Pagi Hari di Alun-Alun Kota Rembang - Nasirullah Sitam

Pagi Hari di Alun-Alun Kota Rembang

Share This
Landmark Alun-alun Kota Rembang
Landmark Alun-alun Kota Rembang
Semburat mentari mulai terlihat dari kaca bus. Aku belum sepenuhnya sadar, sesekali kembali menutupkan mata. Berusaha merangkai mimpi yang sudah menyebar tanpa jejak. Ini adalah bus ketiga yang kunaiki dalam waktu hampir enam jam. 

“Taman Kartini! Taman Kartini! Cepat berdiri yang mau turun,” Teriak kernet disambung suara sopir. 

Aku terhenyak. Kuambil tas yang sedari tadi kudekap, lantas ikut berdiri hendak turun. Pintu bus terbuka, aku sedikit meloncat dengan pijakan kaki kiri terlebih dahulu. Begitu menginjak tanah, aku tersadar jika ini belum sampai di Alun-Alun Kota Rembang. 

Pantai Taman Kartini jaraknya sekitar 800 meter dari alun-alun. Aku bergegas jalan kaki menuju Masjid Agung untuk menunaikan salat subuh. Percayalah, saat aku salat subuh, waktu sudah terang. Biarlah, daripada tidak melaksanakan sama sekali. 

Aku tidak masuk ruangan dalam masjid, salatku di area luar. Pilar-pilar besar menjulang tinggi. Ornamen dari marmer kombinasi warna putih dan hitam menghiasi tiap pilar. Serta pilar kayu yang menjadi lantai dua berwarna coklat. 
Arsitektur bangunan di Masjid Agung Rembang
Arsitektur bangunan di Masjid Agung Rembang
Anak tangga di ujung, sepertinya ruangan atas dipergunakan untuk kaum hawa. Aku tidak melihat secara saksama. Usai salat, kusempatkan istirahat sesaat, lalu mencuci muka dan gosok gigi di kamar mandi. Waktu masih cukup pagi untuk beraktivitas. 

Di gerbang masjid sudah terdapat tempat cuci tangan. Tak ketinggalan maklumat dari pengurus masjid yang menginformasikan protokol kesehatan di lingkungan masjid agung. Poster besar imbauan penggunaan masker di area masjid pun masih terpasang. 

Posko satpam terbuka, dua orang satpam bertugas sedang berbincang dengan warga setempat. Aku menyapa sambil menunduk dengan harapan tak mengganggu keseruan beliau sedang berbincang. Di dekat masjid, terdapat taman, namun tak kuabadikan. 

Suasana ramai di sekitaran Alun-Alun Kota Rembang. Akhir pekan menjadikan area publik ini ramai dikunjungi warga. Salah satunya terlihat di trotoar tepat berbatasan dengan pagar masjid. Ada banyak orang berkumpul di sana. 

Aku tidak tahu warung apa yang ada di pojokan ini. Meja sudah dipenuhi ibu-ibu, sementara sekumpulan bapak duduk digelaran tikar. Ada juga yang memanfaatkan pondasi pot besar sebagai tempat duduk. Aku memotret, lantas berlalu. 
Sabtu pagi di sekitaran alun-alun Rembang
Sabtu pagi di sekitaran alun-alun Rembang
Dari arah masjid agung, kulangkahkan kaki menuju pohon besar yang berlokasi di seberang Fave Hotel Rembang. Sedari tadi kuamati orang yang berlalu-lalang. Di sini, aku kembali terdiam. Melihat catatan di gawai, menentukan destinasi mana yang harus aku kunjungi lebih awal. 

Langit cerah, warna biru langit berpadu dengan gumpalan awan kecil membentuk sisik ikan. Mitos di Karimunjawa, kala awan berbentuk sisik ikan seperti itu, jika kita memancing, bakal sedikit mendapatkan tangkapan. Entahlah. 

Pilar-pilar penyanggah tulisan Alun-Alun Kota Rembang menjulang tinggi. Undakan lebar menjadi pijakan para pengunjung yang hendak menuju lapangan tengah. Huruf-huruf besar berwarna hijau. Serasi denga warna langit dan gumpalan awan. 

