Selepas senja di pantai Tanjung Gelam Karimunjawa |
“Kalau memotret sunset sepertinya tidak terkejar,” Terang Dedi dengan yakin.
Kulihat arloji tangan, memang waktunya sangat mepet untuk mencapai Pantai Tanjung Gelam. Mumpung luang, aku tetap memutuskan mengunjungi pantai tersebut. Tak ada target lagi, penting bisa bersantai di tepian pantai.
Dua motor melaju kencang, kulirik matahari tertutup rerimbunan pohon. Sesekali wujudnya tampak kala berada di tempat lapang. Jalan kecil menuju Pantai Tanjung Gelam mulai sedikit gelap. Lengang, mungkin orang-orang sudah di pantai memandang sang baskara terbenam.
Aku berlari menapaki turunan, mencari tempat untuk memotret matahari terbenam. Sayangnya, baskara sudah undur diri. Tersisa semburat cahaya berpendar di antara kabut tebal. Jika kabut tak merata, mungkin baskara masih terlihat sepenggal.
Kapal-kapal sudah menjauh. Wisatawan bercengkerama di atas palka sembari menikmati embusan angin laut. Para penjual mulai menyicil merapikan lapaknya. Seharian tadi mereka pasti sibuk melayani wisatawan.
Kelapa muda, gorengan, dan makanan yang lainnya menjadi godaan wisatawan. Rasa letih selepas snorkeling ditambah perut sedikit lapar, tentu tenda-tenda penjual mengusik konsentrasi. Terlebih sapaan serta senyuman penjual merekah.
Pasangan sejoli di tepian pantai |
Lepas duduk santai di bebatuan, sepasang muda-mudi ini berlalu dari hadapanku. Kawan yang satu sedari tadi mengabadikan dengan gawai. Hanya merekalah yang tersisa. Dua motor rental yang terparkir sebelum kami datang pasti milik mereka.
Bentangan pasir putih meninggalkan bekas tapak kaki para wisatawan. Ribuan bekas tapak kaki membentuk cekungan-cekungan tanpa pola. Riak ombak kecil menderu pelan serta menghapus jejak kaki yang di batas tepian pantai.
Aku duduk santai melihat bulan sabit di ufuk barat. Sepasang muda-mudi ini kembali berjalan di depanku. Seperti sebelumnya, kawan satu mengabadikan. Mereka bergandengan, lalu menjauh. Lamat-lamat mereka hilang dari pandangan.
Pohon Kelapa Ikon Pantai Tanjung Gelam
Tanjung Gelam atau yang juga disebut dengan nama Ujung Gelam adalah salah satu destinasi populer di Karimunjawa. Biasanya wistawan datang ke sini setelah berakhir aktivitas snorkeling. Mereka menikmati waktu senja di tepian pantai.
Warga setempat di Karimunjawa lebih familiar dengan sebutan ‘Junggelam’. Jauh sebelum dikenal wisatawan luar. Sepanjang pantai Tanjung Gelam bakal ramai dikunjungi pada hari lebaran, puncaknya H+7. Acara sedekah laut dilaksanakan di pantai ini.
Tradisi sedekah laut masih terus dipertahankan hingga sekarang. Jika dulu pantai ini sepi, setelah Karimunjawa terkenal sebagai destinasi wisata andalah Jawa Tengah. Hampir di setiap pantai bersolek, tanpa kecuali Pantai Tanjung Gelam.
Di setiap tempat pasti ada spot yang menjadi ciri khas destinasi tertentu. Tanpa menginformasikan lokasinya, orang-orang yang memang tahu tempat itu langsung paham lokasi pengambilan foto yang kita unggah di media sosial.
Mengabadikan diri kala di pantai |
Pun dengan di Karimunjawa, setidaknya aku familiar dengan sudut-sudut pantai dengan latar belakang fotonya. Jika wisatawan menikmati senja di dataran agak tinggi dengan tampilan lansekap pantai, bisa dipastikan mereka berada di Bukit Love Karimunjawa.
Misalkan ada wisatawan yang berfoto di spot seperti tebing dengan pemandangan air laut menjorok dalam, hampir dapat dipastikan mereka itu berada di pantai Annora. Di pantai ini kita bisa melihat mentari terbit.
