sebagian besar dari rombongan ini adalah teman-teman yang baru pertama kali mengikuti rute agak menanjak, jadi harap maklum kalau sepedanya dituntun. Bagi kami yang penting itu senang, dinikmati saja saat bersepeda, tidak kuat kita memang harus turun dan menuntun sepeda.
Aku berhenti seraya menunggu teman-teman yang masih dibawah. Sebagian besar dari rombongan ini adalah teman-teman yang baru pertama kali mengikuti rute agak menanjak, jadi harap maklum kalau sepedanya dituntun. Bagi kami yang penting itu senang, dinikmati saja saat bersepeda, tidak kuat kita memang harus turun dan menuntun sepeda.
Sarapan tanjakan pertama sampai pertigaan arah Paralayang |
Menyusuri jalanan lebih kecil, kami senang karena sementara
jalanan tidak nanjak. Tapi kesenangan ini hanya sesaat, dibeberpa titik
ternyata tanjakan lebih tinggi. Akupun mulai mengayuh pedal dengan mengatur
tempo. Masih ingat kata-kata Prima yang bilang “Mentalmu harus kuat saat melihat
tanjakan, jangan langsung menyerah”. Baiklah, aku tidak menyerah. Pada
akhirnya aku bisa melewatinya dengan baik. Tapi saat tanjakan terakhir, aku
hanya kurang 6 meter dari puncak atas langsung menyerah.
Ada dua alasan yang membuat aku merasa kalah, (1) Fisikku memang belum kuat, (2) Jalannya licin. Walau sudah dalam bentuk cor semen tapi ban sepeda selalu meleset, sehingga aku takut jatuh. Tanpa pikir panjang, aku wajib turun. Serambi mengabadikan beberapa moment, ternyata teman-temanku sudah terpisah dari rombongan. Mereka istirahat lama dibawah, bahkan ada yang sudah tidak kuat nuntun sepeda.
Aku salut dengan orang-orang seperti ini, “Yang penting aku ikut bersepeda ke puncak Paralayang” celoteh salah satu teman rombonganku. Bagi pengendara sepeda maupun motor, harap hati-hati saat menuju tempat ini. Jalannya memang licin, jadi tetap waspada.
Ada dua alasan yang membuat aku merasa kalah, (1) Fisikku memang belum kuat, (2) Jalannya licin. Walau sudah dalam bentuk cor semen tapi ban sepeda selalu meleset, sehingga aku takut jatuh. Tanpa pikir panjang, aku wajib turun. Serambi mengabadikan beberapa moment, ternyata teman-temanku sudah terpisah dari rombongan. Mereka istirahat lama dibawah, bahkan ada yang sudah tidak kuat nuntun sepeda.
Aku salut dengan orang-orang seperti ini, “Yang penting aku ikut bersepeda ke puncak Paralayang” celoteh salah satu teman rombonganku. Bagi pengendara sepeda maupun motor, harap hati-hati saat menuju tempat ini. Jalannya memang licin, jadi tetap waspada.
Sarapan tanjakan lagi, dinikmati saja :-) |
Akhirnya sampai juga dijalan setapak menuju puncak Paralayang. Kami mengangkat sepeda
untuk sampai puncak. Jalan kecil ini tidak bisa dinaiki sepeda karena berbentuk
anak tangga. Dengan sisa-sisa tenaga kami menggendong sepeda agar sampai
dipuncak.
Karena semangat tinggi tanpa menghiraukan berat sepeda besiku (Monarch 1.0), aku sampai puncak Paralayang yang pertama. Disusul temanku Ardian, lalu yang lainnya. Tapi tidak semua sepeda sampai dipuncak, beberapa teman menaruhnya tepat disamping jalan kecil. Kata mereka sudah tidak kuat memikul sepeda. Perjuangan sampai puncak Paralayang sudah berhasil kami lewati, ini artinya waktunya kami mengabadikan moment-moment indah ini.
Karena semangat tinggi tanpa menghiraukan berat sepeda besiku (Monarch 1.0), aku sampai puncak Paralayang yang pertama. Disusul temanku Ardian, lalu yang lainnya. Tapi tidak semua sepeda sampai dipuncak, beberapa teman menaruhnya tepat disamping jalan kecil. Kata mereka sudah tidak kuat memikul sepeda. Perjuangan sampai puncak Paralayang sudah berhasil kami lewati, ini artinya waktunya kami mengabadikan moment-moment indah ini.
