Menyambangi Rumah Durian Deles Mbok Dalmi di Klaten - Nasirullah Sitam

Menyambangi Rumah Durian Deles Mbok Dalmi di Klaten

Share This
Durian Deles Mbok Dalmi, Klaten
Tepat pukul 05.45 WIB, aku sudah duduk di sekitaran jembatan Janti. Melihat keramaian pesepeda akhir pekan. Dari puluhan pesepeda yang melintas, salah satu yang kutahu adalah youtuber sepeda Dony Adhika. Dia bersepeda dengan istrinya ke arah timur. 

Bus ekonomi jurusan Jogja – Surabaya berhenti di tepian jalan. Sepertinya bus ini menjadi yang terakhir boleh mengambil penumpang di Janti. Tempat ini menjadi lokasiku menunggu bus kala ingin ke Kartosuro ketika tengah malam. 

Ardian mengirimkan lokasinya terkini. Aku memantau keberadaannya melalui aplikasi pesan singkat. Selang sesaat, dia sudah sampai di Janti. Kali ini tampilannya berbeda, dia menaiki sepeda balap Polygon Strattos S2. 

Rute yang kami lintasi jalanan provinsi. Dua sepeda melaju, menyalip rombongan pesepeda yang sedang mengadakan kopdar. Sesekali ikut menguntit peloton roadbike dalam mini grup dengan kecepatan sedang. Tatkala mereka menambah kecepatan, kami memisahkan diri. 

Mendekati Candi Prambanan, Yugo bergabung. Sedari pagi dia sudah menunggu di depan minimarket. Kami bertiga mengayuh pedal sepeda dengan kecepatan sedang. Jalan yang kami lintasi masih cenderung datar. 
Melintasi jalan dekat Candi Prambanan
Melintasi jalan dekat Candi Prambanan
Tujuan bersepeda pagi ini ke sekitaran Pasar Kembang Klaten. Nantinya kami mengunjungi salah satu rumah warga yang menjual durian. Seperti menjemput bola, kami langsung ke rumah warga. Bukan membeli durian di pasar ataupun di para penjual yang berjejeran di tepi jalan. 

Sekilas aku masih ingat rute bersepeda. Dari candi Prambanan kami ke utara, lalu melewati sisi barat Candi Plaosan. Kami terus mengayuh sepeda ke utara, hingga bertemu pertigaan bertuliskan Desa Nangsri, Klaten. 

Melintasi jalan desa Nangsri, rute beragam dan didominasi aspal namun jalannya tak begitu luas. Sesekali terdapat polisi tidur ataupun jalur berlubang. Jalan ini mengarahkan kami sampai arah Manisrenggo, lalu berhenti di Pasar Kembang, Klaten. 

Di pasar Kembang Klaten, Ardian mencari jajanan pasar. Satu plastik berisi pukis dan gorengan kami jadikan sarapan pagi. Ini dikarenakan warung sate kambing yang di pasar Kembang belum buka. Di teras warung sate kambing, kami menikmati kudapan pagi. 

Perjalanan berlanjut, jalanan kali ini didominasi cor dua tapak. Sesekali Ardian melihat gawai, memastikan jalan yang kita lintasi benar adanya. Jalur yang kami lintasi lebit tepat untuk blusukan ala sepeda Gravel. 
Jalur menuju rumah Mbok Dalmi, Klaten
Jalur menuju rumah Mbok Dalmi, Klaten
Kreeekk!! Rantai sepedaku lepas. aku sigap langsung turun dan mencoba menarik rantai yang tersangkut di pelindung gir depan. Sialnya, aku lupa membawa kunci sepeda yang biasa di dalam tas. Candaan dari kedua kawan ini terlontar. Mungkin sepedaku ngambek karena tadi kami membahas rencanaku upgrade. 

Tak ada kesulitan berarti, kami kembali melanjutkan perjalanan. Jalan kecil menurun, melintasi jembatan kecil, lalu tanjakan lumayan panjang. Aku tidak sempat mengurangi gigi sepeda langsung turun dan menuntun. 

“Belok kiri,” Teriak Ardian dari belakang. 