Pantai Tanjung Gelam juga mempunyai spot ikonik. Batang nyiur condong ke arah laut menjadi pembeda. Pohon Kelapa ini tiap hari tak pernah sepi dari bidikan wisatawan yang berdatangan. Entah mereka berfoto di bawahnya, atau memanjat batang kelapa tersebut.
Menjelang sore, saat pengunjung pantai ramai. Pohon kelapa ini menjadi rebutan berfoto. Aku juga pernah memotret datang khusus untuk memotret pohon ini kala senja. Menyenangkan, banyak foto yang kudapatkan.
Sedari tadi ke pantai, aku tidak menargetkan foto apapun. Dasarnya memang hanya ingin bersantai, sesekali memotret pantai yang mulai petang. Selepas senja, langit membiru. Bulan sabit tampak jelas tanpa tertutup awan.
Dedi dan Antok berbincang santai di tepian pantai. Dari kejauhan, sosok mereka terlihat siluet. Aku mendapatkan ide, bagaimana jika memotret siluet di tepian pantai. Pasti bisa dapat banyak foto. Kupotret dua kawan sekaligus saudaraku dari jarak jauh.
Potret semacam ilusi |
Di kesempatan yang lainnya, aku sengaja ingin membidik pohon kelapa yang melengkung tersebut. Kuminta salah satu dari kawan berdiri. Aku beranjak meletakkan kamera di bongkahan kayu, lalu menyetel waktu jepretan.
“Jepret.”
Baru juga aku berlari menyusul, kamera ini sudah membidik. Kami tertawa kencang. Bergegas kulihat hasilnya, uniknya malah hasil fotonya menurutku bagus. Entah bagaimana caranya posisi badanku yang bergerak seakan-akan hendak menyaru dengan badan kawan.
Melihat hasil foto yang bagus menurutku, siluetnya dapat. Kami terus berfoto satu persatu. Langit cerah membuat semuanya lebih bagus. Bulan sabit menyempil di atas. Berlatarkan laut yang tenang, semuanya tampak selaras.
Di lain kesempatan, aku mengatur setelan kamera untuk foto bertiga. Agar tak kejadian seperti foto awal, aku berlari kencang. Kami sepakat seakan-akan sedang menunjuk bulan sabit yang sendirian. Kembali kami tertawa kencang.
Pantai sunyi. Masyarakat setempat yang berjualan hendak berkemas pulang. Di sini, kita tidak diperbolehkan menginap/kemping. Jadi semua pengunjung pantai harus pulang sebelum malam. Kami juga sudah menyiapkan peralatan untuk salat di masjid terdekat.
Berpose menunjuk arah bulan sabit |
Kami beranjak pulang, di pantai masih ada beberapa warga setempat yang membersihkan sampah dari warung. Sesaat menyapa, dan kami menghilang ditelan kegelapan. Bermodalkan sorot lampu gawai, kami sampai parkiran.
Tujuan kami kali ini adalah salat magrib saat perjalanan pulang. Di Alang-alang, ada masjid tepat di dekat pintu masuk jalur ke pantai. Aku dan teman sengaja melewati masjid tersebut, kami berhenti di masjid Nyamplungan untuk menunaikan salat.
Pilihan kami di masjid Nyamplungan karena memang sudah kenal dengan warga di sana. Bahkan sesekali salat jumat di masjid ini. Malam terus beranjak, langit-langit mulai terlihat gemerlap bintang. Pemandangan yang langka bagiku. Di kota, gemerlap bintang kalah dengan kabut dan lampu ribuan watt. *Karimunjawa; 25 Juni 2017.
Duduk menikmati senja, menjadi aktivitas rutin tiap mingguku
BalasHapusklo disana nyiur pohon kelapa, kalau disini nyiur pohon enau :)
Rutinitasmu menyenangkan, mas. Di sini, kami masih bergelut dengan suara kendaraan hahahaha
Hapuswaw tulisannya mengalir banget
BalasHapusnyaman bacanya
btw tinggi juga ya trafficnya sampe 5 juta, mantap
Terima kasih, ini juga masih belajar menulis alur lebih baik lagi.
