Dua pekan lalu aku dan Arzy mengunjungi desa Banyakan untuk kali pertama, tujuan kali itu adalah Curug Tuwondo dan Mbucu Hill. Kemudian aku posting di beranda FP Banyakan, setelah itu aku mengirim pesan untuk tanya-tanya tempat lainnya.
Ada dua tempat yang kurang diekspos, yakni Watu Piano dan DAM Walikukun. Dari informasi itu, aku langsung mengagendakan untuk kembali menuju Banyakan. Entah kenapa aku merasa tertarik untuk berkunjung kembali ke Banyakan, mungkin karena daerah sana masih cukup asri dan seru dipakai bersepedaan.
Pagi pukul 05:30 WIB aku mengayuh pedal sepeda sendirian menuju Banyakan. Dua tujuan yang aku sudah rencanakan kali ini ingin aku tuntaskan. Aku sengaja berangkat sendirian agar dapat menghemat waktu, agar sebelum pukul 10 WIB aku sudah sampai kos.
Sengaja aku putuskan sendirian karena Minggu besok aku pasti bersepeda seharian, karena bareng teman-teman grup yang merupakan sebagian besar bukan pesepeda. Melewati Kids Fun lalu ambil kanan, jalanan cukup asri dengan sedikit berkabut. Aku mengabadikan beberapa kali bentangan sawah yang menyapaku.
Kemudian aku arahkan menuju perbatasan Banyakan – Ngablak untuk tanya Watu Piano. Tapi hasilnya nihil, aku putuskan hanya mencari DAM Walikukun saja. Melalui jalan menuju Mbucu Hill aku kayuh sepeda.
Istirahat di salah satu tempat selepas tanjakan |
Untuk informasi saja, DAM Walikukun itu lokasinya di tengah-tengah antara Curug Tuwondo dengan Mbucu Hill. Aku mengayuh pedal jalanan tanjakan ini, kemudian berhenti di salah satu spot yang cukup menarik untuk beristirahat sebentar. Sebuah susunan bambu yang terlihat seperti dipan.
Berdasarkan GPS (Gunakan Penduduk Setempat) aku mendapatkan rute yang jelas. Pokoknya ikuti jalan terus sampai puncak, nanti jalan turunan pertama kali, ambil jalan setapak yang belok kanan. Aku ingat-ingat itu, mula aku melewati sebuah Pos Ronda, ini adalah lokasi paling puncak, karena setelah ini lebih banyak turunan.
Dari Pos Ronda ini jalan belok kiri dan menurun, tepat kanan jalan ada rumah, lha jalan setapak itulah akses menuju DAM Walikukun. Menyusuri jalan setapak berbatuan diselingi beberapa kandang Sapi, lalu mengangkat sepeda sebentar karena jalan tidak bisa dilalui oleh sepeda seperti punyaku, akhirnya sampai juga aku di DAM Walikukun, Banyakan.
Lumayan cepat berjalanan kali ini, bahkan beberapa warga setempat yang aku sapa selalu bilang “Lha kok mruput mas, dewean maneh” Aku jawab pertanyaan mereka sambil tersenyum, inilah enaknya kalau bisa berkomunikasi dengan warga setempat.
Rute menuju DAM Walikukun, Banyakan |
Seperti inilah DAM Walikukun, Banyakan yang aku kunjungi. DAM yang tulisan pembuatannya antara tahun 1993/94 ini tidak luas. Airnya keruh karena sedang tidak banyak, sedangkan kalau meluap bisa semakin lebar, bahkan yang ditakutkan adalah merendam sawah-sawah warga setempat.
Menurut bapak-bapak yang sedang memupuk di sawah (rumah bapak ini dekat DAM Walikukun yang dekat masjid) DAM Walikukun ini saat pertama ditebari bibit ikan Nila. Dan ternyata aliran airnya itu yang sampai di Curug Tuwondo. Apabila di sini meluap, maka Curug Tuwondo deras airnya, kalau di sini sedang surut jadinya di Curug Tuwondo sedikit airnya.
Ngobrol lama dengan bapak-bapak sampai kehujanan di tengah-tengah DAM Walikukun, Banyakan. Sebelumnya hujan aku sempat mengabadikan diri dengan sepeda tepat dipinggiran DAM Walikukun. Cukup seru juga tempat ini, selain masih asri, jauh dari keramaian, juga udara serta pemandangannya pun cukup indah.
Nggak kebayang kalau air di DAM Walikukun, Banyakan ini sedang jernih, hemmm bisa lebih indah mestinya. Aku mengayuh sepeda plus menuntun sepeda menuju arah lebih tinggi. Tepatnya di sawah yang tempat bapak tadi menabur pupuk.
