Hari masih pagi, aku belum mempunyai agenda di akhir pekan. Biasanya yang kulakukan sekadar bersantai di salah satu kedai kopi, lantas menyicil tulisan blog. Belum juga merencanakan aktivitas, ada pesan masuk.
“Mau ikut ke Magelang? Cari durian.”
“Oke, siap.”
Ardian sudah menyusun rencana mengunjungi seputaran Magelang. Dia kembali berburu durian. Seingatku, dua minggu sebelumnya dia sudah mencari durian di Klaten. Aku langsung menerima ajakan tanpa berpikir panjang.
Selain Ardian, Mas Iqbal beserta putranya. Ada juga blogger-blogger Jogja sekaligus kawan saat berkumpul. Mas Anno, Mas Aan, dan Galant. Rombongan dadakan ini bisa berkumpul saat mendengar kata “Durian”.
Kami berkumpul di Masjid Pugong baru. Menunggu hingga personil lengkap, baru perjalanan dilanjutkan. Dari semua yang ikut, mungkin Mas Iqbal dan Mas Anno yang paham lokasi. Bisa jadi Ardian juga sudah tahu lokasinya.
Terkait durian di Magelang, aku minim informasi. Dulu pernah melihat orang-orang jualan durian di jalan alternatif menuju Borobudur. Kulihat simbah-simbah duduk di tepian jalan sembari meletakkan durian. Konon katanya di sana lebih murah daripada membeli di sekitaran Kalibawang.
Tumpukan durian yang dijual |
Di Jogja sendiri biasanya mencari durian di sekitaran Kalibawang. Atau malah menuju perbatasan dengan Purworejo. Kaligesing menjadi tujuan para pecinta Durian. Aku pernah ke Kaligesing, tapi tidak mencari durian. Waktu itu menjelajah Purworejo di destinasi Curug Sidandang.
Tujuan mencari durian kali ini di Candimulyo, Magelang. Lebih tepatnya lagi di Desa Giyanti. Jalurnya menyenangkan. Pada tempat-tempat tertentu tanjakannya tinggi. Aku malah membayangkan jika bersepeda di jalur ini.
Daerah Candimulyo sudah kami lewati. Mulailah terlihat lapak-lapak warga di tepian jalan yang menjual durian. Kami terus memacu kendaraan lebih pelan. Aku melihat semacam patung durian di dekat lapangan. Belum ada tanda-tanda berhenti.
Jalanan menanjak. Gapura selamat datang Desa Giyanti menyapa. Pun dengan keterangan kampung durian. Ternyata di sini memang pusatnya durian Magelang. Mungkin karena aku bukan maniak buah ini sehingga kurang paham.
Tepat di tanjakan sudah banyak pesepeda yang melintas. Ada yang mengayuh pedal, tidak sedikit yang menuntun. Akhir pekan dijadikan sebagian para penghobi gowes untuk mencari rute baru bersama rombongan.
Jika diruntut, katanya jalur ini mengarahkan pada Pinus Kragilan. Destinasi yang sempat viral di lini masa khususnya Instagram. Hawa di sepanjang perjalanan sejuk. Malah cenderung dingin. Motor kami masih terus melintas.
Rumah warga tidak terlalu berdekatan. Sekilas mirip daerah-daerah yang bangunan rumahnya berbaris mengikuti jalur jalan. Tiap rumah mempunyai lapak untuk menjual durian. Bahkan ada yang memasang spanduk dengan latar gambar durian.
Penjual durian membelah salah satu duriannya |
Tumpukan bekas kulit durian pun banyak. Rumah-rumah di sini seperti pusat durian. Kami sesekali melihat tumpukan durian yang dipajang. Belum tahu ingin berhenti di mana, motor terus berjalan. Hingga dirasa sudah mentok, kami ambil jalur balik.
Lapak kecil di sisi kanan menarik perhatian. Tiga ibu saling berbincang. Mereka mempunyai lapak sendiri-sendiri. Satu lapak yang paling besar mempunyai durian dengan berbagai ukuran. Sementara dua ibu yang lainnya hanya meletakkan durian di teras rumahnya.
Mas Iqbal mulai menawar. Dari seluruh rombongan kami, menurutku Mas Iqbal salah satu orang yang paham tentang durian. Selain itu, dia juga paham dunia kopi. Aku hanya menjadi pendengar kala mereka sedang menentukan harga.
Komunikasi di sini sepenuhnya menggunakan Bahasa Jawa. Ibu penjual mencoba menawarkan durian yang lebih besar. Jika tidak salah, harga durian yang ditawarkan mulai dari 35.000 rupiah, hingga yang paling besar dan digantung dibanderol harga 200.000 rupiah.
Sesekali kami turut menimpali dengan candaan. Satu durian harganya sudah disetujui. Beliau bergegas mengambil pisau. Sebelum dibelah, ibu ini mencongkel sedikit isinya, lantas Mas Iqbal mengecap duriannya.