Aku dan Yugo membelokkan sepeda. Baru juga beberapa meter, Ardian kembali berteriak kalau salah jalur. Harusnya belok yang di depannya lagi. Kami putar balik, lalu kembali belok kiri di pertigaan depannya yang hanya berjarak 50 meter dari belokan pertama. 

Sebuah rumah besar dengan halaman lapang kami kunjungi. Di ujung rumah tampak kesibukan tiga orang sedang menggiling gabah menggunakan mesin. Inilah rumah Mbok Dalmi. Rumah yang beralamatkan di dusun II, Logede, Karangnongko konon menjadi Hidden Gems para pecinta durian. 
Tulisan Durian Bu Dalmi Deles, Klaten
Tulisan Durian Bu Dalmi Deles, Klaten
Pukul 08.00 WIB kami sudah sampai di rumah Mbok Dalmi, hanya saja beliau tidak ada di rumah. Mbok Dalmi sedang mengambil durian atau malah menjual duriannya menggunakan sepeda motor. Tak nampak durian di sini, hanya ada tulisan “Duren Deles Bu Dalmi Deles”. 

Kami manfaatkan waktu pagi untuk melepas lelah. Hingga akhirnya seorang simbok mengendarai sepeda motor dengan wadah anyaman bambu datang. Beliaulah yang kami tunggu. Mbok Dalmi sudah datang membawa banyak durian. 

“Di rumah ada kok duriannya,” Beliau menyapa kami sambil berlalu mengambil durian dari dalam rumah. 

Empat durian dijinjing, diletakkan begitu saja di halaman rumah yang berlabur semen. Sepertinya halaman rumah ini dimanfaatkan untuk menjembur gabah. Beliau berujar jika duriannya 100.000 rupiah mendapat tiga buah. 

Kami tak pantai menawar, toh ke sini hanya untuk menyicip beberapa buah sebagai syarat gowes. Satu durian dibelah, kami menikmatinya. Durian yang pertama rasanya pas di lidah kami. Tanpa menunggu waktu lama, satu buah durian tandas. 
Menikmati durian sembari berbincang santai
Menikmati durian sembari berbincang santai
Kembali mbok Dalmi membelah satu durian, aku mengambilnya. Menurutku ini agak kematengan. Kedua temanku pun mengiyakan. Durian yang pertama rasanya lebih pas di lidah. Walaupun begitu, kami tetap melibas sampai habis. 

Sementara itu Yugo memilah-milah satu durian yang nantinya ingin dibawa pulang. Sesekali beranjak menuju sepeda, lalu menempelkan satu durian di bawah sadel. Harapannya nanti dia bisa membawa satu durian ke rumah. 

Mbok Dalmi mempunyai kebun durian. Di belakang rumah terlihat pohon durian menjulang tinggi. Beliau berujar sudah 15 tahun menekuni penjualan durian. Karena itulah, di Klaten nama durian Deles begitu populer. 

Pagi ini masih kami bertiga yang datang. Di hari minggu biasanya jauh lebih ramai. Lapak durian di rumah tiap hari minggu buka pada pukul 09.00 WIB hingga pukul 11.00 WIB. Setelah itu, beliau menjual durian di tempat yang lainnya. 

Tempat strategis beliau menjual durian di jalan provinsi. Jalan utama Jogja – Solo yang ramai menjadi spot yang strategis. Sebuah mobil bak terbuka dengan tulisan Raja Durian di bagian depan ini mungkin yang membawa durian ke jalan raya. 
Mbok Dalmi memamerkan durian berukuran besar
Mbok Dalmi memamerkan durian berukuran besar
Mbok Dalmi sangat ramah dengan para pelanggannya. Selain harga durian murah, mungkin keramahan beliau juga menjadi nilai lebih. Ketika Yugo membawa satu buah durian yang diikat menggunakan tali rafia, beliau berujar jika nanti tidak manis bisa diganti pas ke sini. 

Menjelang siang kami hendak pulang. Kesibukan Mbok Dalmi Bersama beberapa orang terlihat. Beliau memilah-milah durian yang besar dan belum sepenuhnya matang. Durian tersebut dimasukkan pada wadah besar dari anyaman bambu yang melekat di jok motor. 