Kuambil sudut yang tepat untuk memotret landmark di tengah kota ini. Berbekal lensa kit kamera, aku cukup puas memotretnya. Di dalam bingkai terabadikan tulisan alun-alun Rembang, menara masjid, masjid, serta tower yang menjulang tinggi. 
Alun-alun Kota Rembang kala pagi
Alun-alun Kota Rembang kala pagi
Undakan di depan landmark Alun-alun Rembang menarik perhatianku. Dua undakan paling bawah tak bisa digunakan akses teman penyandang disabilitas. Tapi bagian atasnya sudah ada jalur untuk teman disabilitas. Mungkin ini bisa ditinjau kembali. 

Seingatku, ada dua jalur yang ramah untuk penyandang disabilitas. Pertama, undakan yang berlokasi di depan masjid agung. Di sana bisa diakses bagi yang menggunakan kursi roda. Pun dengan undakan sisi timur. 

Sabtu pagi tak terlalu ramai, berbeda dengan hari minggu. Tempat sampah berjejeran enam buah. Warna-warna tong sampah tersebut mengidentifikasi jenis sampah yang kita buang. Di sisinya, plang informasi area terbuka akses jaringan internet serta logo Pesona Indonesia. 

Jalur jogging tersedia di bagian atas alun-alun. Semacam jalan setapak dengan bebatuan yang tersebar. Kita bisa membuka alas kaki dan berjalan di jalur tersebut. semacam terapi untuk kaki. Beberapa jalur ini cukup banyak orang yang melintasi. 
Jalur jalan kaki di sekitaran ALun-alun Kota Rembang
Jalur jalan kaki di sekitaran Alun-alun Kota Rembang
Akhir pekan seperti ini, aktivitas olahraga di alun-alun biasanya ramai. Sedari tadi kulihat rombongan lelaki sedang asyik mengayuh sepeda. Tak ketinggalan anak-anak kecil asyik bersepeda di alun-alun. Mereka memantafatkan area luas depan masjid agung. 

Rombongan para remaja tak mau kalah. Sedari tadi sudah beberapa kali mereka memutari alun-alun. Pun dengan sekumpulan ibu-ibu yang tadi menyeberang dari instansi dekat Fave Hotel. Mereka menggunakan kaus seragam sama, lalu berolahraga. 

Selama pandemi, gaya hidup masyarakat memang sedikit berubah. Mereka lebih banyak berolahraga kala akhir pekan. Selain yang berolahraga, lebih banyak lagi muda-mudi yang duduk santai di kursi-kursi permanen yang sudah ada di alun-alun. 

Waktu menunjukkan pukul 08.00 WIB. Aku melanjutkan perjalanan menuju Jembatan Merah Hutan Mangrove Pasarbanggi menaiki ojek daring. Dua jam aku di mangrove dan kembali lagi menuju sekitaran alun-alun menaiki bus kecil. 
Banyak orang olahraga memutari laun-alun
Banyak orang olahraga memutari laun-alun
Trayek bus yang kutumpang tak lewat alun-alun. Pertigaan jalan raya, bus belok kiri melintasi RSUD Dr. Soetrasno, lalu berhenti di Stasiun Rembang. Tujuanku kembali ke sekitaran Alun-alun Rembang, ingin berkunjung ke Museum RA Kartini

Dari stasiun Rembang aku jalan kaki mengikuti peta di gawai. Sampai di Museum RA. Kartini, gerbang terbuka, tapi tidak ada petugas yang berjaga. Aku memberanikan diri masuk, lantas bertanya pada bapak yang sedang sibuk mempersiapkan acara di salah satu pendopo Gedung Dinpar Rembang. 

Beliau hanya meminta aku kembali ke pintu gerbang, bertanya ke petugas yang berjaga apakah museumnya buka atau tutup selama pandemi. Tak kutemukan orang yang dimaksud, aku hanya duduk di seberang museum, melihat mobil dan motor silih berganti datang, sepertinya mereka adalah orang-orang yang acaranya sama dengan bapak tadi. 
Gerbang museum RA Kartini yang lengang
Gerbang museum RA Kartini yang lengang
Di bawah pohon seberang museum, tepatnya di taman kecil bertuliskan “Taman CB FM” aku melepas lelah. Kunjungan ke museum RA Kartini kucoret dari daftarku. Setengah jam aku duduk di sini, melihat orang-orang sedang bertemu untuk transaksi jual beli daring. 

Pukul 11.00 WIB, aku kembali memesan ojek daring. Siang ini aku ingin menikmati kopi lelet. Sebelum ke Rembang, aku sudah menandai salah satu kedai kopi yang ingin kukunjungi. Nama kedainya Nobon Coffee. Sebuah kedai kopi yang berkonsep sederhana namun menyenangkan. *Alun-Alun Rembang; 19 September 2020.