Tatkala Mas Iqbal mengangguk, senyum sumringah ibu penjual. Beliau menuntaskan tugasnya untuk membelah durian. Kami sendiri tak kalah sibuk. Ada yang mengabadikan dengan gambar, ada pula yang merekam.
Memotret durian yang sudah dibelah |
Buah durian tampak menggugah selera. Harum baunya. Ibu tersebut menumpangkan durian yang sudah terbelah di dalam tangkupan tangan Mas Iqbal. Kami kembali berebut memotret. Seperti inilah jika konten menjadi yang utama sebelum melibas durian hingga tandas.
Satu demi satu tangan mengambil durian. Ibu pemilik lapak menyediakan wadah khusus untuk menampung biji durian. Selang sebentar, satu durian sudah tinggal kulitnya. Kembali ibu tersebut menawarkan dagangannya.
Aku tidak mendengar secara persis apa yang diobrolkan ibu dengan Mas Iqbal. Satu buah lagi sudah dibelah. Lagi-lagi kami bergantian menikmatinya. Obrolan, tawaran, belah durian. Itulah yang aku lihat selama beberapa waktu di sini.
“Mbok ini sekalian dibeli, mas.”
Ibu penjual durian memegang satu durian yang kulit atasnya rusak digigit hama. Sebelum dibuka, kami mendapatkan harga yang lumayan murah. Begitu dibelah ternyata sudah sangat matang dan tampak berbeda.
Melihat duriannya begitu, ibu penjual pun luluh. Dia malah memberi potongan khusus durian ini cukup ditebus dengan 10.000 rupiah saja. Kami tergelak tertawa. Tentu itu harga yang menurut kami tidak masuk akal.
Teman-teman yang menikmati durian |
“Kalau di Jogja bilang 10.000 yang ada kita dilempar kulitnya.”
Entah lima buah durian kalau tidak salah yang kami belah pagi ini. Tidak lebih dari dua jam semuanya sudah habis. Setiap orang cukup patungan 30.000 rupiah untuk menebusnya. Bahkan ada juga yang membawa pulang.
“Ini 150.000 saya lepas, mas.”
Kembali ibu penjual menawarkan durian yang paling besar dan digantung. Awal kami datang, harga durian tersebut 200.000 rupiah. Beliau menawarkan harga segitu mungkin atas pertimbangan kami sudah melahap banyak.
“Kalau 100.000 saya ambil, bu,” Jawab kami sambil bergurau.
Uang sebesar 180.000 rupiah kami berikan. Lalu kami bersiap-siap pulang. Benar adanya. Datang ke Candimulyo hanya untuk menikmati durian, lalu pulang. Ibu penjual sumringah, pagi ini sudah mendapatkan pelanggan durian.
Kami sendiri melanjutkan perjalanan. Rasa penasaran menikmati durian Candimulyo sudah tertuntaskan. Empat motor beriringan, sebelum pulang kami sudah sepakat ingin kulineran di sekitaran Magelang. Lontong tahu Pelopor sepertinya enak. *Candimulyo Magelang, 16 Februari 2020.
Wow durennya kuning dan tebel. Mantap banget pastinya. Dari foto tumpukan duriannya kayaknya hanya dari 1 varietas ya, berarti peluang dapatnya yang kuning dan tebal
BalasHapusIya betul banget. Sebenarnya ada varian yang lainnya, tapi saya orangnya awam terkait durian. Beda dengan teman saya hahahahha
HapusYa Alloh, isinya padat skali, bikin ngiler haduh..
BalasHapusPokoknya bagi pecinta durian bisa puas ke sini
HapusWeee kereeen diposting haha
BalasHapusWajib posting to yo. Mayan kan kanggo konten blog
HapusKeliatan menggiurkan sekali buah durian nya, tapi setiap aku makan aku tetp ga suka, yg ada malah mual
BalasHapusBanyak kok yang memang kurang suka dengan durian hehehhehe. Emak saya pun gitu
HapusSeru banget kayaknya makan durian di sana, Mas Sitam. Foto-fotonya juga bikin ngiler. TVRI sama depan UNY nggak ada apa-apanya nih kayaknya dibanding Desa Giyanti. :D
BalasHapusPokoknya kalau pas musim durian mending langsung ke TKP mas, mayan jauh dikit tapi puas
HapusBener sih, kalau di Purworejo yang terkenal sama duriannya ya daerah Kaligesing mas. Misal pengen mlipir sedikit, di kecamatan sebelahnya juga lumayan banyak yang sering buka lapak durian; kecamatan bagelen.
BalasHapusGed-gede banget itu. Sepadan sama harga yang ditawarkan lah.
Kemarin belum sempat ke Kaligesing, padahal sudah direncanakan bareng kawan-kawan
HapusMaaf, saya out of topic, nih, Mas Sitam. :D Tadi ada temen yang nge-tag award-award-an ke blog dan saya diminta untuk menominasikan blog buat award itu. Salah satu narablog yang kepikiran, ya, Mas Sitam. Jadi blog Mas Sitam saya jadikan salah satu nominator. Segan juga, sih, sebenarnya, karena nanti bisa mengganggu ritme dan karakter blog ini. Nggak perlu diproses nggak apa-apa banget, Mas. Cuma buat lucu-lucuan saja. Saya juga pikir-pikir panjang banget sebelum ikutan. Nggak terbiasa juga, soalnya. Hehehe...