“Seratus ribu, mas. Tapi bisa lebih murah,” Celetuk beliau sambil tertawa. 

Kami tertawa bersama. Kedua kawanku berfoto dengan Mbok Dalmi, setelah itu kami pulang. Jalanan masih sama, kali ini didominasi turunan. Hanya ada satu tanjakan selepas jembatan kecil yang tak jauh dari rumah Mbok Dalmi. 

***** 

Sarapan Sate Kambing Mbah Wito Warik, Klaten. 

Sepanjang perjalanan aku tertawa melihat Yugo membawa durian di bawah sadelnya. Dia tidak berani kencang, takutnya kulit duri tersebut terkena ban. Tujuan kami kali ini adalah sate kambing mbak Wita Warik, Klaten. 

Rasanya baru saja mengayuh peda, kami sudah mendekati Pasar Kembang Klaten. Di sinilah warung sate mbah Wito Warik. Beruntungnya, Ketika kami sampai, ibu yang berjualan baru membuka penutup jendela warung. 

Kami langsung duduk di kursi yang ada di luar. Lalu memesan dua porsi sate dan seporsi tongseng. Sepertinya kami adalah tiga pelanggan pertama di pagi hari ini. Dua potongan daging kambing tergantung, tanda warung ini siap melayani pelanggan. 
Sarapan sate kambing mbak Wito Warik, Klaten
Sarapan sate kambing mbak Wito Warik, Klaten
Warung sate kambing Mbah Wito Warik berlokasi di jalan Deles Indah, Dusun 2, Keputren, Kemalang. Masih di sekitaran Pasar Kembang Klaten. Warung yang berbalur cat abu-abu ini warnanya sudah termakan oleh zaman. 

Aku menyeruak masuk, lalu meminta izin memotret di bagian dalam warung, tepatnya di dapur. Ada tiga orang di sini, dua perempuan dan satu lelaki. Satu perempuan yang sedari tadi berbincang denganku sibuk memasak tongseng. 

Bapaknya yang bertugas membakar sate. Sementara satu perempuan lagi yang menyiapkan irisan bawang merah, hingga mengantarkan pesanan yang siap santap. Ibu dan bapak yang jualan tak kalah ramah. Beliau membebaskanku merekam dan memotret dari dapur. 

Sate kambing mbah Wito Warik ini sudah ada lebih dari 60 tahun. Bapak dan ibu yang menjual sekarang adalah generasi ketiga. Aku salut dengan warung-warung yang sudah ada lebih dari setengah abad seperti sekarang. 

Dibuka mulai pukul 09.00 WIB, sate mbah Wito Warik ini tutup pukul 20.00 WIB. Pelanggan warung ini ada yang makan di tempat ataupun dibungkus. Sewaktu kami datang, sudah ada beberapa pelanggan lagi yang datang. 
Aroma sate bakar menyeruak ke hidung
Aroma sate bakar menyeruak ke hidung
Kebutuhan bahan baku daging di masa sekarang tak menentu. Akhir-akhir ini, sate mbah Wito Warik hanya menyembelih satu kambing. Beliau berujar kambingnya baru tadi pagi disembelih, dan mereka sendiri yang menyembelih. 

Tanpa terasa pesanan kami datang. Dua porsi sate dan seporsi tongseng. Bapak yang membakar sate mengatakan jika ingin pedas, mericanya ada di meja. Pun dengan cabai. Aku mengangguk dan mencoba sate yang belum kutambahi merica. 

Warna satenya agak gosong, pun lebih pekat karena kecapnya sudah menyatu. Rasanya manis, tanpa ada pedas sedikitpun. Makanya tadi bapak mengatakan merica ataupun cabai ada di meja. Aku menuntaskan sarapan sate. 

Rasa satenya cukup masuk, ukurannya sedikit lebih kecil dan agak kenyal. Ini yang kurasakan. Sate ini tetap kurekomendasikan jika kalian berkunjung ke sekitaran Pasar Kembang, Klaten. Hanya sesaat, semuanya tandas. 

