Kopi Trip Posong, dari Pemetikan hingga Penyajian Kopi - Nasirullah Sitam

Kopi Trip Posong, dari Pemetikan hingga Penyajian Kopi

Share This
Biji Kopi siap dipetik
Biji Kopi siap dipetik

Pak Yamidi berjalan di antara pohon kopi. Di tengah-tengah terdapat gundukan tanah merah dengan benih-benih tanaman di tengahnya. Kami berjalan mengikuti Pak Yamidi, beliau mengarahkan agar kami tidak menginjak benih yang mulai tumbuh. 

Gunung Sindoro dan Sumbing tegap di dua sisi yang berbeda. Posong berada di antara keduanya. Selain menghasilkan tembakau, di sini juga menghasilkan kopi terbaik. Kopi Arabika jenisnya. Kopi yang bijinya beraroma tembakau; karena ditanam satu lahan. 

“Ada banyak varian kopi Arabika, seperti Linies, Sigararutang dan lainnya. Semua mutu sama jika ditanam pada ketinggian 1000 – 1500 MDPL dengan perawatan yang baik.” 

Sembari menjelaskah tentang jenis kopi. Pak Yamidi mengajak rombongan menuju salah satu pohon kopi yang bijinya siap dipanen. Biji kopi yang berwarna merah bisa dipanen. Pun cara memetiknya tidak boleh sembarangan. 

“Pilih biji yang merah. Usahakan bantalan buah jangan sampai ikut terpetik agar bisa berbuah kembali,” Terang Pak Yamidi. 
Pak Yamidi menerangkan tentang kopi di Tlahab
Pak Yamidi menerangkan tentang kopi di Tlahab

Jemari Pak Yamidi mengambil biji kopi yang sudah merah, dan memetiknya dengan hati-hati. Bantalan buah adalah bagian tangkai biji yang berwarna agak putih. Jika kita memetik dengan asal, risikonya tangkai tersebut tidak berbuah lagi. 

Di Posong, kopi mulai ditanam sejak tahun 1999. Kala itu yang paling melekat di sini adalah tembakau. Ada cerita panjang mengapa Posong mulai dikenal dengan tanaman kopi. Namun cerita tersebut nantinya kutulis pada edisi berbeda. 

Bentangan kebun penuh tumbuhan kopi di depan. Sepanjang mata memandang yang terlihat adalah kopi. Terlebih tembakau sedang masa tanam. Perkebunan kopi ini tidak milik pribadi satu orang, namun milik penduduk. 

Rata-rata warga mempunyai 1/3 hektare kebun kopi. Jika satu orang itu mempunyai 2 hektare kebun kopi. Mereka layak menyandang julukan tuan tanah. Kopi sendiri mempunyai siklus dalam panen. Biasanya pada pertengahan bulan April sampai akhir Juli adalah waktu yang tepat untuk memanen kopi. 

Aktivitas pemetikan biji kopi sudah berlangsung, dan pak Yamidi mengajak rombongan kami menuju rumah pak Triyanto. Di sana tempat untuk memisahkan kulit kopi dengan biji. Lagi-lagi aku antusias mengikuti perjalanan hari ini. 

Sebelum ke belakang rumah pak Triyanto melihat proses perambangan, kami berbincang dengan pak Triyanto selaku pengusaha kopi. Dari obrolan ini juga aku mendapatkan informasi jika penduduk di Tlahab tergabung dalam satu wadah kelompok MPIG – KAJSS. 

Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Kopi Arabika Java Sindoro Sumbing (MPIG – KAJSS) terbentuk sejak tahun 2014 dan sudah diakui oleh Kemenkumham berkaitan dengan Hak Merek. Sehingga untuk kualitas kopi bisa terjaga karena sesuai dengan SOP dalam proses pengolahannya. 

Usai berbincang santai, rombongan menuju belakang rumah. Di sinilah proses perambangan berlangsung. Perambangan adalah kegiatan memisahkan antara biji kopi yang sudah merah dengan yang kuning. Selain itu juga menyortir biji yang terapung dalam ember penuh air. 
Memilah-milah biji kopi yang terapung untuk disortir
Memilah-milah biji kopi yang terapung untuk disortir

Proses ini cukup menggunakan air dalam ember, biji kopi dimasukkan ke dalam ember yang ada airnya. Lalu kita memisahkan biji kopi yang terapung. Biji kopi yang terapung ini tidak bisa diolah. 

