Suatu Hari di Gapura Bajang Ratu Trowulan - Nasirullah Sitam

Suatu Hari di Gapura Bajang Ratu Trowulan

Share This
Gapura Bajang Ratu di Trowulan
Gapura Bajang Ratu di Trowulan
Siang makin terik, perjalanan menyusuri peninggalan di Trowulan masih berlanjut. Tujuan kali ini adalah Gapura Bajang Ratu. Sepertinya hari ini seluruh konten berkaitan dengan peninggalan purbakala. Gapura Bajang Ratu berada di Dusun Keraton, Desa Temon, Kecamatan Trowulan. Lokasinya berdekatan dengan peninggalan-peninggalan Majapahit yang lainnya.

Mobil berhenti di pinggir jalan. Tak ada tempat parkir khusus. Rombongan berjalan menuju gerbang. Belum juga sampai tempat tiket, mata sudah tertuju pada gerobak tepat di gerbang masuk. Es Sari Tebu Ijo, tulisan pada spanduk menggoda kala panas dan dahaga menyerang. Kami menghampiri penjual Es Tebu, tak berapa lama di tangan sudah memegang plastik kecil berisi es tebu.
Gerobak Es  Tebu di depan pintu masuk
Gerobak Es  Tebu di depan pintu masuk
Tepat di balik gerobak es tebu, tempat petugas terbangun. Pos penjaga mirip ruang tunggu satpam. Seorang bapak memakai kaus dan topi menyapa kami.

“Silakan tulis di buku tamu, mas.”

Seperti di beberapa tempat yang ada di sekitaran Trowulan, tidak ada nominal khusus berapa masuk. Beliau tidak menentukan tarif, kami pun langsung membayar sesuai kesepakatan bersama teman rombongan.

Tidak banyak yang datang, mungkin karena masih siang hari. Kertas pengumuman tertempel pada kaca penjaga. Tutup pukul 15.45 WIB tulisannya. Ini artinya tiap pengunjung tak bisa sampai sore. Aku tidak sempat menanyakan perihal waktu jam tutup yang menurutku lumayan cepat.
Mengisi buku tamu di tempat wisata
Mengisi buku tamu di tempat wisata
Menariknya area Gapura Bajang Ratu ini sangat luas. Tatanan taman juga bagus, semua rapi. Dari kejauhan terlihat bangunan Gapura Bajang Ratu-nya. Tampaknya bangunannya mirip dengan Candi Brahu namun sedikit berbeda bagian atasnya.

Menyenangkan rasanya melihat tempat yang tertata bagus seperti ini. Jalan menuju Gapura Bajang Ratu pun dibagi menjadi dua, terpisah tanaman. Tepat di tengah jalan ada pohon rindang, di bawah pohon ini kami gunakan untuk berteduh sembari memotret Gapura Bajang Ratu.

*****

Gapura Bajang Ratu awalnya bernama Candi Bajang Ratu. “Bajang” sendiri mempunyai makna “kerdil”. Konon penamaan Bajang ini berkaitan dengan diangkatnya Raja Jayanegara ketika masih berumur anak-anak-anak. Sehingga kata bajang digabung dengan "ratu", penyebutan kala itu adalah Ratu Bajang maupun Bajang Ratu. Gapura ini diperkirakan ada ada sejak adab ke 14.
Jalan panjang menuju Gapura Bajang Ratu
Jalan panjang menuju Gapura Bajang Ratu
Sebutan Gapura Bajang Ratu dikarenakan bentuk candi ini yang menyerupai gapura besar istana. Dari kejauhan, terlihat menjulang dengan bagian tengah terbuka layaknya pintu gerbang. Gapura Bajang Ratu mempunyai tiga bagian; kaki, badan bangunan, dan atap. 

Jika melihat lebih dekat dan detail, Gapura Bajang Ratu ini sangat menarik. Penuh motif, ornamen, dan relief. Relief-relief tersebut menceritakan tentang masa lampau. Pada literatur lain disebutkan ada macam-macam relief pada Gapura Bajang Ratu yakni; relief Kala, relief Surya Majapahit, relief Sri Tanjung, relief Ramayana, relief Naga, relief, Kepala Garuda, dan relief Kilin.

Bangunan-bangunan peninggalan Majapahit mempunyai tujuan tertentu. Pun dengan Gapura Bajang Ratu, disinyalir bangunan ini adalah tempat suci untuk memperingati meninggalnya Raja Jayanegara yang pada Negarakertagama disebut kembali ke dunia Wisni 1328 Saka.

Selain berkaitan dengan sejarah, konon Gapura Bajang Ratu juga dikenal dengan cerita. Sebuah kisah yang menceritakan Dewi Arimbi yang bertemu dengan Prabu Brawijaya V.
Candi Bajang Ratu dari kejauhan
Candi Bajang Ratu dari kejauhan

*****

Langkah kaki terus menapai jalan mendekat ke Gapura Bajang Ratu. Melihat bangunan dari jarak dekat. Aku terkesiap dengan bangunan ini. Indah, struktur bangunan dari dekat berundak. Bentuk undakan hingga atas.

Pandanganku tertuju pada tiap sisi kanan dan kiri dari arah pintu masuk. Ada yang tidak utuh. Bangunan yang sisi kiri lengkap, kontras dengan sisi kanan yang hilang. Tidak lagi terlihat simetris antar sudut dari kedua sisi.

