![]() |
Landmark tulisan Klangon, pinjam sepeda orang untuk dipotret |
Sebuah pertanyaan terbesit kala melihat agenda teman-teman ingin menyambangi Gardu Pandang di Bukit Klangon, apakah aku kuat melewati tanjakan tak berujung tersebut? Tahun 2017 adalah tahun paling jarang aku bersepeda tiap pekan. Aku lebih sering menghabiskan akhir pekan mengunjungi kota lain dengan kendaraan umum.
Kutekadkan sabtu pagi menyusul teman pesepeda yang sudah berangkat lebih dulu. Bekal seperti roti, air mineral, dan P3K sudah kumasukkan ke dalam tas. Kulihat rute terdekat menuju Klangon, aku mengambil jalur dari Kalasan. Melintasi jalanan relatif sepi, kukayuh pedal sepeda dengan ritme sedang.
Tak ada target sampai ke Bukit Klangon. Pun kalau nanti capek dan kurasa tidak kuat, aku sudah berniat putar balik. Minimal sudah dapat keringat banyak. Selama ini aku jarang menjelajah area utara, paling jauh ke daerah utara adalah beberapa tahun silam sewaktu sepedaan ke Bukit Perkemahan Wonogondang.
![]() |
Melintasi jembatan di area Cangkringan |
Pagi cukup menyenangkan, hawa sejuk menerpa kulit. Hamparan sawah luas menguning. Di salah satu area persawahan, warga setempat sedang ramai-ramai memanen padi.
“Panen pak/bu,” Sapaku seraya istirahat.
“Inggih mas.”
Aku asyik melihat bagaimana aktivitas warga kala panen padi. Membagi tugas, ada yang memotong padi, mengumpulkan jadi satu, dan menyelep padi agar terlepas dari dahan. Bulir-bulir gabah tertumpuk menjadi satu di karung.
Tenaga sudah mulai kumpul lagi. Aku melanjutkan perjalanan mengikuti GPS. Rasanya tanjakan di sini nggak ada habisnya. Belum ada tanjakan yang tajam, namun tetap saja berat mengayuh pedal. Untuk kedua kalinya aku rehat dan berbincang dengan dua bapak yang sedang membersihkan lahan.
![]() |
Gotong royong memanen padi |
“Mau kami tanami Singkong mas.”
Enaknya sepedaan di area perkampungan warga itu bisa berinteraksi. Lagi-lagi aku rehat, mengumpulkan tenaga sambil menyeduh teh yang bapak tawarkan. Fisikku memang payah, separoh perjalanan dan belum melewati tanjakan tajam sudah ngos-ngosan.
Kembali aku mengayuh pedal, jalan lurus dan berupa tanjakan yang tak berhenti. Beberapa kali ketemu dengan pesepeda yang lain. Tujuan sama, Bukit Klangon. Pesepeda menggunakan roadbike menemaniku beberapa kilometer, namun akhirnya aku keteteran. Sedikit demi sedikit, mereka menjauh.
Sampai akhirnya bertemu dengan rombongan downhill yang sengaja mengayuh pedal sampai Klangon. Teman-temannya satu komunitas sudah lebih dulu ke atas, sepedanya dinaikkan ke mobil bak terbuka.
![]() |
Fisiknya kuat; sepeda untuk downhill dipakai uphill |
“Sengaja kami kayuh mas. Sudah ada niat dari awal pengen nggowes sampai atas,” Terang satu bapak yang kuikuti dari belakang.
Aku berbaur dengan rombongan tersebut. Ritme yang kami lakukan pun lambat. Aku diuntungkan dengan ukuran ban kecil, sementara mereka yang ingin downhill ukurannya bannya besar semua.
Sedikit demi sedikit kaki mulai menikmati kayuhan pedal, gir sepeda kubuat paling kecil sehingga ringan saat kukayuh. Aku mengekor di belakang para pecinta downhill yang sedang uphill. Sebenarnya sepeda yang mereka gunakan itu untuk downhill sehingga benar menguras tenaga kalau ketemu tanjakan. Terus terang fisik mereka kuat.
Mendekati tanjakan yang lumayan tajam, aku bertemu dengan rombongan lainnya yang sedang rehat. Kami bergabung menjadi satu, dan saling menunggu. Mas Arif, Mas Irwan, dan Mas Narto; rombongan yang terpisah dengan teman depannya menyatu denganku.
“Dari kejauhan sudah kelihatan kalau Mas Sitam,” Ujar Mas Arif padaku.
![]() |
Rombongan Jogja Gowes yang istirahat di tepi jalan |
Mereka adalah rombongan yang sedang kukejar. Ada dua rombongan sebenarnya, yang paling duluan mereka menggunakan sepeda balap dan MTB. Sambil menikmati tanjakan, sering istirahat, kami beriringan.
Ada beberapa jalur yang bisa dilewati kala menuju Bukit Klangon. Sepanjang perjalanan aku sempat membaca nama daerah di sini. Sebagian adalah wilayah Klaten, dan sebagian lagi wilayah Sleman. Kami berhenti di perempatan, sepertinya ini berada di Desa Balerante, Klaten.
