Sejumput Cerita dari Pasar Sore Karangrandu, Jepara - Nasirullah Sitam

Sejumput Cerita dari Pasar Sore Karangrandu, Jepara

Share This
Pengunjung menikmati kuliner di Pasar Sore Karangrandu

Perjalanan cukup lancar meski tersendat di Sayung. Seluruh penumpang yang arah ke Jepara dioper bus lainnya tepat di depan masjid Masjid Besar Baiturrahmah Purwogondo. Bus lebih kecil dengan satu pintu, aku duduk di paling belakang bersama penumpang yang lainnya. 

Satu perempuan di sampingku berdiri. Dia meminta kernet bus berhenti di Bunderan Pecangaan. Aku juga turun karena ingin mengunjungi Pasar Sore Karangrandu. Begitu kaki menginjakkan tanah, bergegas ojek pangkalan menyambut. 

“Pasar Sore Karangrandu, pak,” Pintaku. 

“Sama mbak itu?” Tanya bapak sembari menunjuk perempuan yang turun dan sudah menaiki ojek pangkalan. 

“Saya sendirian, pak. Tidak sengaja turun berbarengan.” 

Perjalanan berlanjut. Kutanyai berapa yang harus kubayarkan, bapak ojek pangkalan menyerahkan semuanya terserah padaku. Sesampai di lokasi pasar, kuserahkan uang 10.000 rupiah. Beliau menerimanya sembari memberi tahu jika nanti pulang bisa menunggu ojek di jalan depan. 

Hari masih lumayan terik. Aku duduk di bangunan ruko depan pasar. Sembari istirahat, aku sempatkan berbincang dengan dua bapak parkir dan bapak penjual gelembung untuk anak-anak. Pasar Sore Karangrandu sudah mulai ramai. 
Depan Pasar Sore Karangrandu Jepara
Depan Pasar Sore Karangrandu Jepara

Pasar Sore Karangrandu ini berlokasi di desa Karangrandu, Pecangaan, Jepara. Pasar ini dikenal dengan pasar tradisional dan ditetapkan sebagai Pusat Jajanan Pasar Khas Jepara oleh Pemerintah Kabupaten Jepara. Artinya, di sini banyak jajanan pasar yang bisa dicari. 

Jauh sebelum dikenal dengan nama Pasar Sore Karangrandu, konon nama pasar yang sebenarnya adalah Pasar Gethuk. Atau sebagian orang menyebutnya dengan nama Pasar Wiroto Pahing. Hal ini dikarenakan banyak orang yang berjualan gethuk serta pasar buka pada jumat pahing. 

“Pasar ini dirancang oleh BPD, mas,” Ujar bapak juruparkir yang berbincang denganku. 

Secara spesifik aku tidak bisa menggali informasi terkait berubahnya nama Pasar Wiroto Pahing menjadi Pasar Sore Karangrandu. Biasanya perubahan nama identik agar mudah diingat oleh masyakarat atau menonjolkan citra tertentu. Misalkan di sini, terkenal dengan jajanan pasar kala sore. 

Suara azan asyar berkumandang dari pelantang masjid yang berada di belakang pasar. Aku berpamitan kepada dua bapak juruparkir. Bergegas aku melintasi jalur belakang pasar menuju masjid. Di belakang sini terdapat aliran sungai kecil dan terdapat tempat pembuangan sampah. 

Usai salat asyar berjamaah, aku mulai memasuki sudut-sudut los pasar. Melihat para penjual yang sibuk melayani pembeli. Tak hanya jajanan pasar, di sini juga bisa membeli aneka bumbu dapur, hingga yang lainnya. Stand di depan pasar tak mau ketinggalan. Mereka berlomba-lomba menggaet calon pembeli. 
Stand-stand penjual kuliner di Pasar Sore Karangrandu Jepara
Stand-stand penjual kuliner di Pasar Sore Karangrandu Jepara

Pasar ini terbuka, semuanya tanpa sekat. Meja-meja penjual tersaji aneka jajajan pasar. Menjelang sore ini belum begitu ramai. Tempat duduk yang di luar sudah mulai banyak pengunjung santap sore. Aku terus meniti jalurnya. Melihat-lihat kuliner apa yang menarik perhatianku. 

