Mudik tidak harus pada saat lebaran saja, kita dapat mudik
kapan pun saat waktu memang ada. Begitupun dengan bulan April ini (2015), aku
memantapkan hati untuk pulang sejenak. Ada banyak cerita, dan kejadian yang
masih terekam dibenak ini untuk menulisnya menjadi sebuah cerita. Ahhh, sedikit
melankolis tatkala ingin pulang. Kaki-kaki kecil ini menapaki pelabuhan
Kartini, setelah semalaman naik travel dari Jogja – Jepara. Kemudian melihat
ramainya subuh dipelabuhan layaknya pasar, akhirnya tepat pukul 06:30 wib aku
dan penumpang lainnya menuju kapal untuk menyeberang. Ramai juga yang ingin
berkunjung ke Karimunjawa, aku
membaur untuk antri masuk kapal.
Antri masuk ke dalam kapal penyeberangan |
Berjarak antara 2 - 3 meter sebelum masuk ke dalam kapal,
petugas sedang disibukkan mengecek satu-persatu tiket yang ada ditangan para
penumpang. Termasuk tiketku, aku mengenali salah satu dari petugasnya. Namun
aku hanya tersenyum seraya mengeluarkan sebuah tiket yang tertulis namaku dan
juga KTP-ku sebagai bukti kalau ini benar-benar aku. Petugas pun sudah paham,
namun dia tetap melakukan tugasnya untuk mengecek nama yang tertera pada karcis
dan KTP.
“Mudik mas,”
Setidaknya seperti itu ucapannya saat menyapaku dengan bahasa Bugis. Aku pun
mengiyakan.
Tiket dan KTP |
Aku langkahkan kaki menuju tempat duduk yang paling belakang
dan atas, di sana rupanya sudah penuh. Ibarat sebuah kereta, tiketku adalah
yang ekonomi. Jadi harus siap-siap tanpa mendapatkan kursi. Aku duduk dilantai
dekat pintu samping, tidak terasa kapal pun mulai berlayar. Seluruh penumpang
sibuk dengan aktifitasnya masing-masing, menunggu dua jam lagi untuk sampai di Karimunjawa. Aku sendiri terlarut
dengan bacaan buku yang kubawa. Dua jam akan terasa lama kalau hanya aku
lewatkan dengan diam tanpa aktifitas. Walaupun sebuah televisi ukuran besar
terpampang di depanku sedang memutar sebuah film.
Duduk dimana? Penuh semua |
Ahhh, bukan tanpa ada cerita indah saat selama dua jam.
Sedikit mata ini terlihat fokus memandang sosok cewek di depanku. Hanya
berjarak 3 meter dari hadapanku, dan saling berhadapan. Hati ini bukan
menyukainya, tapi hanya terkesima saat itu saja. Lebih dari 10x aku mencuri
pandangan kearahnya. Hasilnya pun jelas. Setiap aku menatapnya, dia juga
menatapku. Hemmm, mungkin kami berbincang dengan tatapan mata. Teringat jelas bagaimana
reaksinya saat aku sadar dan menatapnya saat dia mengabadikan aku sedang
membaca. Hampir saja kamera ditangannya terlepas, saat tombol ditekannya; aku
menatap kearahnya. Kepalang basah, dia tahu kalau aku menyadarinya. Selain itu,
bagaimana saat kami saling memandang agak lama. Tatapan itu lebih berarti, kami
benar-benar saling berbicara melalui tatapan mata.
Aku sengaja tak bereaksi, hanya beberapa kali senyum
kearahnya. Sebenarnya ada keinginan untuk membalas mengabadikannya saat itu,
namun apa daya; kameraku tersimpan dalam ransel. Biarlah, aku sampai sekarang
masih ingat wajahnya. Dua jam berlalu, aku pun ikut antri keluar kapal. Kembali
tepat di pintu keluar, ABK kapal berjaga dan membantu penumpang mengangkat
bawaannya yang berat seraya berkata “Hati-hati,
terima kasih,” Senang rasanya mendengar kalimat tersebut.
Antri keluar dari dalam kapal |
Layaknya sebuah ritual yang wajib dilakukan, hampir semua
pengunjung mengabadikan diri untuk berfoto di gerbang yang bertuliskan “Selamat
Datang di Karimunjawa”. Berjejeran
kelompok pengunjung yang berfoto bersama, termasuk kelompok cewek yang tadi
“berkomunikasi” melalui tatapan mata denganku. Tanpa menunggu momen ini
berakhir, aku pun mengabadikannya.
Selamat datang di Karimunjawa |
“Tatapan mata itu
kembali datang,” Sedikit kalimat yang kembali aku gumankan sendiri. Aku
bilang, kamu orangnya peka. Sesaat kamera ini ingin mengabadikanmu sendirian,
mencoba menekan “zoom” lebih lama
agar terlihat dekat dan mengabadikan. Saat itu juga kamu menatap ke arah
kameraku dengan tersenyum, sementara teman-temanmu hanya tertunduk fokus
melihat hasil jebretan dari pemandu. Aku yakin, ini bukan sebuah
ketidaksengajaan. Cukup adil, kita sama-sama mempunyai dokumentasi satu dengan
lainnya.
Ini dia, tatapanmu loh *duh |
Hal yang ingin aku katakan saat ini adalah sedikit rasa
sesal. Menyesal karena tidak menyapaku dengan ucapan. Tidak memberanikan diri menyapamu
dan memperkenalkan diri, dan tidak menyambutmu dengan sebuah jabat tangan. Ya,
kita berkenalan melalui tatapan mata, dan berakhir dengan tatapan yang sama.
Bagaimanapun juga, kita sudah berteman. Berteman melalui tatapan mata jebretan
kamera.
Baca juga postingan yang lainnya
perjalanan kalau dinikmati enak ya, berapapun jaraknya tidak terasa, tau-tau nyampek aja
BalasHapusIya mas, biasanya naik kapal 6 jam. Untung kapal cepat hanya 2 jam :-)
HapusWah seru banged. Saya suka dengan gaya tulisannya yang keren abis. Travel notenya bagus. Banyak hal yang bisa digali di sini. Karimunjawa sudah sering saya liat di TV namun belum pernah saya sambangi on location. Heiheihiee.
BalasHapusHeee, makasih pak. Ini juga sedang latihan menulis seperti ini. :-)
Hapuskenapa ga kenalan aja mas,hehe
BalasHapusminta no hpnya kek, ehehehe
Niatnya pengen mas, tapi kok nggak gerak-gerak aku haaaa
Hapusyang pke kerudung biru natapin terus tuh mas, pacarnya yah :D
BalasHapusHaaa, saya juga nggak kenal :-)
Hapuswahh... perjalanannya ini penuh kisah romansa yang asik buat dikenang. Banyak banget sekarang orang yang ngalami kayak gini, kalo di bukunya raditya dika, nyebutnya "Perempuan Tanpa Nama". Hanya bertemu pandang tanpa saling sapa. *eh, bener nggak ya judulnya*
BalasHapusHaaaa, entahlah mas. Tapi emang seru kok kakakkka. Cuma yang bikin nyesal adalah; nggak berani kenalan :-)
HapusBesok lain kali tatapan di tabrak aja Kang, tapi jangan pakai melotot nanti jadi lari dia. he,, he,, he,,
BalasHapusMau aku colek aja kang :-D
HapusJadi kamu ngak tau namanya ??? #Kasihan so tetep jomblo dong hahaha
BalasHapusDisitu kadang saya merasa makjleb :-D
HapusMakasih atas informasinya ...
BalasHapus