Tanjakan makin nyata, jalan yang memang menurutku tak ada habisnya berupa tanjakan. Ketika menemukan jalan datar atau menurun, semacam bonus dan bersiap melewati tanjakan lagi. Tak hanya mengayuh pedal, kami berempat yang terpisah dari rombongan downhill menuntun sepeda.
Untuk kesekian kali kami berhenti, dan menurut pemilik warung tinggal 1.5KM lagi kami sampai Gardu Pandang Bukit Klangon. Sementara tiga pesepeda yang ingin downhill sudah sampai tempat titik kumpul. Di sana mereka sudah ditunggui temannya, sebuah mobil bak terbuka mengangkut sepeda mereka menuju atas.
Jika sebagian besar pesepeda yang ke sini bertujuan mencicipi trek downhill, aku dan teman rombongan hanya ingin sampai di tulisan “KLANGON” saja. Di sana kami nantinya rehat, sarapan, lalu turun pulang. Titik terang dekat tujuan mulai terlihat, kami melintasi trek downhill yang bertuliskan “Klangon Gravity Park”.
![]() |
Berhenti melihat trek downhill dari jalan |
Lintasan tersebut di atas jalan aspal, dan tiap sisinya sudah dilengkapi dengan pagar. Klangon adalah surga bagi pecinta downhill. Tiap pekan ada puluhan pesepeda yang mencoba trek tersebut. Bahkan sudah sering kali tempat ini menyelenggarakan even besar di Jogja. Aku kenal beberapa pesepeda yang hobi downhill.
Di Jogja dan sekitarnya, downhill lebih sering diucapkan dengan kata “dronjong” yang berarti turunan dalam Bahasa Jawa. Akhir-akhir ini banyak pesepeda yang menyukai downhill walau pengalaman minim. Semoga itu bukan hanya karena ikut-ikutan saja. Karena downhill sendiri termasuk agak ekstrim dan butuh jam terbang tinggi kala melintasi treknya.
“Ini tanjakan terakhir. Tepat di atas sana tulisan Klangon,” Terang Mas Narto.
Di antara kami berempat, hanya Mas Narto yang sudah pernah sampai Klangon. Tanjakan terakhir cukup curam dan berbelok. Aku mengatur nafas dan memindah gir ke paling kecil. Sebelumnya jalanan cukup menyenangkan, tanjakan dan turunan silih berganti, kami bisa menyiasati dengan mengayuh pedal kencang kala turunan dan mendekati tanjakan secepatnya memindahkan tuas ke gir paling kecil.
![]() |
Rombongan berkumpul; sebagian pulang, dan sebagian lagi baru mau naik ke Klangon |
Dari atas rombongan pesepeda turun cukup kencang. Ini adalah rombongan yang ingin kukejar. Mas Yuda, Bu Hastuti, Febri, dan beberapa pesepeda lain yang menggunakan MTB dan roadbike turun. Mereka berhenti menyapa kami dan menyempatkan foto bareng.
“Kita foto bareng dulu,” Pinta Mas Yuda.
Foto bareng selesai, kami melanjutkan perjalanan. Berhubung tadi berhenti tepat di tengah-tengah tanjakan, kami yang sudah capek menuntun sepeda sampai atas. Mencari jalan agak landai, baru menaiki lagi sampai ke tulisan. Personil bertambah satu orang, Mas Doni kembali ikut naik dan menemani kami.
![]() |
Menuntun sepeda dulu |
Berangkat dari kos pukul 07.30WIB, aku akhirnya bisa sampai Klangon tepat pukul 11.00 WIB. Perjalanan lebih dari tiga jam membuat tenaga terkuras. Namun di sinilah kepuasan tersendiri, akhirnya kami bisa sampai di atas. Deretan warung menarik perhatianku, sebelumnya kami sempatkan foto bersama dan sendirian.
Bukit Klangon terlihat cukup ramai pesepeda yang ingin menikmati sensasi downhill. Aku sendiri melepas lelah di warung. Gardu pandang yang biasa dipakai muda-mudi swafoto cukup ramai yang berfoto di sana dengan latar belakang Gunung Merapi. Siang ini puncak Merapi tidak terlihat, awan tebal menutupinya.
![]() |
Kalau wisatawan lain foto di Gardu Pandang, aku sih foto di sini saja |
Beberapa waktu terakhir ini, Bukit Klangon menjadi salah satu spot yang dikunjungi wisatawan domestik, khususnya mereka yang tinggal di sekitaran Jogja. Pemandangan puncak Gunung Merapi kala cerah menarik perhatian. Dari sini terlihat kaldera Merapi begitu dekat, dan mengagumkan. *Bersepeda menuju Bukit Klangon lereng Merapi pada hari Sabtu; 05 Agustus 2017.
Jadi keinget sepedaku yang "nganggur" di rumah huhuhuhu.
BalasHapusHayo Nas, coba sini Yogya-Palembang sepedaan hahaha.