Kusapu pandangan hingga ujung pasar yang langsung berbatasan dengan bangunan toilet. Berbagai jenis kue tersaji. Khas jajanan pasar seperti yang aku lihat di banyak tempat. Aku terus menyapu pandangan. Melihat aktivitas mereka yang di pasar. 

Anak kecil sedang asyik menikmati wahana memancing ikan-ikanan, bapak penjual mie lidi menawari pengunjung yang berjalan di dekat standnya. Mataku terhenti pada seorang simbah putri yang melayani pembeli dengan memasukkan jualannya dalam plastik. 

Aku mendekat, melihat kuliner apa yang beliau jual. Parutan kelapa dan gula cair yang mengguyur tiap potongan kue ini menggodaku. Simbah putri ini berjualan gethuk. Jajanan pasar yang sering kubeli saat blusukan. Sewaktu di Pasar Papringan pun aku membeli gethuk. 
Mbah Kamsah menjual Gethuk Kinco
Mbah Kamsah menjual Gethuk Kinco

Sebungkus Gethuk Kinco Mbah Kamsah 

“Sepuluh tahun lebih, mas.” 

Simbah putri ini menjawab pertanyaanku terkait sudah berapa lama beliau jualan gethuk di pasar. Generasi terakhir yang pasti mengenakan pakaian kebaya ini terus melayani pembeli. Sesekali melihat ke arahku kala kami berbincang. 

Mbah Kamsah, beliau asli Karangrandu. Setiap hari jualan gethuk di Pasar Sore Karangrandu. Gethuk Kinco yang beliau jual selalu ramai pembeli. Selain gethuk, beliau juga berjualan yang lainnya. Tapi jajanan pasar yang paling dominan beliau jual adalah gethuk. 

Gethuk Kinco adalah singkong yang diselep ataupun ditumbuk dengan halus. Kemudian ditambahi tepung tapioka agar kenyal. Nantinya gethuk ini dipotong kecil-kecil, ditaburi parutan kepala serta cairan gula merah sebagai pemanis. 

Mbah Kamsah memarut potongan kelapa, lalu melayani pembelianku. Daun pisang sebagai pembungkus jajanan pasar membuat jauh lebih sedap dan menggairahkan. Satu porsi Gethuk Kinco Mbah Kamsah harganya 2.000 rupiah. Amat sangat murah. 
Seporsi Gethuk Kinco harganya 2000 rupiah
Seporsi Gethuk Kinco harganya 2000 rupiah

Sembari menikmati kudapan gethuk, kami masih berbincang. Beliau menuturkan jika satu tampa (wadah terbuat dari anyaman bambu) ini habis, beliau bisa menghasilkan pendapatan sekitar 300.000 rupiah. Ini secara keseluruhan, esoknya masih dibagi untuk membuat bahan jajanan dan disimpan. 

Satu porsi habis kumakan. Tak lupa mengucapkan terima kasih sudah berbagi cerita di sela-sela kesibukannya. Aku kembali mencari jajanan yang lainnya. Dari kejauhan, Mbah Kamsah melayani pembeli dalam jumlah besar. 

“Semoga laris, mbah. Dan pastinya tetap sehat.” 

Makan Sore Pecel Horok-horok Khas Jepara 

Agenda ke Pasar Sore Karangrandu sebenarnya khusus ingin menyicip kiliner Pecel Horok-horok. Sudah cukup lama kurencanakan, hingga akhirnya terealisasikan. Ada banyak stand yang menawarkan Horok-horok, aku sendiri mencari yang cenderung sepi agar bisa berbicang dengan penjualnya. 

Informasi dari salah satu penjual bumbu dapur, beliau mengarahkanku pada stand yang ada di belakang. Satu stand berbentuk L digunakan dua penjual yang berbeda. Mereka tampak akrab, sedari tadi berbincang santai. Sesekali menyapa pengunjung yang berlalu-lalang. 

“Pecel Horok-horok satu porsi, bu,” Pintaku. 