Foto bareng dulu dipuncak Paralayang Parangtritis |
Untuk mengekspresikan kegembiraanku, aku meminta Ardian untuk
mengabadikan diriku bareng sepedaku tepat dipaling sudut. Benar-benar hasilnya
memuaskan, aku bisa berdiri dengan mengangkat sepedaku. Tenaga ini terasa
menjadi lebih kuat lantaran senang dan puas menaklukkan bukit ini dengan
bersepeda.
Tidak hanya aku, Ardian pun berpose dan aku abadikan dengan kamera yang ditanganku. Tapi pada foto terakhir, Ardian mempunyai ide gila dengan memakai Tongsis untuk berfoto tepat ditempat paling ujung berdampingan dengan sepedanya. Gila banget hasilnya. Salut bro Ardian, numpang fotomu aku pakai diblogku ya (sudah perjanjian dari awal heeee).
Tidak hanya aku, Ardian pun berpose dan aku abadikan dengan kamera yang ditanganku. Tapi pada foto terakhir, Ardian mempunyai ide gila dengan memakai Tongsis untuk berfoto tepat ditempat paling ujung berdampingan dengan sepedanya. Gila banget hasilnya. Salut bro Ardian, numpang fotomu aku pakai diblogku ya (sudah perjanjian dari awal heeee).
Mengabadikan sepeda di Bukit Paralayang Paarangtritis |
Dari puncak Paralayang
ini kita bisa melihat pantai sejauh mungkin. Pantai Parangtritis, Parangkusumo, Pantai Depok dll. Usut punya
usut, katanya tempat ini lebih ramai lagi saat senja. Selain pengunjungnya banyak,
pemandangannya juga lebih asoy. Ahhh, biarlah pagi ini pun pemandangannya
bagiku sangat indah.
Oya, bagi siapapun yang berkunjung kesini harap ikut menjaga kebersihan lingkungan. Dibeberapa sudut ada sampah plastik yang berserakan, selain itu juga bekas minuman air mineral gelas juga dibiarkan saja dipinggiran. Semoga kita bisa lebih sadar dengan kebersihan lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan.
Oya, bagi siapapun yang berkunjung kesini harap ikut menjaga kebersihan lingkungan. Dibeberapa sudut ada sampah plastik yang berserakan, selain itu juga bekas minuman air mineral gelas juga dibiarkan saja dipinggiran. Semoga kita bisa lebih sadar dengan kebersihan lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan.
Bekas air mineral gelas berserakan disalah satu sudut Paralayang, Parangtritis |
Perjalanan kali ini berlanjut ke bawah untuk menuju rute
selanjutnya. Tapi tulisannya aku pending dulu ya, biar lebih seru. Terima kasih
buat teman-teman Druwo Gowes Community yang
sudah memperbolehkan aku untuk bergabung. Semoga kita bisa bersepeda ke tempat
lain lagi, pokoknya bikin santai saja. Tujuan kita kan bersepeda, datang dan
foto-foto, saat mau pulang cari makan dulu.* heeee. Semoga nggak kapok ngajak
aku bersepeda ya.
Baca juga postingan yang lainnya
Keren banget jalur sepeda yang meliuk dan terjal di tempuh dangan setia hingga bisa menaklukkan bukit paralayang... mantaps
BalasHapusLumayan menguras fisik kang, tapi tetap nggak kapok :-D
Hapuswihhh sampe ada yang gendong sepedanya...hehe...ceritanya gantian gitu yak? :D
BalasHapuspasti seru banget ya dengan medan yg seperti itu, dan kepuasan setelah sampai di tujuan lah obat capeknya :)
Itu saking cinta sepedany mbak haaa, walau capek tapi nggak kapok :-D
Hapuswih bro, makin kuat plus sehat aja ni sepedaan nya :)
BalasHapusHaaa, keliatannya emang kuat bro. Tapi capek haaa
HapusAyo tuntun terus sampai Panggang! :D
BalasHapusPengenku ngikuti jejakmu mas sampai pantai Bekah :-)
HapusMemang iya kalau gak trbiasa bersepeda. Naik tanjakan itu rasanya badan sakit smua. Manteng semua ototnya. Pernah ngalami sendiri
BalasHapusMemang iya kalau gak trbiasa bersepeda. Naik tanjakan itu rasanya badan sakit smua. Manteng semua ototnya. Pernah ngalami sendiri
BalasHapusHarus dibiasakan mas heee, latihan dari tanjakan yg kecil dulu biar otot mulai terlatih :-D
Hapus