Pertunjukan Wayang Kulit di Alun-alun Kota Magelang |
Kejutan yang kami dapatkan ketika
mengikuti rangkaian acara Festival Tidar 2016 atas undangan Disporabudpar Kota
Magelang adalah mendaki puncak Gunung Tidar pada sore hari. Setiap peserta Famtrip menikmati perjalanannya walau
terasa capek. Namun, kegiatan di puncak Gunung Tidar membuat rasa lelah
terlupakan.
Ada banyak kegiatan/event yang
dilakukan selama festival ini berlangsung, salah satu titik paling ramai adalah
Alun-alun Kota Magelang. Di sana banyak pertunjukan yang ditampilkan, kita
dapat memilih apa saja yang ingin dilihat. Sesuai kesepakatan, rombongan kami
akan berangkat bersama menuju Alun-alun Kota Magelang seusai makan malam di
Hotel Safira.
“Silakan teman-teman bloger nanti
menyaksikan pementasan Wayang Kulit semalam suntuk,” Ujar perwakilan dari
Disporabudpar Kota Magelang.
Nonton Wayang Kulit? Sudah satu tahun
lebih aku tidak menyaksikan Wayang Kulit. Selama di Jogja, ada banyak
pementasan wayang, dan aku belum pernah menyaksikan. Jujur saja, aku terakhir
menyaksikan pertunjukan Wayang Kulit adalah tahun 2015 di Alun-alun Kota
Magelang juga. Waktu itu, aku dan teman-teman Travel Bloger bersama Mahasiswa
Internasional mengikuti Famtrip yang diadakan oleh Disbudpar Jateng. Unik
sekali rasanya, melihat pementasan Wayang Kulit di tempat yang sama dengan
undangan dari satu pihak.
Bus berjalan menuju Alun-alun Kota
Magelang. Malam ini rangkaian acara terpusat di Alun-alun. Pementasan Wayang
Kulit semalam suntuk menjadi hiburan para warga Magelang. Berbondong-bondng
mereka datang dan ingin melihat cerita apa yang disampaikan Dalang. Rombongan
kami berjejer rapi menuju area yang sudah disiapkan. Kami duduk di kursi yang
sudah disediakan beratapkan terpal (tenda) bersama tamu undangan lainnya.
Tamu undangan mulai memenuhi kursi yang disediakan |
Rencananya Wayang Kulit dimulai pukul
20.00 WIB, terlambat 20 menitan baru dimulai. Tak masalah, toh selama menunggu
aku bisa menimati sajian Kacang Rebus, Pisang Rebus, dan makanan lainnya yang
sudah disediakan. Di ujung tenda juga sudah berjejeran stand seperti Bakso,
Wedang Ronde yang digratiskan. Kami berbaur dengan warga menunggu giliran dapat
jatah.
Sementara kami asyik menikmati
kuliner yang disediakan, Sinden dan personel wayang beraksi. Disusul datangnya
Dalang. Lantunan tembang macapat terdengar dari sinden, beriringan dengan
tabuhan gamelan. Aku merasa menikmati malam ini. Walau aku bukan asli suku
Jawa, tapi dari kecil bahasa Jawa tak terpisahkan denganku. Masa kecil bahasa
Jawa menjadi bahasa kedua setelah bahasa Bugis saat berkomunikasi. Bahasa daerah
lain yang hanya kupahami tapi tidak bisa mengucapkan balik adalah bahasa Madura
dan bahasa Mandar.
Para pengiring musik mulai beraksi |
Sinden-sinden yang menyanyikan macapat |
Aku tidak ingat keseluruhan apa yang
diucapkan oleh Dalang ketika beraksi. Namun dari cerita yang ceritakan, aku
dapat memahami. Sedikit nasehat yang diucapkan Ki Dalang ketika awal mendalang.
“Nusantara itu merdeka tidak gratis,
tidak hanya mengorbankan harta saja. Tapi berjuta-juta nyawa manusia gugur saat
berjuang. Mari kita kembali pada asas Pancasila. Berjuang bersama untuk
mewujudkan nusantara yang berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan
berbudi pada budaya. Menjadi negeri satu, NKRI. Karena NKRI itu harga mati!”
“Jadi sama seperti Festival Tidar
ini. Ada banyak kegiatan yang dilaksanakan dengan satu tujuan. Dari Jum’at
sampai Minggu lusa, acara-acaranya beragam. Ada Ritual Gunung Tidar, ada akustikan, ada kirab, ada qasidah. Semua
acara itu beda-beda tapi tetap dalam kesatuan.”
