Pulau Sintok Karimunjawa, Destinasi Tujuan Alternatif Wisatawan Karimunjawa - Nasirullah Sitam

Pulau Sintok Karimunjawa, Destinasi Tujuan Alternatif Wisatawan Karimunjawa

Share This
Pulau Sintok Karimunjawa
Pulau Sintok Karimunjawa

Rombongan sudah menaiki kapal. Kami memeriksa barang bawaan, takutnya ada yang tertinggal di Pulau Cilik. Pemilik kapal menghidupkan mesin, dua kapal yang kami naiki bertolak ke Pulau Sintok. Lagi-lagi kami menari-nari di atas ombak. 

Kapal menyisir ombak, meminimalisir empasan ombak. Nahkoda kapal mengikuti insting, menggunakan kaki, ia mengikuti pergerakan ombak. Sesekali kapal terasa di bawah, lalu menukik tinggi dan mengempas. Bulir-bulir air laut tak terhindarkan. 

“Inilah untungnya aku pakai jas hujan,” Celetuk kawan yang memang mengenakan jas hujan kala panas. 

Sepanjang perjalanan, kamera lebih banyak kumatikan. Sayang rasanya jika harus terkena bulir air laut. Aku terus melihat dua kapal saling berpacu hingga tujuan. Tentu saja, kapal yang aku naiki lebih lambat. Melenggang mulus kapal satunya menyalip dan meninggalkan kami. 
Dua kapal menuju Pulau Sintok Karimunjawa
Dua kapal menuju Pulau Sintok Karimunjawa

Dari atas kapal, aku melihat pembangunan di Pulau Tengah. Pulau ini kembali berbenah menyambut pariwisatan di Karimunjawa. Sepertinya mereka membuat semacam wahana besar dengan berbagai bangunan yang menarik. 

Laju kapal melambat, nahkoda kapal mengikuti arahan pemilik kapal yang berada di depan. Dia memberi isyarat dengan tangan agar kapal ini tidak menabrak terumbu karang. Seperti di Pulau Cilik, kapal bersandar di pesisir pantai dan menambatkan di daratan. 

Satu persatu rombongan turun. Kami di sini tak sesibuk seperti di Pulau Cilik. Kawan-kawan hanya menurunkan air minum dan cemilan. Lalu mereka duduk santai di bangunan rumah yang tak terawat dengan baik. 

Nama Pulau Sintok tak populer di kalangan wisatawan. Masih kalah dengan Pulau Geleang, Pulau Menjangan, hingga Pulau Cilik. Pulau ini mulai dikenal wisatawan beberapa tahun silam. Tatkala pembangunan masif di Pulau Tengah berjalan, wisatawan menjadikan Sintok sebagai tujuan pengganti Pulau Tengah. 
Kapal bersandar di pesisir pulau
Kapal bersandar di pesisir pulau

Bagi nelayan Karimunjawa, khususnya yang berada di Desa Kemujan, pulau Sintok adalah salah satu tempat mereka rehat kala memancing. Banyak kawan yang sengaja menjaring ikan di pulau ini. Aktivitas tersebut jauh sebelum tempat ini menjadi tujuan wisatawan. 

Aku teringat beberapa tahun yang lalu ada gelaran bersepeda di Karimunjawa. Peserta yang ikut bersepeda tersebut pun menyeberang ke sini. Mungkin hal tersebut diyakini sebagai salah satu cara mengenalkan pulau Sintok sebagai tujuan berwisata. 

Di Pulau Sintok sudah ada dermaga kayu, tiap kapal wisatawan dapat sandar di sini. Tatkala kami bersandar, sudah ada dua kapal yang lebih awal. Sepertinya, satu kapal adalah rombongan wisatawan, dan satunya kapal warga setempat Dusun Telaga. 

Hamparan pasir putih lumayan luas, meski sampah-sampah laut tersebar menyatu dengan pasir. Tak kulihat penjaga pulau, hanya ada gazebo terbuka yang sudah ditempati pengunjung pantai untuk berkumpul. 

