Mendadak Liburan ke Bromo - Nasirullah Sitam

Mendadak Liburan ke Bromo

Share This
Jeep-Jeep di kawasan Bromo

Menjelang akhir tahun, aku sudah mempunyai agenda tersendiri. Rencananya ingin menikmati waktu akhir tahun di Karimunjawa. Toh tiket pesawat sudah kubeli. Tinggal memikirkan perjalanan menuju Semarang. 

Belum juga selesai merencanakan agenda apa saja selama di Karimunjawa, sebuah email masuk. Ajakan dari mitra untuk piknik ke Bromo. Kubaca secara teliti waktu keberangkatan, untungnya tidak berbenturan dengan agenda pulang kampung. 

Kami berkomunikasi terkait keberangkatan menuju Bromo. Intinya yang penting aku ikut. Tidak lagi harus memikirkan pemesanan tiket kereta api, penginapan, atau apapun selama di Bromo. Bermodalkan badan saja, mana mungkin kutolak. Toh entah sudah puluhan purnama aku tidak bermain ke Bromo. 

Seluruh rangkaian acara sudah diurusi oleh pihak biro. Aku sendiri diajak agar bisa turut mengabadikan keseruan rombongan. Selain itu, sejawat juga paham jika aku suka mengulas tulisan perjalanan. Setidaknya ini bisa menjadi tambahan konten di blog. 

***** 

Mengharap Sunrise Indah di Penanjakan 

Pukul 21.55 WIB, kereta api Sancaka sudah sampai di Stasiun Gubeng. Kami beranjak keluar menunggu jemputan. Pihak biro travel yang mengurusi perjalanan kali ini menyediakan Elf menuju penginapan di Tosari. 

Rasanya baru sebentar istirahat, kami sudah dibangunkan pemandu setempat untuk menuju Pananjakan. Rencananya di tempat itu aku bisa melihat sunrise. Perjalanan tersendat, satu Jeep wisatawan yang lain tergelincir, sehingga jalanan tertutup. 

Rombongan melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki. Di waktu yang sama, aku sempat meluangkan waktu salat subuh bersama kawan. Lalu kembali melanjutkan perjalanan. Akhir tahun, di manapun destinasi wisata melonjak. Pun dengan di Penanjakan. 

Kerumunan wisatawan silih berganti naik maupun turun. Ada juga yang sibuk berswafoto pada tulisan besar. Rombonganku berpencar, kami berkomunikasi melalui WAG yang dibuat sementara. Tangga di Penanjakan disesaki wisatawan yang ingin menyaksikan sunrise
Keramaian wisatawan di Penanjakan
Keramaian wisatawan di Penanjakan

“Bunganya mas?” Para penjual bunga menawari tiap wisatawan yang berdatangan. 

Penjual-penjual ini menggenggam tangkai bunga. Mereka naik-turun tangga sembari terus menawarkan bunga tersebut. Target mereka adalah remaja muda-mudi atau keluarga. Sesekali kulihat ada yang tertarik membeli, lalu mengabadikan. 

Aku berdiri di tangga yang dibatasi pagar setinggi lebih satu meter. Tak kukenal orang-orang yang berdesakan di sampingku. Aku sedikit bergeser agar leluasa memotret kala sang baskara muncul dari timur. 

Semburat cahaya jingga menerobos awan tebal. Mentari tak sepenuhnya tampak, hanya cahaya berpendar. Setiap orang yang memegang gawai mengabadikan. Aku turut melakukan kegiatan yang sama. Hingga mentari tertutup awan. 

Mendung menjadi hal yang lumrah kala akhir tahun. Desember memang waktu penghujan, sehingga mendapatkan sunrise cerah kala pagi di Bromo menjadi sesuatu yang langka. Bagiku, tak melihat sunrise cerah bukan masalah. 
Sunrise tertutup awan di Penanjakan
Sunrise tertutup awan di Penanjakan

WAG ramai berkomunikasi, mereka memintaku naik. Rencananya ingin foto bersama dengan spanduk yang sudah dibawa dari Jogja. Kusibak keramaian pengunjung, lantas menapaki anak tangga sampai atas. 

Di sini banyak tempat yang datar, para pengunjung menggelar tikar dan duduk sembari menikmati waktu pagi. Rombonganku sudah berdiri rapi berjejeran, aku memotret menggunakan kamera. Tidak lupa mengambil satu gawai rombongan untuk postingan di media sosial. 