Dua bakul anyaman bambu sudah dipenuhi biji kopi pilihan. Proses selanjutnya adalah pengupasan. Pengupasan kopi menggunakan mesin, sehingga tidak membutuhkan waktu lama. Layaknya memarut kelapa, biji kopi dimasukkan melalu corong atas, dengan sendirinya kulit kopi mengupas. 

Biji-biji kopi yang terkupas ditampung dengan wadah kolam besar yang berisi air. Sementara kulitnya akan keluar dari tempat lain. Dengan seksama aku melihat proses ini. Untuk menghasilkan biji kopi yang bagus, seharusnya biji kopi yang sudah terkupas dibiarkan terendam dalam air lebih dari 24 jam, atau yang dikenal dengan sebutan proses fermentasi. 
Proses memisahkan kulit dan biji kopi
Proses memisahkan kulit dan biji kopi

Proses fermentasi sendiri bertujuan agar selaput-selaput yang masih tertempel di biji kopi lepas dengan sendirinya. Setelah itu baru pencucian (washer) biji kopi di tempat yang sama. Alat pencuci biji kopi dibuat sendiri oleh Pak Triyanto. 

Nyatanya kulit kopi tidak serta merta dibuang. Kulit tersebut masih berguna sebagai makan ternak atau untuk pupuk kompos. Tetap saja berguna bagi penduduk sekitar. Aku juga baru tahu kalau kulit kopi nyatanya berasa agak manis. 
Proses pencucian biji kopi menggunakan mesin buatan sendiri
Proses pencucian biji kopi menggunakan mesin buatan sendiri

Hari makin siang, rombongan kopi trip masih melanjutkan perjalanan melihat proses selanjutnya. Mobil mas Tafta mengikuti mobil lain di depan, tujuan kali ini adalah tempat penjemuran biji kopi. 

Di Tlahab banyak pengusaha kopi, sehingga tidak sedikit pula tempat penjemuran biji kopi. Kadang aku melihat biji kopi dijemur di tepian jalan. Ada juga yang menjemur di tempat khusus. Seperti tempat yang kami kunjungi, penjemuran dilakukan pada ruangan berbalut plastik/dome. 

Begitu aku masuk ke dalam dome, hawa panas sangat berbeda. Di dalam dome begitu menyengat. Dome besar ini terdapat banyak biji kopi yang dijemur dan tertata rapi bertingkat. Namun ada juga yang dijemur langsung terpapar sinar matahari. 

Adanya dome ini membantu dalam proses penjemuran. Jika tidak menggunakan dome dengan paparan matahari cerah, biji kopi yang dijemur paling cepat selama 3 - 5 hari. Namun dengan adanya dome, mereka cukup menjemur satu hari. 

“Perbandingannya itu kalau di dalam dome selama 6 hari penjemuran itu setara dengan tiga minggu di luar mas,” Terang bapak yang berjaga. 

Ada tingkatan tertentu berkaitan dengan biji kopi yang dijemur. Apakah mereka ingin yang semi wash atau full wash. Tentu jika ingin full wash penjemurannya lebih lama. Di tempat ini sementara belum menerima pengeringan dari pihak luar. 
Biji kopi dijemur menggunakan dome
Biji kopi dijemur menggunakan dome

Aku tidak berlama-lama di dalam dome yang ditaksir berkapasitas 2 – 3 ton ini karena sangat panas. Tempat ini mengingatkanku kala berkunjung ke kebun Krisan di desa wisata Poncokusumo, Malang. 

Biji-biji kopi yang sudah dijemur tidak langsung di-roasting. Rata-rata biji kopi tersebut disimpan dengan baik. Tergantung mereka ingin menyimpan berapa lama. Menurut teman yang ikut, idealnya kopi yang dipanen tahun ini digunakan stok tahun depan. Ini artinya dapat disimpan dalam kurun waktu lama. 

Kunjungan terakhir dalam trip kopi ini adalah kedai AF Coffee. Kedai kopi yang dibuka pada awal bulan Januari 2018. Di sini aku dan rombongan akan melihat proses roasting. Sebelumnya, kami bersantai sambil melepas lelah. 

Roasting adalah proses pemanggangan biji kopi atau lebih dikenal dengan nama penyangraian biji kopi. Tujuannya untuk menentukan level kopi yang diharapkan; level tinggi atau sedang. Tergantung dengan keinginan masing-masing. 

