Dua pekan lalu aku dan Arzy
mengunjungi desa Banyakan untuk kali pertama, tujuan kali itu adalah Curug Tuwondo dan Mbucu Hill. Kemudian aku
posting diberanda FP Banyakan,
setelah itu aku mengirim pesan untuk tanya-tanya tempat lainnya. Ada dua tempat
yang kurang diekspos, yakni Watu Piano
dan DAM Walikukun. Dari informasi
itu, aku langsung mengagendakan untuk kembali menuju Banyakan. Entah kenapa aku
merasa tertarik untuk berkunjung kembali ke Banyakan, mungkin karena daerah sana masih cukup asri dan seru dipakai bersepedaan.
Pagi pukul 05:30 wib (hari Sabtu, 24 Jan 2015) aku mengayuh
pedal sepeda sendirian menuju Banyakan. Dua tujuan yang aku sudah rencanakan
kali ini ingin aku tuntaskan. Aku sengaja berangkat sendirian agar dapat
menghemat waktu, agar sebelum pukul 10wib aku sudah sampai kos. Sengaja aku
putuskan sendirian karena Minggu besok aku pasti bersepeda seharian, karena
bareng teman-teman grup yang merupakan sebagian besar bukan pesepeda. Melewati
Kids Fun lalu ambil kanan, jalanan cukup asri dengan sedikit berkabut. Aku
mengabadikan beberapa kali bentangan sawah yang menyapaku. Kemudian aku arahkan
menuju perbatasan Banyakan – Ngablak
untuk tanya Watu Piano. Tapi
hasilnya nihil, aku putuskan hanya mencari DAM
Walikukun saja. Melalui jalan menuju Mbucu Hill aku kayuh sepeda. Untuk
informasi saja, DAM Walikukun itu
lokasinya ditengah-tengah antara Curug
Tuwondo dengan Mbucu Hill. Aku mengayuh pedal jalanan
tanjakan ini, kemudian berhenti disalah satu spot yang cukup menarik untuk
beristirahat sebentar. Sebuah susunan bambu yang terlihat seperti dipan.
Suasana pagi di Banyakan, Sitimulyo, Piyungan |
Berdasarkan GPS
(Gunakan Penduduk Setempat) aku mendapatkan rute yang jelas. Pokoknya ikuti
jalan terus sampai puncak, nanti jalan turunan pertama kali, ambil jalan
setapak yang belok kanan. Aku ingat-ingat itu, mula aku melewati sebuah Pos Ronda, ini adalah lokasi paling
puncak, karena setelah ini lebih banyak turunan. Dari Pos Ronda ini jalan belok kiri dan menurun, tepat kanan jalan ada
rumah, lha jalan setapak itulah akses menuju DAM Walikukun. Menyusuri jalan setapak berbatuan diselingi beberapa
kandang Sapi, lalu mengangkat sepeda sebentar karena jalan tidak bisa dilalui
oleh sepeda seperti punyaku, akhirnya sampai juga aku di DAM Walikukun, Banyakan. Lumayan cepat berjalanan kali ini, bahkan
beberapa warga setempat yang aku sapa selalu bilang “Lha kok mruput mas, dewean maneh (lha kok pagi-pagi banget mas,
sendirian lagi).” Aku jawab pertanyaan mereka sambil tersenyum, inilah
enaknya kalau bisa berkomunikasi dengan warga setempat.
Rute menuju DAM Walikukun, Banyakan |
Seperti inilah DAM
Walikukun, Banyakan yang aku kunjungi. DAM yang tulisan pembuatannya antara
tahun 1993/94 ini tidak luas. Airnya keruh karena sedang tidak banyak,
sedangkan kalau meluap bisa semakin lebar, bahkan yang ditakutkan adalah
merendam sawah-sawah warga setempat. Menurut bapak-bapak yang sedang memupuk
disawah (rumah bapak ini dekat DAM
Walikukun yang dekat masjid) DAM
Walikukun ini saat pertama ditebari bibit ikan Nila. Dan ternyata aliran
airnya itu yang sampai di Curug Tuwondo.
Apabila disini meluap, maka Curug Tuwondo akan deras airnya, kalau disini sedang surut jadinya di Curug Tuwondo sedikit airnya.
DAM Walikukun, sayang airnya sedang keruh |
Ngobrol lama dengan bapak-bapak sampai kehujanan
ditengah-tengah DAM Walikukun,
Banyakan. Sebelumnya hujan aku sempat mengabadikan diri dengan sepeda tepat
dipinggiran DAM Walikukun. Cukup
seru juga tempat ini, selain masih asri, jauh dari keramaian, juga udara serta
pemandangannya pun cukup indah. Nggak kebayang kalau air di DAM Walikukun, Banyakan ini sedang
jernih, hemmm bisa lebih indah mestinya.
Foto dulu di dekat DAM Walikukun |
Aku mengayuh sepeda plus menuntun sepeda menuju arah lebih
tinggi. Tepatnya disawah-sawah yang tempat bapak-bapak tadi menabur pupuk.