Selepas itu, kami kembali berpencar. Komunikasi berlanjut di WAG menentukan waktu turun. Para pemilik Jeep masih setia menunggu di bawah. Aku menyapu pandangan, wisatawan banyak yang berfoto ataupun membuat cerita di Instagram. 

Tidak sedikit dari mereka yang mencari sudut-sudut menarik untuk berfoto. Silih berganti mereka berfoto. Bahkan, tanpa terasa aku di sini sudah diminta tiga kali rombongan untuk mengabadikan menggunakan gawainya. Bromo kala akhir tahun benar-benar padat. 
Pengunjung bersebaran untuk mengabadikan diri
Pengunjung bersebaran untuk mengabadikan diri

Ramainya Wisatawan di Bukit Teletubbies 

“Lanjut ke Bukit Teletubbies, mumpung belum ramai jam pagi ini,” Ujar pengemudi Jeep yang kunaiki. 

Goncangan silih berganti. Rasanya Jeep ini hendak secepatnya sampai destinasi selanjutnya. Aku berpegangan erat, mata ini terus melirik jalur yang ada di depan. Beserta dua kawan, kami duduk di belakang. 

Jalanan cukup curam, lekukan tikungan kadang berdebar sendiri jika melihatnya. Sesekali terlihat sepeda motor yang tidak kuat menanjak. Atau malah berpapasan dengan Jeep lainnya. Untung pagi ini sudah tidak hujan, sehingga sedikit menenangkan. 

Jeep-jeep seperti berlomba di padang pasir. Suara mesin meraung kencang, goncangan makin sering. Jalur yang dilewati sudah ada banyak bekas ban jeep. Dari jendela, kulihat jeep lainnya berusaha menyalip dari kedua sisi. 

Sisi kanan hambaran rumput hijau dengan latar perbukitan. Aku belum bisa menikmati pemandangan selama laju Jeep seperti tak terkontrol. Sekilas terlihat seorang perempuan yang menaiki kuda dibantu pemilik kuda sembari berjalan. 

Di sisi yang lainnya, tidak sedikit kulihat rombongan komunitas motor asyik berfoto. Mereka ingin mengabadikan bersama motor kesayangan sebagai tanda sudah sampai di destinasi tujuan. Membayangkan mereka naik motor saja sudah capek. 

Tidak adanya namanya sepi di Bukit Teletubbies. Jepp sudah terjejer rapi menunggu tamu yang diantarkan. Aku turun, melihat keramaian tempat ini. Tulisan besar Bukit Teletubbies mencolok, sesekali ada yang membentangkan spanduk foto di sana. 
Mengunjungi Bukit Teletubbies
Mengunjungi Bukit Teletubbies

Pun dengan rombongan yang kubawa. Kuminta untuk berjejer menjauhi tulisan, lalu mengabadikan berlatarkan perbukitan. Cukup beberapa kali jepretan, rombongan bubar dan mengabadikan diri menggunakan gawai masing-masing. 

Bebas tugas memotret kumanfaatkan bersantai. Sesekali tertawa mendengar suara pelantang dari salah satu tempat penjual kaus. Seorang bapak berlogat Jawa Timuran menyapa tiap pembeli, sambil menggoda agar salah satu pengunjung membeli kausnya. 

Setiap ada yang jalan mendekat, meski tidak menoleh, beliau terus memanggil. Hampir sebagian pengunjung tertawa saat penjual berusaha membujuk pengunjung untuk membeli. Entah, apa saja yang diucapkan. Jika berhasil ada yang beli, suara pelantang bersyukur dan mendoakan rezeki bagi pembeli. 

Di tempat yang dingin, cilok memang menggoda. Aku turut antre mengemil cilok, sudah banyak rupanya yang tergoda. Penjual cilok tersenyum, waktu masih pagi tapi jualannya laris manis. Sesuatu hal yang menyenangkan. 

Sambil berjalan menuju Jeep, kuhabiskan cilok, lantas mencari tempat sampah. Tempat sampah besar tersedia, hanya saja masih ada sampah yang dibuang pengunjung tidak pada tempatnya. Aku diam menatap Jeep-Jeep yang berjejeran, bingung tadi Jeep mana yang kunaiki. 