Wisawatan tampak asyik berenang di tepian. Mereka tidak melakukan aktivitas snorkeling. Hanya berenang santai di air dangkal. Banyak wisatawan yang datang ke pulau hanya untuk beraktivitas seperti ini. Jika ingin berfoto atau melihat terumbu karang, nantinya ada di laut lepas. 

Aku sendiri tidak asing dengan pulau ini. Sedari kecil sering menyambangi pulau tersebut. Terlebih dulu mendiang bapak menjadikan pulau Sintok sebagai tempat menunaikan salat asyar atau magrib saat melaut. 
Wisatawan sedang bermain di pasir pantai pulau Sintok
Wisatawan sedang bermain di pasir pantai pulau Sintok

Kususuri daratan Pulau Sintok. Di samping bangunan rumah terdapat tanaman jambu air. Tak ada buahnya, hanya saja jambu air ini tumbuh dengan subur. Penjaga pulau sepertinya membersihkan petakan tanah dari semak-semak. 

Tujuanmu mengarah pada bangunan semi permanen bertuliskan musola. Sebelum pulau ini dikunjungi wisatawan, almarhum bapak sering salat di sini. Bahkan, beliau meninggalkan sajadah dan sarung di tempat tersebut. 

Aku melongok pada bangunan musola. Tempat ini tak terawat dengan baik. Kucoba mencari sajadah serta sarung, sudah tidak ada. Bisa jadi memang sudah rusak karena kedatanganku tiga tahun setelah bapak meninggal. 

Kawan-kawan terlihat asyik menikmati waktu menjelang sore. Kami di sini hanya melepas lelah, sesekali mengganggu kawan yang tertidur pulas pada kursi kayu. Tak ada yang bermain air. Dua kawanku sudah asyik berfoto di jembatan. 

Hanya sebagian kecil pulau Sintok yang dijelajah wisatawan. Sisi lain pulau ini penuh dengan pohon ketapang menjulang tinggi. Aku sendiri sempat melihat sisi timur melewati jalan setapak yang memang sudah ada sejak dulu. 

Rombongan wisatawan yang di pulau ini masih asyik bermain air. Sepasang turis Asia menikmati pemandangan sepi. Mereka berdua saling mengabadikan diri menggunakan kamera saku. Di tangannya memegang alat snorkeling. 
Dermaga kayu pulau sintok untuk menyandarkan kapal
Dermaga kayu pulau sintok untuk menyandarkan kapal

Bagi wisatawan yang menginginkan tempat masih cukup sepi dengan harapan dapat leluasa bersantai dan bermain di pantai tanpa keramaian, opsi memilih pulau Sintok memang tepat. Setidaknya, wisatawan di Karimunjawa biasanya menumpuk di pulau-pulau bagian barat. 

Pemandangan dari Pulau Sintok mirip dengan di sekitaran pulau-pulau timur Karimunjawa. Daratan Karimunjawa tampak jelas, paling dekat dari sini adalah Ujung Batulawang dan sekitaran Legon Bajak. Jika di sini sampai sore, aku yakin sunset-nya tak kalah indah. 

“Kita pulang?” Celetuk salah satu kawan pemilik kapal. 

Lagi-lagi mereka meminta persetujuanku. Aku mengiyakan, toh sedari tadi kami di sini sudah berkumpul santai, cerita santai mengingat pengalaman-pengalaman lucu sewaktu masa lampau. Air minum yang kami bawa pun sudah tandas. 

Sekali komando, kawan-kawan langsung bersiap. Kami menaiki kapal seperti waktu berangkat. Menghidupkan mesin, lalu menarik tuas gas. Mumpung ombak masih landai, aku sempat memotret aktivitas kawan di atas kapal. 