Ki Romo Sutrisno, dalang yang berasal
dari Sragen langsung menghentak dengan cerita bagaimana suasana di dalam negeri
kita sekarang. Ya, dalam beberapa bulan terakhir ini Indonesia sedang diuji
kesatuannya. Bisa jadi, Ki Dalang sengaja menceritakan tema tersebut agar kita
tetap bersatu dalam kondisi seperti apapun. Selain Dalang Ki Romo Sutrisno,
pertunjukkan wayang semalam suntuk ini mendatangkan Sinden Eka Jembengdhur.
Dalang Ki Romo Sutrisno beraksi |
Penonton mulai memenuhi area luar, di
mana pagar besi pembatas kokoh menghalangi penonton yang ingin melihat dari
jarak dekat. Setiap sisi dipenuhi orang-orang yang menggunakan jaket tebal dan
ada yang berkalung sarung. Sepertinya tanda-tanda akan menyaksikan wayang
semalam suntuk sudah terlihat. Tanpa disadari hujan mengguyur Kota Magelang,
orang-orang yang awalnya berdiri di pagar berlarian ke tenda yang di samping.
Ada dari mereka yang bertahan menggunakan mantel, ada juga yang memakai payung.
Penonton yang rela menahan dingin dan hujan untuk melihat Wayang |
Malam agak larut, tamu undangan sudah
ada yang pulang. Warga yang antusias melihat wayang menyeruak masuk ke kursi.
Mereka sudah diperbolehkan masuk dan menikmati wayang kulit ditemani wedang
ronde ataupun bakso. Sementara para penonton semakin banyak, aku dan rombongan
meninggalkan lokasi menuju hotel. Tempat duduk yang awalnya kami duduki beralih
diduduki para pecinta wayang. Segala umur berkumpul di sini, menikmati suguhan
Ki Dalang semalaman.
Terpesona Aksi Panggung Qasima Qasidah
Hari sudah berganti, hari sabtu pagi
satu bus rombongan kami mengunjungi Taman Wisata Kyai Langgeng. Di sana lumayan
lama karena kami sengaja memutari lahan yang cukup luas. Menjelang siang
kembali kami menuju Alun-alun Kota Magelang. Di sana ada dua panggung yang
sedang mementaskan musik.
Satu panggung di depanku adalah
akustikan dari band-band yang ada di sekitaran Magelang. Aku berjalan menuju
panggung satunya. Di sini lantunan qasidah terdengar lantang, dan ada
sekelompok anak muda yang berjoget. Aku mendekat, dan terlihat jelas musik
qasidah ini dipentaskan seluruh kaum hawa. Perempuan-perempuan cantik tersebut
lihai memainkan alat musik yang dipegangnya.
Qasima qosidah beraksi di Alun-alun Kota Magelang |
Sekitar 11 perempuan cantik berjilbab
ini menyihir kami yang ada di depan. Selama di sini, aku mendengarkan tiga lagu
qasidah. Salah satu lagu yang tak asing ditelingaku adalah ketika mereka
menyanyikan salah satu lagu sholawat dengan versi musik lagu India Tum Hiho.
Benar-benar mengasyikkan. Hasrat ingin ikut bergoyang, namun badan tetap
bertahan agar terlihat santai.
Iseng-iseng kuunggah satu personil
perempuan yang memainkan gitar di sosmed, hanya aku memposting dengan caption “Ada banyak hiburan di Alun-alun
Magelang. Sudah ke sini?” Ternyata reaksi teman-teman di sosmed sangat
mengagetkan. Hampir semua teman mengenali kalau itu adalah personil Qasima.
Bahkan sepupuku anak Karimunjawa (orang yang berperan atas adanya blogku selama
ini) pun langsung tahu kalau itu Qasima Qasidah. Oalah, ternyata aku yang
kurang update permusikan Indonesia.
Mbak!! Eh yang ini siapa namanya ya? |
“Mas, sebentar lagi kita lanjut ke
lokasi pembuatan Getuk,” Teriak mas Andi membuyarkan tatapanku ke arah Qasima
Qosidah.
Aihh, Festival Tidar 2016 memang
menarik perhatian. Salah satunya dengan mengundang Qasima Qasidah untuk
meramaikan acara selama tiga hari di Alun-alun Kota Magelang. Aku berlalu dari
panggung menuju bus. Selama perjalanan menuju pembuatan Getuk, aku masih sibuk
membalasi komentar teman atas postinganku mengenai Qasima. Kalau penasaran
tentang Qasima, bisa iseng-iseng lihat di Youtube loh. *Famtrip Festival Tidar 2016 bersama Travel Blogger, Admin Sosmed, dan
Pegiat Pariwisata atas undangan Disporabudpar Kota Magelang pada hari Jum’at –
Sabtu (9-10 Desember 2016).