Ibu yang berjualan sigap menyajikan. Di atas meja sudah berbagai sayuran dijadikan satu sebelum diguyur dengan sambal kacang. Jika tidak salah, adapun sayurannya antara lain rumput laut, kacang panjang, kembang turi, cacahan rebung, tauge, bayam, dan timun. 

Semua sayuran sudah dijadikan satu berserta horok-horok. Lalu dibuka sambal kacang dan mengguyur. Aroma pedas tercium. Kuliner ini menggugah selera makanku. Begitu piring sudah di depan, aku melahapnya. 
Pecel Horog-horog kuliner khas Jepara
Pecel Horog-horog kuliner khas Jepara

Horok-horok ini berbahan dasar tepung yang terbuat dari pohon Aren. Bentuknya seperti nasi tapi lebih kenyal dan rasanya asin. Sebelum disajikan sebagai pengganti nasi atau lontong, Horok-horok ini dikukus terlebih dahulu. 

Di Jepara sendiri, Horok-horok menjadi kuliner tradisional yang melekat di masyakarat. Salah satunya adalah Pecel Horok-horok, kuliner ini makin lengkap jika disantap menggunakan lauk satu keong atau yang sejenisnya. 

Bu Titik menjelaskan, beliau tidak membuat horok-horok sendiri. Di pasar ini ada ibu yang berasal dari Mantingan khusus menyetok horok-horok untuk keperluan di Pasar Sore Karangrandu. Bu Titik tinggal menunggu kiriman sebelum membuka lapaknya. 

Satu piring Pecel Horok-horok harganya 5.000 rupiah. Porsinya pun besar, sehingga aku tidak habis memakannya. Ibu yang merupakan warga Desa Karangrandu ini menerangkan pendapatannya bisa mencapai 500.000 atau lebih jika horok-horoknya habis dua tampa kecil. 

Tuntas sudah jelajah kulinerku di Pasar Sore Karangrandu. Aku bergegas menuju jalan dan menyegat ojek pangkalan yang melintas. Lagi-lagi aku menuju Bunderan Pecangaan, perjalanan selanjutnya adalah menuju penginapan di Homestay 89 Jepara

Satu destinasi sudah terealisasikan. Masih ada destinasi yang lainnya ingin aku sambangi selama dua hari di Jepara. Sayangnya di sini aku gagal bersua dengan kawan-kawan yang sudah berkomunikasi sejak pagi. Sepertinya hari ini belum berjodoh. *Pasar Sore Karangrandu; 13 Maret 2020. 

24 komentar:

  1. wah, mbahku dulu pas masih ada juga jualan getuk di pasar, tapi beda sih getuknya.
    klo getuk kinco belum pernah nyobain

    BalasHapus
    Balasan
    1. Getuk menjadi ciri khas pasar-pasar tradisional, mas. Menyenangkan jika mencari kuliner di tempat yang masih seperti ini

      Hapus
  2. bapak ojek nya baik banget, menentukan harga tergantung pembeli :). Aku malah sering ga tega kalo ketemu ojek begini :).

    Makanan khas begini yg aku paling suka mas :). gethuk, walopun di beberapa kota di jawa ada, bahkan di aceh aja ada, tp aku yakin rasa di masing2 daerah biasanya beda.

    Nama pecelnya kok mirip nama2 di medan ato sumatera utara :D. horok-horok hahahaha.. tp liat dari fotonya aja aku lgs laper. ntah karena efek puasa, ato memang enak banget :D.

    di masa pandemi gini, baca cerita2 kuliner dan jalan2, ntah napa bikin kangeeeen banget pgn ngetrip dlm negeri... skr ini yg pgn banget aku lakuin, bisa mudik ke medan, trus aceh. Juga pgn rasanya ke solo. :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di sini sebenarnya sudah ada ojek daring, cuma kok pengen saja ojek pangkalan. Biar sekalian bisa ngobrol santai. Menyenangkan mbak.

      Hapus
  3. Duh, paling seneng kalo main ke pasar tradisional kayak gini. Banyak banget hal-hal menyenangkan. :) Ah ya, pengin cobain Gethuk Kinco!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang enak blusukan ke pasar tradisional mbak. Saya pun kalau ke pasar biasanya membeli gethuk.