Tepat di depan tangga terpasang plang. “Dilarang naik dan corat-coret bata candi”. Tulisan kapital berwarna putih ini menjadi penanda jika bangunan ini memang harus dilindungi serta dirawat. Hal ini untuk menghindari wisatawan yang datang, naik, dan meninggalkan vandal pada dinding bangunan.
Bangunan Gapura Bajang Ratu
Bangunan Gapura Bajang Ratu
Tuntas mengelilingi tiap sudut bangunan, aku beranjak menuju tempat teduh. Mengabadikan Gapura Bajang Ratu dari kejauhan dengan tambahan bunga Kamboja yang meranggas dalam bingkai foto. Berkali-kali kufoto, sampai lupa mengabadikan di depan gapura.

Dilihat dari kejauhan, tempat ini memang menarik. Mungkin menjadi salah satu spot foto para fotografer di Mojokerto dan sekitarnya. Trowulan seharusnya bisa menjadi tempat yang menggaet wisatawan luar lebih banyak. Ada potensi di sana, tinggal bagaimana dalam mempromosikan.
Tim Eksplore Jombang-Mojokerto
Tim Eksplore Jombang-Mojokerto
Hamparan lahan yang luas membuat kami bebas bermain. Ditopang pohon besar sebagai peneduh. Kami bergantian foto, lalu mendokumentasikan diri bersama rombongan. Sepertinya hasil foto bisa digunakan untuk kalender tahun depan.

Kami masih di Gapura Bajang Ratu, menatap bangunan tersebut dari kejauhan. Harapannya, situs-situs purbakala seperti ini tetap terawat dengan baik. Selain itu lebih baik lagi jika makin banyak referensi literatur yang mengulas peninggalan Majapahit tersebut. *Gapura Bajang Ratu, 19 Agustus 2017.

24 komentar:

  1. Bagus yaa
    ^^

    kalo aku kesitu pasti aku foto foto banyaaak banget hahaa
    Udah lama gak main ke tempat wisata yang begini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak sekalian foto produk? hahahhahaha
      Ayo tulis lagi yang edisi plesiran :-D

      Hapus
  2. wah, kalau di Lombok, kata Bajang artinya Muda

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jadi ingat kawan yang namanya Bajang dari NTB hehehhehe

      Hapus
  3. Bagus nih, Rul. Kamu foto nggak kentang ya, sepi nggak ada manusianya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepertinya bakal ngajak jalan buat motretin ini hahahahahha

      Hapus
  4. Kok tutupnya cepet banget ya. Aku seneng bgt ke tempat wisata yg sepi gini, mau foto2 ga pake antri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurutku malah menarik dengan tutup jam segitu. Jadi kawasan sana bisa bebas pengunjung sebelum magrib.

      Hapus
  5. areanya betul betul bersih terawat ... nyaman untuk explore foto foto disini jadinya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar banget kang, bisa jelajah seluruh tempatnya

      Hapus
  6. Apakah di Trowulan hanya ada satu candi seperti yang Anda ceritakan? Nama Trowulan pernah ramai diperbincangkan pada tahun 1980-an kalau tidak salah. Yakni, saat ditemukan situs-situs lama di wilayah itu. Menarik sekali jika bisa digali kisah-kisahnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tidak bapak. Ada banyak peninggalan di Trowulan. Saya hanya pernah ke Bajang Ratu, Candi Brahu, dan Gapura Wringin. Semua saya tulis di blog.

      Hapus
  7. Pernah main-main ke kompleks peninggalan MAjapahit di Trowulan, pernah mampir juga kesini. Sebenarnya banyak sekali candi di Trowulan, namun beberapa masih belum komplit dipugar.
    KAlau ke Trowulan paling suka ke museumnya, banyak senjata yang dipakai oleh prajurit majapahit jaman dulu.

    - Jun

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku malah nggak main ke museumnya, cuma numpang lewat depannya saja waktu itu.

      Hapus
  8. Candinya unik. Namanya unik : Gapura Bajang Ratu (Ratu Bajang). Bentuknya juga unik dan saya suka foto candi dengan pohon di sampingnya. Daaaan es sari tebu ijo itu pasti kesegarannya saingan sama es gula moke hahahahaha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Candi di Jawa bagus-bagus loh mbak, nggak pengen nih main ke Jawa ahahahaha

      Hapus
  9. Candinya masih berdiri kokoh dengan warna yang menarik ya, mas. Kayaknya aku harus kesana, nih. Tulisannya bikin mupeng, tauk.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kapan mau ngajak jelajah Candi Angin hahahhhhha. Itu salah satu destinasi yang mau kukunjungi loh.

      Hapus
  10. kereeen.. kompleknya masih keren!
    aku suka ngehayal, sebenarnya orang2 jaman dulu jauh lebih canggih dari orang sekarang kali ya, bang? soalnya mereka kan, bisa bangun bangunan yang keren gitu, tanpa ada teknologi kayak kita sekarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pemikiran yang sama. Mereka tentu lebih canggih karena bisa membuat bangunan semegah ini tanpa bantuan alat-alat besar hehhheheh

      Hapus
  11. Wah, bagus banget taman dan posisi candinya.


    Kalau biayanya sukarela seperti itu, lantas biaya perawatan kawasan candi yang nggak murah itu dapat tambahan dari mana ya?

    BalasHapus
  12. Untuk perawatan biasanya sudah ada dinas purbakala yang mengurusi. Tapi kita tetap bisa membantu seidkit ke petugas. Agar beliau makin semangat bekerjanya

    BalasHapus
  13. Mojokerto ini masih masuk dlm wishlist yg belum terpenuhi. Susah jg nyari temen yg mau diajak main2 ke Situs Trowulan, termasuk Gapura Bajang ini.
    Seru ceritanya. Kalo di situsnya sendiri ada guide yg bisa nyeritain masing2 cerita situsnya nggak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau di sini jarang ada pemandunya, mbak. Kita bisa baca di papan informasi dan cari-cari referensi yang lainnya di jurnal.

      Hapus

Pages