Jalur Sepeda Syahdu dari Bukit BNI ke Bukit Bego - Nasirullah Sitam

Jalur Sepeda Syahdu dari Bukit BNI ke Bukit Bego

Share This
Tanjakan Cempluk di sekitaran Bukit BNI
Tanjakan Cempluk di sekitaran Bukit BNI
Sepertinya bersepeda akhir pekan menjadi rutinitasku dalam kurun beberapa bulan terakhir. Ardian ingin kembali menyusuri jalur Bukit BNI Imogiri. Konon, jalur ini menjadi salah satu yang mengasyikkan bagi pesepeda.

Di tahun 2016, aku pernah dua kali melintasi jalur tersebut. Masih segar diingatanku barisan Pohon Kayu Putih menebar aroma wangi. Pun dengan tanjakannya yang lengkap. Seingatku, ada dua tanjakan tinggi. Nyatanya, ketika aku ke sini, tanjakan itu ada tiga.

Andar mengabari sudah berangkat dari Cangkringan, perempuan satu ini tak perlu diragukan fisiknya. Menggunakan sepeda cleo, dia sudah beberapa kali bersepeda denganku. Bahkan, kami pernah juga menjajal trek Palintang di Bandung.

Titik kumpul di Janti yang pertama, setengah enam pagi Andar sudah sampai di sini. Kami melanjutkan perjalanan menuju Giwangan. Di sana, Ardian menanti. Perjalanan berlanjut menuju Imogiri. Para pesepeda akhir pekan ramai.

Jalanan masih asri, dari arah Imogiri kami berbelok menuju jalur permulaan di Bukit BNI. Hawa sejuk kontras dengan tanjakan yang sudah menanti. Kuatur ritme kayuhan, kupastikan gir paling kecil, lalu mengayuh pelan dan pasti.

Di belakang, Andar dan Ardian pun sama. Kami hanya bertiga, sementara Yugo sudah ada agenda sendiri bersepeda ke arah Solo. Suara burung terdengar berkicau, udara bersih tersaji. Bunyi rantai dan gir berderit, kayuhan makin berat.
Rute di Bukit BNI menarik tanjakannya
Rute di Bukit BNI menarik tanjakannya
Sepanjang jalan didominasi tanjakan. Menariknya, jalur Bukit BNI ini tak membosankan. Tanjakan menjulang tinggi berganti dengan jalan datar. Sedikit ada turunan, bahkan tak terasa ada turunannya. Tapi memang asyik dilintasi.

Banyak pesepeda yang hendak menjajal jalur ini. Mereka menjadikan jalur Bukit BNI sebagai alternatif menuju Mangunan. Jalan utama menuju Mangunan lebih panjang, tapi lalu-lalang kendaraan bermesin banyak. Berbeda dengan jalur sini.

Tanjakan pertama terlampaui dengan baik. Andar sudah meninggalkan kami di belakang. Lantas kami duduk santai menghadap sisi lain yang membentang. Panorama yang terlihat menyenangkan. Petakan sawah jauh di sana.

Air minum kutenggak sambil menyeka keringat. Saat istirahat, ada rombongan bapak-bapak yang melintas. Kami menyapa. Pun dengan sekumpulan orang sedang lari pagi. Bahkan salah satunya kenal Ardian. Mereka saling menyapa dan bersenda gurau.

Mulai dari semak belukar, berganti dengan pepohonan jati. Selanjutnya pepohonan yang tak kuketahui. Semacam pohon kakau tapi menjulang tinggi dengan batang kecil. Tanjakan curam pertama tuntas, selanjutnya kombinasi agak landai dan menikung.

Mendekati Bukit BNI, pepohonan berganti dengan perkebunan Jambu Mete. Di bawah rerimbunan pohon, ada sekumpulan ibu yang berkumpul. Lokasinya tepat pada gubuk di samping tugu bertuliskan “Boekit Indah BNI”.
Rute di Bukit BNI menarik tanjakannya
Rute di Bukit BNI menarik tanjakannya
Kabut lumayan tebal waktu kami melintasi jalanan datar yang didominasi singkong serta pohon minyak kayu putih. Di sudut lain dekat sini sebenarnya ada spot untuk melihat tekukan aliran sungai, tapi kami tidak ke sana. Hanya rehat di tepian jalan.