BalasHapusHahahhaha, santai saja mas. Saya malah makasih diingat kalau ngeblog ahhahahaha
HapusDuriannya menggugah selera.
BalasHapusAuto ngiler liat duriannya yang kuning dan tebal gitu.
Pankapan ajak saya ke Durian Ucok ya ahhahahhha
HapusBuah SURGAAAA :D. Kalo di keluargaku, sampe ada candaan, bukan org Batak kalo ga suka durian hahahaha. Suka bangetttt lah Ama buah ini. Dan kalo sdg musim, aku slalu coba cari buahnyam di Deket rumah ada yg jual, katanya sih durian Medan. Tp menurutku ga semanis durian Medan asli. Tp lumayanlah pelipur lara :p. Pas dulu road trip ke Jawa, aku jg mampir, tp lupa kota apa, makan durian. Tapi rasanya g terlalu manis. Cuma kita mah seneng2 aja :).
BalasHapusAku penasaran Ama durian Lampung mas, yg katanya keluar dari kotoran gajah. Menurut temenku, hrgnya mahal, Krn proses pematangannya aja beda :p. Tapi rasanya maniiiis byangeeeet. Blm kesampaian ke lampungnya ini :p.
Aku suka durian, tapi tidak semaniak kawanku. Ini juga ikut karena kawan-kawan begitu semangat berburu durian di lokasinya ahhahaha.
HapusWah menarik akalu dari Lampung itu, mbak
beuuh, baca artikel durian pas belum musim durian adalah pilihan yang buruk..hahhaha
BalasHapusini jalan yang tembus kopeng khan mas...?
bisa dijadikan referensi kalau pengen durian. Terakhir makan durian itu akhir tahun lalu. Durian dari ambarawa dan boja. Kemudian tahun lalu makan durian kalimantan tengah.
durian memang selalu menggoda yaa mas..hahhahaa
Wah bagaimana dengan durian di Kalimantan Tengah mas? Rasanya cenderung manis atau bagaimana? Menarik itu
HapusAaaaak! Musim durian tahun ini saya belum sempat mencicipi durian sekalipun. Sempat lihat di jalan ada yang jualan durian, baru niat mau beli ehhh fokus sudah dipecah sama corona. Sekarang, udah gak ada yang jualan. hiks
BalasHapusMusti nunggu setahun lagi kayaknya
Sekarang semua rencanya berubah setelah ada covid-19, daeng. Semoga lekas berlalu dan bisa kembali seperti sedia kala
Hapushuwaaaaa, mantap banget.. tebel2 bgt durennya.. tapi menurutku yang paling nikmat tu makan durian langsung di kebunnya, apalagi kalau diajak sang pemilik dan gratis,, mau makan berapapun selama masih ada stok, hajaaar. haha..
BalasHapus-Traveler Paruh Waktu
Benar bang, teba dagingnya. Kalau ini di depan rumah sih. Pengennya langsung ke kebunnya, tapi tidak punya kenalan ahahahhah
Hapusweh durene lonjong lonjong, jarang aku nemuin yang bentuknya kaya gitu. apalgi di kupang, jarang ada duren, peminatnya pun dikit.
BalasHapusterakhir pesta duren, 2 tahun lalu di Lombok
dulu waktu aku masih tinggal di purworejo malah enggak maniak duren padahal disana banyaaaaaaak
Di Kupang harganya bagaimana, mas? Kalau di Purworejo tempatnya ahahhahah. Apalagi sekitaran Kaligesing
Hapuswah lihat gambar durian saja saya sudah tergoda. pas simak kisahnya ternyata seru dan kalian bukan hanya beli dan makan durian tapi juga memberi rezeki bagi penjual durian itu. btw kalo jalan ramean emang selalu seru yaaa...
BalasHapusDengar-dengar, Durian Lampung juga menggoda, om. ahhahahha
HapusMenyenangkan beli durian di rumah warga, setidaknya kami jauh lebih santai dan bisa berbincang dengan pemilik rumahnya
Mari singgah ke Riau Kak. Duriannya berani diadu :-)
BalasHapusDoakan bisa ke sana ya. Belum sempat menginjakkan kaki di Riau-nya
HapusAku kalo sama durian nggak tahan untuk nggak makan. Bodo amat sama konten, foto bagus, atau video. Ntar kalo udah tinggal kulitnya baru inget, tapi tetep aja nggak mau pegang hp atau kamera karena sayang kan gadget-nya bau duren. Meski doyan duren, tapi aku nggak suka kalo cuma nyium bau duren tok. Haha.
BalasHapusBtw, murah amat durennyaaaa
Kalau kami tim dokumentasi, jadi dokumentasi dulu abru makan durian sambil bincang santai ahhahahaha
Hapus