Di kedai AF Coffee, kami disambut Mas Sugi. Beliau adalah barista yang bekerja di AF Coffee. Kami diajak masuk ke dalam ruangan yang terdapat mesin roasting. Mesin ini baru dibeli seharga 560 juta. 
Mengunjungi AF Coffee untuk melihat proses roasting
Mengunjungi AF Coffee untuk melihat proses roasting

Di ruang sebelah terlihat biji kopi siap di­-roasting tersimpan. Mesin roasting dihidupkan, sepertinya dipanasi terlebih dulu. Setelah itu dimasukkan dua kilo biji kopi. Proses roasting kopi berkisar antara 12 – 16 menit. 

Mesin ini berkapasitas 5 kilo sekali proses roasting. Mesin ini mulai bekerja, biji kopi dimasukkan dari atas, dan terlihat dari celah jika biji kopi di dalam seperti diaduk. Aku menunggu kurang lebih 15 menit, sampai biji kopi kekeluarkan. 

“Minimal 2 kilo sekali roasting, mas. Biayanya 50 ribu rupiah tiap kilo. Jika langsung 5 kilo bayarnya hanya 200 ribu rupiah.” 

Aku masih takjub melihat mesin roasting ini. Tidak setiap kedai kopi di tempat yang pernah aku kunjungi memiliki alat tersebut. Benar kata teman yang paham tentang kopi, jika mesin ini harganya mahal. 
Melihat secara langsung proses roasting biji kopi di AF Coffee
Melihat secara langsung proses roasting biji kopi di AF Coffee

Bau semerbak kopi yang sudah di­-roasting tersebar. Aku menikmati bau tersebut. Hal ini membuatku ingin segera menikmati segelas kopi. Padahal, tadi pagi sewaktu di rumah pak Triyanto, kami sudah disuguhi kopi. 

Akhirnya tuntas sudah trip kopi hari ini. jika kuhitung waktunya lebih enam jam perjalanan mengikuti dari pemetikan hingga roasting. Sebenarnya prosesnya jauh lebih lama lagi, karena kami sudah disiapkan biji yang siap disangrai maupun dijemur. 

Di etalase AF Coffee terdapat berbagi kopi yang sudah dikemas dan siap dijual. Ada banyak kopi kemasan yang siap dibeli pengunjung. Harganya bervariasai, dari Rp 200.000 rupiah hingga yang spesial seharga Rp. 700.000 rupiah. Kini waktunya aku menikmati segelas kopi espresso. 
Jadi kapan kita ngopi bareng? Mau ikutan teman-teman Ngopi Tiap Pekan?
Jadi kapan kita ngopi bareng? Mau ikutan teman-teman Ngopi Tiap Pekan?

Trip kopi ini adalah perjalanan yang tidak mungkin aku lupakan. Selama di Jogja, aku sudah berkali-kali mengunjungi kedai kopi; berbincang tentang kopi, namun belum pernah sekalipun melihat proses biji kopi dari awal sampai akhir. 

Barulah kali ini saat Charis mengajakku ikut kegiatan trip kopi yang dikenalkan oleh Mas Tafta beserta rombongan. Tentu jika bukan karena orang-orang ini, aku belum tentu bisa mengikuti kegiatan trip kopi. Terima kasih untuk ajakannya dan jamuannya selama di trip kopi berlangsung. 
Tim Kopi Trip Posong yang diprakarsai oleh Mas Tafta
Tim Kopi Trip Posong yang diprakarsai oleh Mas Tafta (kaus putih yang berdiri nomor 3 dari kanan foto)

Harapanku, semoga rencana adanya paketan Trip Kopi di Posong yang diprakarsai oleh Mas Tafta segera terealisasikan. Aku percaya, banyak orang yang tertarik mengikuti trip ini. Trip yang pastinya mengedukasi. Jika selama ini aku hanya paham kopi dari barista, kali ini aku langsung tahu dari orang-orang yang bergelut dengan kopi tiap harinya. *Posong; Minggu, 22 April 2018.