“Foto aku di atas Jeep,” Sebuah tangan sontak menepuk bahuku. 

Kawan satu Jeep lantas duduk di salah satu Jeep. Sedikit gugup aku berusaha mengambil kamera. Sekali jepretan kurasa kurang. Kuminta lagi untuk berpose. Usai melihatkan hasilnya, aku ganti minta diabadikan di tempat yang sama. 
Berpose di Jeep area Bromo
Berpose di Jeep area Bromo

Warung Tenda di Parkiran Menuju Kawah Bromo 

“Woo, kita tadi di bawah sana?” Celetukku sambil menyesap minuman hangat. 

Sarapan kami di restoran milik Lava View Hotel. Pemandangannya langsung menuju bawah yang menampakkan padang pasir Bromo. Pihak biro memang sempat berkata jika nanti sarapannya bisa sambil melihat Bromo dari atas. 

Sudah kuhabiskan makanan, lalu memotret pemandangan dari kejauhan. Selama di sini aku hanya membawa lensa fix 35mm, jadi tidak bisa memotret jauh lebih detail. Toh intinya bisa menikmati waktu pagi sambil duduk menghadap ke Bromo. 

Sebelumnya, kami sudah asyik foto-foto di padang pasir yang lokasinya tidak jauh dari Bukit Teletubbies. Hamparan luas pasir membuat kita dengan mudah ingin berfoto berlatarkan bukit. Atau malah foto ala-ala di Jeep. 
Padang pasir Bromo dari kejauhan
Padang pasir Bromo dari kejauhan

Sebagai jurufoto, aku harus memprioritaskan rombongan. Mereka foto bersama hingga satu-persatu dengan segala pose. Bebas beraksi, terserah sesuka hati. Tuntas semua, aku baru meminta seseorang untuk mengabadikan diri. 

Baiklah. Meski tidak sesuai dengan harapan, minimal ada foto di sini. Sebenarnya teman yang kusuruh membidikku beberapa kali. Hanya saja foto yang lainnya lebih banyak miring. Jadi cukup ini saja yang kupajang. 

Ke Bromo rasanya kurang lengkap jika tidak trekking menuju kawahnya. Baru selesai sarapan, Jeep sudah kembali menyusuri jalan menuju tujuan selanjutnya. Rasanya perjalanan ini mirip marathon. Baru istirahat sejenak, lanjut lagi ke destinasi yang lainnya. 
Gagal foto ala-ala anak Instagram
Gagal foto ala-ala anak Instagram

Tatkala jeep berhenti, berdatangan orang-orang yang menawarkan kuda untuk sampai tangga trekking. Aku menggeleng, berusaha menghindar. Namun para penyedia jasa kuda terus menguntit. Kubiarkan mereka menawarkan jasanya. 

Dari Jeep yang lain, satu kawan antusias ke sini bukan untuk trekking ke Kawah Bromo. Dia ingin mengunjung sebuah Pura yang searah dengan jalur trekking. Kawan yang beragama Hindu ini hendak berdoa di Pura Luhur Poten. 

Sebagian wisatawan saling melobi harga kuda. Kawan yang ingin beribadah pun sudah naik kuda. Dia tak melobi, intinya keinginannya ibadah di sana berusaha dipenuhi. Aku bebas tugas, tidak ditugasi memotret, hingga kuputuskan untuk tidak turut trekking. 

Kusambangi salah satu jejeran tenda yang menjual aneka makanan dan minuman kemasan. Aku memesan kopi kemasan sembari duduk santai. Di sini, kuhabiskan waktu menunggu rombongan kembali sembari menyesap kopi, serta melihat keriuhan para wisatawan. 
Deretan warung di parkiran Trekking Kawah Bromo
Deretan warung di parkiran Trekking Kawah Bromo

Bromo memang menggoda para wisatawan. Destinasi yang sudah dikenal seluruh penjuru ini terus menggaet wisatawan untuk mendatanginya. Sepanjang mata melihat, tampak kuda-kuda berlarian kecil menuju rombongan wisatawan. 

Dari jauh pun deretan orang berjalan kaki pulang-pergi dari Kawah Bromo. Ada yang berjalan kaki, pun dengan mereka yang berkuda. Menjelang siang, terik mentari tak mau berkurang. Hawa panas membuatku betah duduk di tenda warung makan. *Bromo; Sabtu 22 Desember 2018.