Satu hal lagi yang menarik, bagi yang memesan teh panas, di sini ada tambahan satu cangkir isi ulang teh tawar panas. Ini yang menurutku asyik, pun tehnya itu nasgitel; Panas, Legi (manis), Kentel (kental). 
Sate dan tongseng siap disantap
Sate dan tongseng siap disantap
Satu porsi sate harganya 25.000 rupiah. Untuk dua porsi sate, seporsi tongseng dan empat minuman, kami membayar 80.000 rupiah. Cukup kenyang dan enak. Selepas membayar, kami pulang. Tentu, kali ini sengaja cari jalur yang berbeda. 

Entahlah, mungkin kami gabut waktu pulang. Jalanan malah lebih blusukan. Beberapa ruas jalan didominasi bebatuan dan berlubang. Aku tertawa melihat dua kawan yang menggunakan sepeda berukuran ban kecil. 

Selain itu, kami masih harus memantau jalur yang dipandu gawai. Beberapa kali harus memutar balik karena salah jalan. Setelah dipikir-pikir, jalanan di Klaten ini lebih asyik buat jalur gravelan. Begitulah komentar kedua kawanku. *Klaten; 23 Januari 2021

20 komentar:

  1. Durian plus sate kambing, mantap juga agenda kulineran sambil gowesnya Mas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehehhe, sekali gowes dua kali kulineran. Itu yang pas buat kita semua

      Hapus
  2. muantep tenan nduren lanjut nyate..
    btw kenapa ya kalau beli duren tuh, rasa tiap tiap buah pasti beda beda, heuheuheu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahahha, kuliner e asyik.
      Iyo mas, aku malah belum nyicip yang dari Kaligesing tahun ini

      Hapus
  3. mantabbb bener ... sarapan durian .. ditambah sate kambing ..
    benar2 nampol gaspollll 😀

    BalasHapus
    Balasan
    1. Biar gowesnya makin asyik, kang. Isi asupan dulu

      Hapus
  4. Wuaaaah durian!
    Kalau saya ke sana, bisa-bisa kalap saya nih hahaha
    Salah satu buah favorit

    BalasHapus
    Balasan
    1. Durian emang menggoda, tapi kudu bisa nahan biar nggak kebanyakan ahahhahaa

      Hapus
  5. Mantap tenan iki, Mas. Sejak awal tahun baru sekali makan durian, itu pun dibawain bapak haha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahhahah, enak banget mas. Penting makan durian.

      Hapus
  6. Kali ini aku LBH tertarik Ama duriannya mas :D. Udah lamaaaa bgt ih ga makan durian . Sbnrnya memang LG musim, tp Krn aku jrg keluar aja.

    Btw, kalian berani yaaa abis makan durian trus kambing hahahaha. Sama2 panas :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha, sudah diatur waktunya mbak. Pagi makan jajanan pasar dulu, baru duriang. Lepas itu nunggu beberapa waktu buat santai baru makan sate.

      Hapus
  7. Pagi makan durian, siang sedikit makan kambing. Kalian bertiga luar biasa...hahahhaha
    Tiap kali nyepeda selalu ada tujuan mau makan dimana. Biasanya ga jauh-jauh dari perkambingan yaa mas :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya gak mesti kambing, mas. Kalau kata kawan yang penting kolesterol ahhahahaha

      Hapus
  8. Durian yang ditaruh di bawah jok gimana, Mas Sitam? Selamat sentosa sampai di Jogja? :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aman terkendali, sudah biasa seperti itu, mas hehehehhe

      Hapus
  9. Itu durian 2 buah gede amat, mas hahaha :) Bisa keblinger ngabisin sendirian mah wkwkwkw. Ini seperti paket lengkap penuh kehati2an ya. Makan duren...makan sate kambing pula..uwow mantaps bener.. haha :) Bener2 pesepeda andal plus wiskul keren :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau sendirian cukup makan satu mbak, gak berani lebih dari itu.
      Heheheh, mengisi waktu akhir pekan dengan olahraga

      Hapus
  10. wak edan mari durian langsung sate kambing. apa kabar kolesterol hahaha
    durian mbok dalmi ini menurutku enak wes. manisnya pas. aku suka.
    sedihnya taun iki aku durung makan durian blas huhu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Biyen pas rene pertama koe melu, kan? zamane wong telu yen gak salah

      Hapus

Pages