Waktunya om yang nggak bisa hahahaha. Mending naik pesawat, sampe sana baru sepedaan :-D
Hapuswaaah jalur nya tanjakan ya..rencana mau coba ke sana meskioun baru pemula, kira2 apa yg perlu dipersiapkan bagi sy yg pemula kl mau coba trek klangon?
HapusSelama musim penghujan lebih pada cuaca sih mas. Kalau tenaga penting gak memaksakan diri saja. Selebihnya aman kalau kita bisa kontrol diri
HapusKalo yang ga biasa ngepit kayak saya, naik sampai klangon pulang2 kakinya cenat cenut ya mas. hehehe
BalasHapusHeheheeh, kudu latihan jarak dekat-dekat dulu; jangan langsung jarak jauh dan banyak tanjakan.
HapusBersepeda untuk menikmati alam sekaligus bersosialisasi, keren..
BalasHapusSeru mbak, bisa berinteraksi dengan warga setempat
Hapusseru banget ini! sayangnya saya masih nabung duit buat beli sepedahan ini..
BalasHapussalam kenal mas!
Beli sepeda yang biasa saja, terus buat sepedaan muter area rumah dulu :-)
HapusAku aja naik motor ke Wonogondang ikutan ngos-ngosan, apalagi nyepeda sampe Klangon ya. rute nyepeda terjauhku di Jogja cuma Karangmalang - Kotabaru itupun ngos-ngosan ahahaha, aku lemah.
BalasHapusMayan itu mbak kalau untuk latihan awal :-D
HapusSeneng ya sepedaan...
BalasHapusGw udah lama banget gak sepedaan. Apalagi sepedaan di kampung. Behhh... ijo-ijo semua. Bikin mata jadi seger.
Menyempatkan mas, ini saja sudah lumayan lama nggak sepedaan
HapusNek aku kon nyepeda ngene wes nyerah disik mas. Btw aku suka liat aktifitas petani kayak gitu. Kereeen
BalasHapusJangan dipaksakan mas hehehheh, yang penting main-main :-D
HapusBetul, downhill memang perlu keahlian sendiri. Apalagi treknya yg offroad. Harus pinter-pinter menyeimbangkan beban pada sepeda.
BalasHapusKalo nggak ahli nanti nabrak pohon :-D
Hapusaku melambaikan tangan kalau downhill ini
BalasHapusampun
tapi suasananya seger
suka sama petani2nya itu
asyik liatnya
Hehehhehe, minat downhill mas?
HapusNaik sepeda lama gitu, dengan durasi lebih dari satu jam, biar gak sakit selakangannya gmn ya? Aku mau ikutan duathlon aja masih sering mikir tentang naik sepedanya yang jauh banget itu. So far sih 21 km ditempuh dalam waktu satu jam-an. Lebih dari itu kayaknya agak males juga saat ini. Trauma selakangan lecet hehehe :'(
BalasHapusAman kok mas. Kami lama juga karena sering istirahat, jadi nggak sepenuhnya di atas sadel :-D
HapusBayanginnya aja sudah capek mas, apalagi naik sepedah beneran kesitu. Wah gempor deh kalau saya naik turun gunung naik sepedah
BalasHapusHahahahha
Hapusdi situlah kenikmatan pecinta sepeda sebenarnya :-D
syik ya .. kalau nanjak daerahnya sepi dan hijau hijau .. apalagi ada banyak teman satu komunitas .. ga terlalu berasa nanjaknya ... #TetapAjaCape
BalasHapusbtw .. keren banget track downhill-nya
Nanjak bareng itu artinya kita sama-sama nuntun kang. Penting yakin aja hahahahha.
HapusTrek downhill ini udah dikenal kalau di Jogja dan sekitarnya
Waaah, mantap tuh sepedaan sampai ke sana ya, Mas. Aku sepedaan paling jauh sampai Cangkringan, hehe...
BalasHapusCangkringan juga sudah jauh pak hehehehe. Kapan sepedaan bareng di Jogja?
Hapuswah mantab mas. pemandangan seger ijo ijo, suasana pedesaan ditambah hawa sejuk gunung merapi. jadi kangen jalan jalan ke daerah sleman. hehehe
BalasHapusSleman memang basih hijau-hijau di pedesaannya. Hehehhehe
HapusKapan-kapan gowes bareng yuk, Mas. Jadi kepengen ke tempat ini nantinya. Belum kesampaian baru sampai Prambanan dan Candi Kembar itu ^_^
BalasHapusKalau di Jogja kabar-kabar kang. Siap untuk menemani gowes :-)
HapusMembaca cerita Abang aku jadi pingin bersepeda lagi. Sudah lama tidak bersepeda jauh-jauh. Btw brp km yang Abang tempuh menuju bukit klangon ?
BalasHapusNggak jauh mas, sekitaran 25 kilo mungkin. Oya, mohon besok-besok jangan menitipkan link aktif dikomentar nggeh. Biasanya saya hapus. matur nuwun
Hapus