Baca juga tulisan lainnya
asyik nonton mbak-mbak qosidah yaa :D
BalasHapusterakhir nonton wayang tahn 2015...tapi ga sampai selesai :D
Hahahah, tetap mbak Qasima tidak terlawan akkakak
Hapusidolane agus mulyadi iku wkwkwkwk
BalasHapusKok Gusmul pinter rek golek idola yo kakakakka
HapusCantik2 yaaa yg megang alat musik 😍😍😍
BalasHapusWkwkwkwkwk
Lama saya gak lihat wayang kulit, terahir kali liat di tv 😂😂😂😂
Mbak, kalo di TV sih tiap hari ada tayang wayang kakakakkak
Hapuswaah mbak bawa gita ini ada videonya gak mas. kayaknya mantap
BalasHapusAku nggak merekam mas. Pokoknya cari aja di Youtube "Qasima" hahahhaa
Hapuswah cakep" ya ikut gabung nih aturan buahahaha
BalasHapusKalo nggak capek nggak aku tunggu lama kakakakak
HapusKui Qosima tahun ngarep tak tanggap ngarep umahku pokok e
BalasHapusAku diundang yo dab, ben melu joget.
Hapuswidihhhh, dalam rangka sunatan po?
HapusMboten buk ahhahahah
HapusWah, wayang semalam suntuk. Saya terakhir menontong wayang kulit itu waktu kecil, di Bali, dan blas tidak mengerti apa yang disampaikan (nasib tak mengerti bahasa daerah). Akhirnya cuma bisa merengek pada orang tua, minta pulang. Padahal lakonnya lucu banget, haha. Ternyata dalam kesenian wayang itu ada makna yang demikian sarat ya. Tentang bagaimana kita bisa memupuk sifat toleran tanpa bertentangan dengan apa yang kita anut. Saya suka rangkaian acaranya, benar-benar menunjukkan bahwa keragaman itu jadi harmoni yang indah sekali. Mudah-mudahan ada keajaiban sehingga saya bisa menyaksikan rangkaian acaranya, suatu hari nanti. Hehe.
BalasHapusDi Jawa Tengah dan DIY masih banyak rangkaian acara seperti ini, mas. Main-mainlah ke Jogja, siapa tahu kita bisa bersua dan melihat Wayang bersama.
Hapusitu pertunjukan wayang rutin engga sih kak ? atau hanya jadwal tertentu saja ?
BalasHapusIni acara tahunan kok :-D
HapusAku senang karena ternyata kebudayaan wayang ini masih terus dilestarikan hingga saat ini. Di Hamburg juga ada grup gamelan Margi Budoyo yang anggotanya tak hanya orang Indonesia, Jerman, Aussie dan Jepang. Mereka malah lebih semangat mempelajari kebudayaan Indonesia.
BalasHapusSenang rasanya mendengar Wayang digandrungi orang asing. Dan semoga ini menjadi pelecut bagi kita orang Indonesia untuk mencintai budaya sendiri.
HapusYa ampun... sudah lebih dari 4 tahun saya ngga nonton wayang kulit semalam suntuk. jadi kangen buat nonton lagi euy! kapan yah
BalasHapusIni juga setelah satu tahun nggak nonton :-)
HapusDuhh, yang terkesima karo qasima. tapi emang keren yak
BalasHapusPokoknya Qasima aja hahahahaha
HapusCakep ya mbaknya.
BalasHapusPinter main gitar pula
Pintar semua pulak hahahhaha
HapusAku blm pernahnonton wayang, eh dalang nya pake bahasa jawa alus gitu yaaa ??? ataubahasa jawa sehari2 ???
BalasHapusBahasanya campuran om. Asyik loh hahhahh
Hapusiya mas, fokusan mbak yang gitaran hehe
BalasHapusWoo malah fokus ke mbaknya. Kok sama ya *eh
HapusSenang dengan tontonan seperti ini, sayang banget wis jarang ada
BalasHapusKalau di Jogja ada sih, di Museum Sonobudoyo.
HapusWehehehe cewek2 wayangnya keren :)
BalasHapusBukan, itu qosidahan.
HapusEh, mbak e kok keren, yg pegang gitar iku, sopo jenenge mas?
BalasHapusNgertiku cuma personel Qasima Qasidah hahahahahha
Hapus