18 komentar:

  1. Rembang ini kota tua yang menyimpan banyak sejarah ya. Kalau tidak salah, ada banyak jejak-jejak asimilasi Tionghoa dan Jawa juga di sini ya?

    Anyway, tentang pernyataan ini: Mitos di Karimunjawa, kala awan berbentuk sisik ikan seperti itu, jika kita memancing, bakal sedikit mendapatkan tangkapan saya yakin ini ada penjelasan ilmiahnya, dan orang dulu mempelajari itu dari membaca tanda-tanda alam.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar Daeng, lebih tepatnya di Lasem.
      Untuk para pecinta sejarah, Lasem mempunyai banyak ceritanya. Kalau ingin menyusuri pantainya, di sini lumayan banyak pantai yang bagus.

      Ini yang belum aku temukan terkait awan dan tangkapan ikan heeee,

      Hapus
  2. Ternyata Karimunjawa ini punya kemiripan ama pesisir Asahan juga Mas.
    Di sini pun ada mitos yang sama, kalo awan berbentuk sisik ikan, maka tangkapan nelayan bakal sedikit.

    Selain itu, penggunaan bedak warna kuning bagi para ibu-ibu yang bekerja di bawah terik matahari juga banyak ditemukan di sini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Heeee, ternyata ada kesamaan juga terkait awan. Untuk bedak, memang rata-rata daerah pesisir pasti menggunakan bedak tersebut sebagai pelindung kulit wajah dari sengatan matahari

      Hapus
  3. MasyaAllah mesjidnya megah dan gagah pilar-pilarnya.

    Semoga lain waktu diberi kesempatan untuk mengunjungi museum RA Kartininya ya mas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga saja selepas pandemi bisa ke sana. Masih penasaran dengan isi suasana di dalamnya heee

      Hapus
  4. Yaaa sayang banget museumnya ga jadi dikunjungin ya mas. Aku penasaran isi museum Ra kartini. Surat2 yg prnh ditulis dulu mungkin :).

    Belum pernah ke Rembang .. kangen juga road trip kliljng Jawa kayak dulu. Kalo udah bisa, aku msukin rembang ke dalam rutenya :).

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar mbak, memang sayang tidak bisa berkunjung, tapi masih banyak waktu untuk ke sana lagi heeee. Kalau ke Rembang kudu menginap di Lasem biar tambah seru

      Hapus
  5. Saya belum pernah ke Rembang. Melihat sedikit review dari mas nya, masjid Agung Rembang dan alun-alun kotanya cantik sekali yaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rembang memang tidak banyak yang mengunjungi kecuali ke Lasem. Padahal di Rembang sendiri tidak hanya destinasi di Lasem saja.

      Hapus
  6. Aku belum pernah mampir ke Rembang. Itu Museum R.A.Kartini banyak pengunjungnya ga ya? Masjidnya kelihatan besar dan mewah ya. Orang2 demen lari santai muterin alun2 trus bisa rehat dan sholat di masjidnya trus jajan deh :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku juga penasaran dengan museum Kartini-nya heheheheh. Kemarin mau ke sana tapi lagi tutup, semoga selepas pandemi bisa ke sana lagi

      Hapus
  7. Rembang dan satu deskripsi apik yang memuat masjid, alun-alun, dan museum yang belom jadi dimasuki karena belum tahu buka atau tidaknya pas masa pandemi ini ya

    Ahhh kota rembang kotanya pahlawan kita ibu Kartini, kapan aku bisa sowan sana ya hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa diagendakan mbak, sekalian menyusuri kampung penuh sejarah di Lasem.

      Hapus
  8. jalan jalan dikota kecil begini saya suka ...
    Rembang salah satu kota yang ingin saya kunjungi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar kang, jalurnya sebenarnya enak buat sepedaan. Kecuali melewati jalan raya, saingan sama truk heeee

      Hapus
  9. Duh, jadi miris pas baca bagian Mas Sitam nggak jadi masuk ke museum. Kalau dipikir-pikir, wajar saja, ya, banyak museum yang sepi pengunjung, Mas. Hehehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa jadi karena memang masa pandemi, jadi belum ada keputusan apakah museum tersebut buka atau ditutup. Sebenarnya pengen banget sih ke sini.

      Hapus

Pages