30 komentar:

  1. Saya pernah ngopi di Garung, yaitu di jalan antara Sumbing dan Sindoro. Tepatnya kanan jalan dari arah kota Wonosobo, kopinya enak! Btw daerah lembah Sindoro Sumbing yang dahulu terlihat hanya menghasilkan tembakau sepertinya sekarang mulai mengeliat komoditas lainnya seperti kopi yah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar mas, sekarang kopi di sekitaran Sindoro - Sumbing sedang menggeliat

      Hapus
  2. Seru nih bisa main langsung ke kebun kopinya. Saya aja belum pernah mas, jangan metik kopi, lihat pohonnya aja belum sampe sekarang, penasaran banget deh. Kalau saya jujur gak terlalu suka minum kopi mas, entah kenapa rasa kopi sama aja menurut saya, pahit kayak getirnya hidup ini. hehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahahha, aku awalnya juga tidak begitu suka kopi. Setelah berkali-kali kumpul dan berusaha menikmatinya, akhirnya suka dnegan kopi :-)

      Hapus
  3. kapan2 aku ajak lagi yang ke kebun robusta dan oraganik...disini pengolahanya lebih tradisional...nanti kalau prangnya sudah acc

    BalasHapus
  4. pernah main ke kebun kopi Banaran, tapi tak lihat prosesnya dari pemetikan sampai roating begini ..
    seru perjalanannya..
    btw di kampungku penduduk jemur kopi di pinggir jalan, lalu kopi disangrai di atas wajan biasa, tapi wanginya luar basa, harum banget

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku malah belum pernah ke Banaran, padahal tiap pulang pasti melewati tempat ini.

      Hapus
  5. Beberapa kali main ke kebun dan pabrik kopi, tapi baru di sini aku liat proses kopi yang direndam-rendam gitu. Paling banter dulu proses giling yang aromanya udah enak banget. (beda kalau teh, kok ya baunya busuk pas diolah ya?)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rata-rata yang ditampilkan itu pas menggiling atau saat roasting hehehhehe

      Hapus
  6. nah ini nih yg aku blm pernah.... ngikutin pemrosesan kopi dr kebon nya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini nggak sengaja diajak teman mas, jadi asyik banget.
      Sudah mudik ke Purworejo kah?

      Hapus
  7. Dulu kebun belakang rumah (punya orang), tumbuh pohon kopi yang luas banget. Sayangnya sih gak dibikin sampai ke pemrosesan bahkan pengolahan, jadi cuma dijual mentahan aja. Aku sebenernya penasaran dengan pemrosesan kopi dari awal kayak gini, cuma pernah lihat roasting aja, itupun di cafe. wakakakak. Ah, thankyou sudah bercerita mas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rata-rata sekarang roasting di kedai yang punya mesinnya hehehhehhe. Sama-sama mbak, terima kasih sudah menyempatkan membaca

      Hapus
  8. wagelaseh, harganya warbiasyaaah mahal hahaha tapi kayaknya selaras dengan kualitasnya yaa? waktu ke posong sempat icip juga. Gak nyampe segelas dan rasanya tak terlupakan kaya mantan *eh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gimana teh pahit kah rasa mantanmu? Buahahhahahha

      Hapus
  9. Balasan
    1. Salam kenal mas, terima kasih sudah berkunjung ke blog saya

      Hapus
  10. Saia juga suka ngopi. Robusta oke, arabica apalagi.Yang penting jangan dikasih gula, biar terasa pahit dan sedikit asemnya gitu, seperti hidup katanya. Haha!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ahahahhaha; kalau dikasih gula rasanya beda, nggak enak lagi :-)

      Hapus
  11. Almarhum mbahku kalau panen kopi tu dijemur dulu sebelum dipisahkan antara kulit dan bijinya.. Jemurnya juga lama, sekitar seminggu. Padahal yg bener dipisahkan dlu dr kulitnya ya, baru direndam, trs dicuci, dan dijemur.. Baca kopi trip posong bikin otakku pinter dikit😂😂😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ahahahhaha, tau gitu harusnya kamu ke Joga bawa kopi dong buat aku buahahhahahahahha.

      Hapus
  12. sekarang kebun kopi aja bisa dikemas jadi trip wisata .. kerenn
    saya penyuka kopi tapi belum pernah ikut wisata yang seperti ini .. hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dan sepertinya trip model ini bakal diminati para wisatawan kang

      Hapus
  13. Besok giliran trip kopi ke Wonosobo ya Mas :)
    Btw, aku nampang dikit yeeeay *ketok seko mburi :P

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siap menunggu undangan dari empunya Wonosobo mbak hahahahahha

      Hapus
  14. Kayanya hampir keseluruhan cara buat kopi sama ya? Tapi entah kalo rasanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dasarnya memang sama, tapi rasa dan yang lainnya itu pasti bisa berbeda

      Hapus

Pages