Seraya ngobrol santai tanpa mengganggu aktifitas beliau aku mengabadikan lokasi
serta pemandangan DAM Walikukun,
Banyakan dari atas. Kombinasi warna hijau sawah bersatu dengan warna air DAM
yang keruh. Tapi tidak masalah, seperti apapun bentuknya aku tetap menikmati
pagi ini. benar-benar indah.
Pemandangan disekitar DAM Walikukun |
Terbesit pikiranku untuk mengabadikan sepeda diatas ini.
dengan berbagai gaya (seperti umumnya sepeda) aku mengabadikan sepedaku. Pagi
ini si Monarch 1.0-ku aku manjakan
dengan menjadi model sepeda. Pemandangan alam yang asri membuat sepeda ini
terlihat seperti sesuatu yang cukup indah. Hemmm, jarang-jarang loh aku
mengabadikan sepeda dari beberapa sudut. Biasanya hanya pada saat
memperlihatkan papan jalan atau jalan setapak yang akan aku lewati. Tapi kali
ini aku benar- benar ingin memanjakan sepedaku.
Si Monarch 1.0 beraksi |
Puas mengabadikan sepeda, aku mengabadikan diriku bareng
sepeda. Kali ini hanya dari satu tempat saja, tapi dengan berbagai pose.
Berhubung aku nggak punya Tripod,
akal ini tetap pandai. Dengan memanfaatkan beberapa batang kayu yang
terbengkalai ditepian sawah, aku menjadikan sebuah Tripod dadakan dengan menaruh kamera diatasnya. Aku mengatur posisi
kamera, lalu mengatur timer menjadi 10 detik. Cepret-cepret…. Beres dan terabadikan. Tidak lupa juga aku abadikan
Tripod dadakan yang aku buat, lalu aku kembalikan beberapa batang kayu tersebut
ke lokasi awalnya. Otakku kalau niatnya foto narsis kok jalan ya?
Beraksi bareng sepeda dulu |
Tripod dadakan untuk meletakkan kamera |
Cukup lama aku bersantai disini, tiduran diatas bebatuan dan
juga terkena hujan. Ingat foto-foto ini waktu belum hujan, dan saat aku pulang
mulai kehujanan. Waktu sampai lokasi awal sih sempat hujan bentar tapi terus
reda lagi. Aku menyusuri jalanan yang tadi aku lalui untuk pulang ke kos.
Menyempatkan diri untuk makan/sarapan didaerah Piyungan (kira-kira 1km dari
lampu merah Kids Fun). Setelah itu aku lanjut pulang ke kos, benar saja waktu
masih pagi aku sudah sampai kos dan bersantai menikmati kopi serta mengupload
beberapa foto ke FB. Minggu depan belum ada rencana mau gowes kemana, kayaknya
harus nyari lokasi-lokasi lain lagi.
Baca juga postingan lainnya
Seru nih blusukan di edung walikukun, pemandangannya hijau nan asri, terlihat sangat segar nan alami udara di sana. jadikalau bersepeda juga nambah sehat ya Kang. Ayo semangta lagi kang gowesnya. Top banget deh orang sama sepedanya. he, he, he,,
BalasHapusSiappp haaa, pokoknya asal pancal pedal sepeda kang :-D
Hapuswah gantian sama sepedanya ya Mas, sampai sepedanya diangkat2 gitu :D
BalasHapusLagi baik hati sama sepeda mbak :-D
Hapusmas nasir bersepeda nya selau sendiri iya engga ajak teman-temannya :)
BalasHapusKalau lagi galau sukanya sendirian haaa, baiklah minggu depan aku posting yang ramai-ramai :-D
Hapuswah lama gak sepedaan,
BalasHapusjadi pengen lagi nih
saya di kota jogja pak,
ente di mana?
itu piyungan jogja bukan?
Wah bisa dimulai lagi nyepedanya :-)
HapusSaya dekat UIN Jogja, tiap harinya sih nyepeda pake monarch ke area kampus UGM.
Iya, itu Piyungan, Bantul, DIY :-)
Kira-kira di sana ada ikannya ga ya? Temenku suka itu mancing di tempat kayak ginian...
BalasHapusKata bapak-bapak sih dulu pernah ditabur bibit nila mas, tapi airnya keruh banget mas... Nggak tahu sekarang masih ada ikannya atau tidak :-)
HapusHehehe, kadang GPS (Gunakan Penduduk Setempat) yang ini memang lebih ampuh! :)
BalasHapusApalagi kalau bisa bahasa daerah sana, misal Jawa (bisa bahasa Jawa Kromo, cepat banget) :-D
Hapuswah keren ya mas... imogiri emng amazing....
BalasHapusBanyak tempat buat blusukan yang bagus mas :-D
HapusMas kalau blusukan naik sepeda, gak pernah nyasar apa?
BalasHapusSering kok tempatnya ke lewat haaaa, yang penting tanya warga setempat pasti sampai lokasi :-D
Hapus