HapusHeeee, belum seberapa kunjungannya, semoga bisa nambah naik di masa mendatang
apiiik. itu fotone ono sing ketok bulan e cilik, uasik
BalasHapusRekane rep zoom out bulane, tapi gak sempat kakakakakkaa
Hapussunset pantai tanjung gelam syahdu banget sih, waktu kesana sekitar jam 5n masih ruamai banget pengunjung. kapan2 kl ke Karimunjawa lagi mau ke pantai Annora ah.
BalasHapusKalau ke Annora enaknya pas pagi, biar dpat sunrisenya. Kalau siang atau menjelang sore hanya bisa foto di sekitar tebing
Hapusfoto di pantai dengan foreground pohon kelapa .. cocok banget ... apalagi ditambah suasana sunset .. juara
BalasHapusHehehehe, mumpung pas sepi kang, jadi bisa foto ala-ala wisatawan di pantai ini
HapusNgeliat foto pantai dengan pohon kelapa condong gitu jadi keinget lukisan-lukisan pantai yang populer, lukisan pantai, pohon kelapa condong, senja dan perahu layar kecil.
BalasHapusBenar juga, anganan kita melambung ke masa kecil waktu melihat lukisan yang setidaknya ada kemiripan dengan pepohoanan ini
HapusEnak yaa jadi anak pulau, pengen sunsetan tinggal nyari pantai yang pas aja. Hahahaha
BalasHapusFoto-fotonya bagus mas. Sunsetnya juga pas komposisinya :D
Anak pantai cukup ke sini waktu sepi mas, biar tidak terlalu sulit memotretnya. Kalaupun bocor tak masalah, toh gambarnya tetap siluet
Hapuspencari sunset... keren bangett
BalasHapusSesekali menunggu sunset, biar nggak lupa dengan pantai
HapusCakeeep bnagettttt foto2nya :). Jadi siluet gini ga ngurangin keindahan pantai. Berharap itu pohon kelapa yg condong ga rubuh ya mas.. icon bangetttt :D. Jarang Nemu yg pohon kelapanya condong ke dekat pantai gitu.
BalasHapusHehehehhe, mumpung pas cerah dan terpikirkan buat memotret seperti ini mbak. Padahal awalnya udah agak kurang semangat hahahahha
HapusKalau lagi di rumah, aku juga kadang ke pantai hanya untuk sekadar memotret atau duduk diam menikmati suara empasan ombak dan angin sepoi. Rasanya damai banget hehehe
BalasHapusNah ini yang benar banget. Orang rumah sampai heran, kok aku betah banget berlama-lama di pantai walau gak ada kawan
HapusBaca postingan ini langsung mikir, kapan ya terakhir kali aku ke pantai? Kayaknya Desember 2018 di Manokwari deh, huhuhuhuhu. Lamaaaaaak. I need vitamin sea.
BalasHapusHampir dua tahun mbak, waktu yang panjang tapi tak kerasa. Berbeda dengan 2020 ini, meski sebulan rasanya panjang dan melelahkan
HapusAku waktu sampai di Tanjung Gelam masih siang. Mampir untuk diberi makan siang beruapa ikan bakar dan tumis sayur kangkung. Sampai sekarang masih terbayang keindahannya. Air lautnya yang jernih, pasir putih, rumpr-rumput laut yang membayang di air, dan aroma laut yang khas. Jadi kangen banget ke Karimunjawa :)
BalasHapusHeheheheh, memang uni. Tempat ini menjadi salah satu destinasi yang paling populer di Karimunjawa. Mesti tiap wisatawan datang ke sini.
HapusTernyata pohon-pohon kelapa miring itu masih ada di Ujung Gelam. Waktu ke sana pertama kali dulu, sekitar 9 tahun lalu, tiap sore saya dan kawan-kawan ke Junggelam buat duduk-duduk santai, soalnya kami menginap di Alang-alang, persis di ujung jalan masuk Ujung Gelam. Karena sedang kemarau, hampir tiap hari langitnya bersih sore hari.
BalasHapusOalah dulu nginapnya malah di Alang-alang toh, mas. Berarti lihat kesibukan nelayan kalau pas jemur ikan haaaaa
Hapus