      Hapus
  4. Murah-murah makanan tradisionalnya Mas. Kalo di sini nggak mungkin dapat harga segitu.

    Saya jadi penasaran ama pecel horok-horok, apalagi saya penggemar pecel, jadi ngiler.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di Jawa Tengah, DIY dan sekitarnya makanan khas jajanan pasar memang murah-murah. Ini yang membuat aku sering berburu kuliner di pasar kalau lagi dolan.

      Hapus
  5. Kadang serba salah juga rasanya kalau juru mudi ojek/becak ngasih tarif terserah, ya, Mas? Saya pernah dulu pas kuliah coba naik becak sekitar 2 km. Terus pas nyampe, bapaknya bilang terserah. Akhirnya tak kasih 12rb hahaha...

    Meskipun perjalanan ini tujuannya untuk mencoba pecel horok-horok, buat saya yang paling berkesan itu cerita soal gethuk Mbah Kamsah, Mas Sitam. Fotonya bikin gambaran soal Mbah jadi lebih nyata. Kayaknya kapan-kapan kalau ke pasar saya mesti menyempatkan diri beli jajan pasar, deh. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sudah lama nggak naik becak ahhahahhaha. Malah kangen rasanya.
      Di Jepara, naik becak kadang harganya juga ngeri-ngeri sedap, Apalagi kalau tujuan pelabuhan atau dari pelabuhan ke terminal.

      Benar mas, pas lihat Mbah Kamsah kok langsung tertarik buat berbincang dengan beliau

      Hapus
  6. Gethuk, salah satu jajanan tradisional yang saya suka. Tapi di daerah asal saya di Cianjur, jarang sekali yang jual. Biasanya saya dulu beli gak di pasar, tapi ibu-ibu yang keliling.

    Baca tulisan tentang pasar, jadi kangen jalan-jalan ke pasar lagi. Udah gak sabar pengen segera berakhir Pandemi ini, agar bisa kembali ke pasar. Tapi bukan jualan, suka aja motret di pasar, mengabadikan momen aktivitas warga pasar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di banyak tempat, orang berjualan getuk keliling. Di Jogja pun sama, saya pernah melihat bapak-bapak jualan getuk keliling. Kalau di Jepara lebih banyak di pasar

      Hapus
    2. sayang sekali di Bekasi gak ada yang jualan. Kalo ketorak banyak hehe

      Hapus
    3. Kuliner tiap daerah memang beda-beda, kang.

      Hapus
  7. Termasuk sangat murah dan tterjangkau untuk harga satu piring pecel horok-horoknya, apalagi untuk mahasiswa ini akan menjadi salah satu makanan favoritnya. hehe..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di pasar tradisional sebenarnya ada yang lebih murah lagi harganya. Memang tips bagi mahasiswa, kalau mau makan murah-murah kudu ke pasar ahahahha

      Hapus
  8. Waaa, saya penasaran sama pecel horog-horognya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau dolan ke Jepara bisa sekalian berburu pak. Siapa tahu banyak kolega di Jepara hehehehhe

      Hapus
  9. Ku paling suka ke pasar tradisional.
    Kalau bepergian ke suatu tempat, mesti coba ke pasar tradisionalnya, walaupun sekarang di beberapa tempat sudah jadi pasar modern :)
    Kangen jalan-jalan lagi ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kan mak indah sering blusukan di pasar kolombo hahahhaha. Bisa lah nanti selepas pandemi kulineran di sana kakakakkaka

      Hapus
  10. kalau jalan jalan ke suatu kota mesti mencari tempat khas seperti ini .... dalam satu tempat bisa menikmati berbagai makanan dan jajanan khas daerah .... kalau saya main ke Jepara, mesti main ke tempat ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Agendakan sepedaan di Jepara juga kang, pasti seru.

      Hapus
  11. Aktivitas favoritku main ke pasar tradisional itu memang makan jajanan pasar hahaha. Woh, Rp7.000 wis wareg kuwi mas! Terus ngombe kopi kapalapi sachet cilik sing gopekan wkwkwk.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cocok, gak sampai 15ribu dadi wes nyaman ahahhahahahah.

      Hapus

Pages