Langit membiru, gumpalan awan menyatu di satu sisi. Hawa terik masih terasa, kami bersiap menyeberang. Perjalanan dari Pulau Sintok ke pelabuhan tak lama. Nahkoda kapal pun sudah hafal jalurnya hingga bersandar di pelabuhan. 
Persiapan pulang ke Karimunjawa
Persiapan pulang ke Karimunjawa

Kembali lagi kami menikmati empasan ombak. Kali ini ombak tak lebih besar dibanding waktu awal saat hendak memutuskan berkunjung ke Pulau Seruni. Ombak cenderung landai, hanya sesekali yang mengempaskan bulir air laut. 

Nun jauh di sana, suara kapal yang lainnya meraung kencang. Menurut kawan-kawan, kapal tersebut milik kampung sebelah dengan mesin tempel. Percaya atau tidak, di sini kapal tidak hanya untuk melaut, pernah juga dibuat untuk balapan kapal. 

Aku sendiri terkekek mendengar cerita kawan. Bagi orang awam yang mungkin jauh dari lautan, kapal hanya difungsikan sebagai alat mencari ikan atau penyeberangan. Di sini, kapal bisa berbentuk panjang dan dinamis, seakan-akan sebuah mobil balap. 

Usai sudah liburan hari ini. Setengah hari, kami mengunjungi dua pulau di bagian timur Karimunjawa. Membakar ikan serta bersantai di tepian pantai. Sedari dulu, aku memang lebih sering sekadar duduk santai di pantai daripada berenang. *Karimunjawa; 06 Juni 2019.

12 komentar:

  1. aduuuuh, birunya menggoda bangettt, jadi kangen melaut,, entah udah berapa purnama terlewat sejak terakhir kali bercengkrama dengan panasnya matahari di pulau-pulau kecil.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waktu bercengkerama lupa panas yang terik. Pas selesai, baru kerasa panasnya hahahaha

      Hapus
  2. kapal as mobil alap alap juga wahahahha..ngebut dong mas sitam

    ealah penutupnya maknyus tenan..bakar bakar iwak...saya juga mau kalau makan mah hahahha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehehe, namanya juga orang nelayan. Kadang suka nyari aneh-aneh

      Hapus
  3. Kereen loh kapalnya dijadiin balapan hahahahah. Biar beda lah Ama yg mainstream :D.

    Airnya biru toska banget ya mas. Suka aku liat warna birunya itu. Berkesan sejuk walopun aku yakin panas banget itu :D.

    Semoga aja pantainya ttp terjaga, ga rusak Ama turis2 ga bertanggung jawab .

    BalasHapus
    Balasan
    1. Buat balap oke, buat mancing pun jadi. Serbaguna dengan berbagai fungsinya. Semoga memang tetap terjaga.

      Hapus
  4. membaca ceritanya dan melihat foto fotonya jadi keinget saat masih di lombok
    hampir tiap weekend keliling pulau, nyebrang ke pulau pulau kecil naik perahu, pasir putih, pantainya sepi sepi, snorkling,,,, heuheuheuheu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehehhe, kalau di sana memang banyak pulau yang bisa dikunjungi ya mas. Aku yo kangen dolan banyu

      Hapus
  5. Duh, kangen sama laut. Sudah lama banget gak ke laut euy hahaha
    Di Jayapura cuma bisa melihat dari jauh, tapi tidak sempat mendekat. Apalagi karena pandemi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau di Jayapura sebenarnya berpotensi dolan ke pantai jika tidak pandemi. Bahkan banyak pantai yang indah hehehhe

      Hapus
  6. Saya ikut hanyut dalam nostalgia Mas Sitam di Pulau Sintok. Kapan-kapan kalau ke sana, saya akan coba cari musala itu juga...

    Btw, balap kapalnya kayaknya seru, Mas Sitam. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga bisa ke sini, mas.
      Pokoknya kalau balapan kapal itu gengsinya besar hehehehhe

      Hapus

Pages