20 komentar:

  1. Wah, berarti foto diri yang bagus cuma sedikit, Mas? Nasib fotografer begitu ya memang? Kayak di meme-meme "motoin-difotoin." Hehehe...

    Btw, enak banget itu pasti minum kopi di warung tenda. Kehangatan kecil di Bromo yang dingin :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tidak ada foto yang bagus ahhahhaha. Tapi cukup cuan lah, biaya tiket pesawat PP pulang kampung tertutupi dan masih ada sisa buat uang saku haaaa

      Hapus
  2. Udah lamaaaa banget gak main ke Bromo.

    Gw jadi inget terakhir main ke Bromo pas di bukit Teletubies, ada dua orang cowok yang lagi bergandengan tangan dan bermesraan. Dan kita yang satu rombongan 20 orang serasa mau muntah.

    Kalo mau mesra-mesraan jangan di tempat umum ngapah. Soalnya kalian kan sama-sama cowok -___-'

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sunggu pemandangan yang membuatku terbahak saat membayangkan. Semangat ya akakakkakka

      Hapus
  3. dpt sunrise kek gitu masih mending dibandingkan aku dulu bener2 ketutup awan bgt padahal nunggunya nunggunya udah dari jam 3 haha..

    wow, apakah bromo emang seramai itu sekarang? atau karena liburan akhir tahun? karena ketika aku ke sana bulan januari 2015, yang parkir di bukit teletubies hanya jeepku wkwk..

    -Traveler Paruh Waktu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berarti ada untungnya ahahhahaha. Iya saat libur panjang setahuku Bromo sekarang memang ramai sekali. Berhubung ini adalah ajakan dan cuan bagiku, ya santai-santai saja

      Hapus
  4. Aku belum rezeki Mulu datang kesini. Itu wisatawannya makin ruameee aja yak :D. Jujurnya utk orang yg suka pusing dan sering sesek napas di tempat terlalu Crowded gitu,aku ga mau terlalu maksain utk ksana. Dan biasanya selalu cari waktu yg mana bukan peak season. Tapi nth kapan ya low season nya Bromo :D. Kalopun EMG bisa ksana, aku cm mau cobain naik jeepnya mas. Kayaknya macu adrenalin banget :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untungnya aku sudah mempersiapkan diri dengan seperti ini, mbak. Sedari awal sudah tahu bakal ramai dan riuh. Jadi mood di sana tetap terjaga

      Hapus
  5. Wuah sekarang di pasirnya itu banyak tenda tenda jualan ya? Aku masih inget sekitar 8 tahun lalu ke bromo , blm ada tenda tenda warung gitu. Cuma ada 1 penjual bakso di tengah padang pasir itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Heheheeh, 8 tahun lalu belum begitu riuh media sosial dan keinginan travelling mas :-D

      Hapus
  6. saya yang di pasuruan aja blm pernah nih ke bromo.. smga soon bisa! keren lihat foto hasil jepretan nya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaaah, sempatka dolan ke sana, mas. Benar-benar menyenangkan loh

      Hapus
  7. Bromo selalu bikin speechless,,,masih berdoa semoga bisa kesana untuk kedua kalinya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang menyennagkan jika dolan ke Bromo. Semoga tetap terawat kebersihannya

      Hapus
  8. tahun ini gas Bromo, wushhhh
    mau foto ala-ala anak instagrem juga ah, wkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ndang ke sana, toh sekarang sudah pinter bikin video hahahahah

      Hapus
  9. wah bromo memang selalu menarik dan kece .... banyak banget spot untuk foto2 keren.
    sudah lama banget ngga kesana ... lihat foto2 ini jadi pengen lagi main kesana

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tidak banyak berubah kang, cuma tambah ramai saja ahhahah

      Hapus
  10. Bromo ini selalu ramai emang ya? hahaha
    waktu ke sana tahun 2012 kami sempat dapat momen yang lumayan sepi. bisa berfoto di bukit teletubbies dengan suasana sepi banget. tapi kalau Pananjakan atau kawah sih gak pernah sepi kayaknya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekarang makin rame, daeng. Jadi kudu tetap bisa menikmati walau begitu. Penting dolan

      Hapus

Pages