DAM Walikukun di Banyakan, Piyungan |
Seraya ngobrol santai tanpa mengganggu aktivitas beliau aku mengabadikan lokasi serta pemandangan DAM Walikukun, Banyakan dari atas. Kombinasi warna hijau sawah bersatu dengan warna air DAM yang keruh. Tapi tidak masalah, seperti apapun bentuknya aku tetap menikmati pagi ini. Benar-benar indah.
Terbesit pikiranku untuk mengabadikan sepeda di atas dengan berbagai gaya (seperti umumnya sepeda) aku mengabadikan sepedaku. Pagi ini si Monarch 1.0-ku aku manjakan dengan menjadi model. Pemandangan alam yang asri membuat sepeda ini terlihat seperti sesuatu yang cukup indah.
Hemmm, jarang-jarang loh aku mengabadikan sepeda dari beberapa sudut. Biasanya hanya pada saat memperlihatkan papan jalan atau jalan setapak yang akan aku lewati. Tapi kali ini aku benar- benar ingin memanjakan sepedaku.
Puas mengabadikan sepeda, aku mengabadikan diriku bareng sepeda. Kali ini hanya dari satu tempat saja, tapi dengan berbagai pose. Berhubung aku nggak punya Tripod, akal ini tetap pandai. Dengan memanfaatkan beberapa batang kayu yang terbengkalai di tepian sawah.
Lansekap sepeda di dekat DAM Walikukun |
Aku menjadikan sebuah Tripod dadakan dengan menaruh kamera di atasnya. Aku mengatur posisi kamera, lalu mengatur timer menjadi 10 detik. Cepret-cepret!! Beres dan terabadikan. Tidak lupa juga aku abadikan Tripod dadakan yang aku buat, lalu aku kembalikan beberapa batang kayu tersebut ke lokasi awalnya. Otakku kalau niatnya foto narsis kok jalan ya?
Cukup lama aku bersantai, tiduran di atas bebatuan dan juga terkena hujan. Ingat foto-foto ini waktu belum hujan, dan saat aku pulang mulai kehujanan. Waktu sampai lokasi awal sih sempat hujan bentar tapi terus reda lagi. Aku menyusuri jalanan yang tadi aku lalui untuk pulang ke kos.
Foto bareng sepeda di Walikukun |
Menyempatkan diri untuk makan/sarapan di daerah Piyungan (kira-kira 1 KM dari lampu merah Kids Fun). Setelah itu aku lanjut pulang ke kos, benar saja waktu masih pagi aku sudah sampai kos dan bersantai menikmati kopi serta mengupload beberapa foto ke FB. Minggu depan belum ada rencana mau gowes kemana, kayaknya harus nyari lokasi-lokasi lain lagi. *Walikukun; Sabtu, 24 Januari 2015
Seru nih blusukan di edung walikukun, pemandangannya hijau nan asri, terlihat sangat segar nan alami udara di sana. jadikalau bersepeda juga nambah sehat ya Kang. Ayo semangta lagi kang gowesnya. Top banget deh orang sama sepedanya. he, he, he,,
BalasHapusSiappp haaa, pokoknya asal pancal pedal sepeda kang :-D
Hapuswah gantian sama sepedanya ya Mas, sampai sepedanya diangkat2 gitu :D
BalasHapusLagi baik hati sama sepeda mbak :-D
Hapusmas nasir bersepeda nya selau sendiri iya engga ajak teman-temannya :)
BalasHapusKalau lagi galau sukanya sendirian haaa, baiklah minggu depan aku posting yang ramai-ramai :-D
Hapuswah lama gak sepedaan,
BalasHapusjadi pengen lagi nih
saya di kota jogja pak,
ente di mana?
itu piyungan jogja bukan?
Wah bisa dimulai lagi nyepedanya :-)
HapusSaya dekat UIN Jogja, tiap harinya sih nyepeda pake monarch ke area kampus UGM.
Iya, itu Piyungan, Bantul, DIY :-)
Kira-kira di sana ada ikannya ga ya? Temenku suka itu mancing di tempat kayak ginian...
BalasHapusKata bapak-bapak sih dulu pernah ditabur bibit nila mas, tapi airnya keruh banget mas... Nggak tahu sekarang masih ada ikannya atau tidak :-)
HapusHehehe, kadang GPS (Gunakan Penduduk Setempat) yang ini memang lebih ampuh! :)
BalasHapusApalagi kalau bisa bahasa daerah sana, misal Jawa (bisa bahasa Jawa Kromo, cepat banget) :-D
Hapuswah keren ya mas... imogiri emng amazing....
BalasHapusBanyak tempat buat blusukan yang bagus mas :-D
HapusMas kalau blusukan naik sepeda, gak pernah nyasar apa?
BalasHapusSering kok tempatnya ke lewat haaaa, yang penting tanya warga setempat pasti sampai lokasi :-D
Hapus