Diskusi singkat menghasilkan perubahan destinasi tujuan. Awalnya, kami hendak menuju Mangunan. Kemudian berganti menuju Bukit Bego. Ini artinya, rute kami menjadi lebih dekat dan tidak banyak tanjakan seperti waktu awal.

“Tinggal satu tanjakan lagi,” Celetukku.

Ardian menyanggah, katanya masih ada dua tanjakan tajam yang harus kami lintasi sebelum jalanan lebih santai. Nyatanya yang Ardian ucapkan benar. Aku sendiri memang sudah pernah melintasi jalur ini, tapi tidak ingat tanjakan curam itu ada beberapa.

Lintasan tanjakan pertama berbentuk cekung tapi tak panjang. Aku sendiri melintas dengan aman. Bahkan sempat menyalip beberapa pesepeda di depan. Kami bertegur sapa, lalu bersantai menunggu Ardian di belakang. Hari ini Ardian dihajar tanjakan dengan sepeda balapnya.

Belum juga bernafas lega, satu lagi tanjakan tinggi menikung sudah siap menyambut. Kami kembali tertawa kencang. Lalu satu persatu melintasi. Aku juga menyempatkan untuk mengabadikan kedua kawan yang hendak menanjak.

Kuikuti Andar, tanjakan ini lumayan panjang. Menikung ke kanan, lalu tanjakan kembali curam hingga jalan berbelok. Di atas sana sudah ada dua pesepeda yang berfoto, mereka menyapa dan memberi semangat pada kami yang sedang melintasi tanjakan.
Andar melintasi Tanjakan Cempluk
Andar melintasi Tanjakan Cempluk
Tanjakan Cempluk namanya. Salah satu tanjakan yang curam di sekitaran Bantul. Kontur jalanan yang beragam ini membuat Bukit BNI dijadikan opsi rute pesepeda ke Mangunan. Memang lintasannya tidak membosankan dibanding jalur utama.

Lepas tanjakan Cempluk, jalanan relatif santai. Dua pesepeda yang tadi bertemu di jalan bergabung. Keduanya hendak ke Mangunan. Kami bertegur-sapa, lima sepeda beriringan karena jalan memang lebih kecil.

Tepat perempatan kecil, kami berpisah. Dua pesepeda mengambil jalan lurus, kami belok kiri ke jalan raya. Jika belok kanan, jalan tersebut mengarahkan ke destinasi lain yang bernama Watu Lawang. Dari sini sudah tidak ada tanjakan lagi yang kami lintasi.

Jalan utama ke Mangunan inilah yang kami lewati, jika yang lain mengayuh pedal naik, kami dari arah sebaliknya. Menurun, mengendalikan tuas rem agar laju sepeda tidak terlalu kencang. Bukit Bego sendiri ada di sisi kanan jalan.

Awalnya, Bukit Bego ini hanyalah lahan kosong yang menjadi titik istirahat para pesepeda saat menuju Mangunan. Jauh sebelum dibangun menjadi destinasi wisata dengan patung. Di sini awalnya terdapat excavator atau alat berat bego yang mangkrak.

Patung di bukit bego menjadi spot paling menarik bagi pesepeda. Tidak sedikit para pesepeda berfoto di sini. Aku sendiri memarkirkan sepeda di dekat warung, lantas jalan kaki menuju tulisan bukit bego. Jalanan di sini lumayan ramai pesepeda, jadi harus berhati-hati.
Sampai di Bukit Bego Bantul
Sampai di Bukit Bego Bantul
Bukit Bego lebih asyik dikunjungi kala sore. Lansekapnya indah, bahkan menjadi salah satu spot bagi para pecinta senja untuk nongkrong. Beberapa foto sunset pun bertebaran di linimasa. Rata-rata yang di sini pasangan muda-mudi.

Bagi pesepeda sendiri, Bukit Bego ramai ketika akhir tahun 2019. Kunjungan melonjak saat tahun 2020. Para pesepeda lebih suka ke destinasi ini kala pagi. Mereka menjadikan Bukit Bego sebagai tempat transit sebelum melanjutkan perjalanan.

Sementara para pesepeda pemula menjadikan Bukit Bego sebagai tujuan akhir bersepeda. Jadi, selama di sini kita bisa melihat para pesepeda yang merupakan kumpulan keluarga, atau mereka yang memang baru menggemari sepeda selama pandemi.

Deretan warung sudah buka. Kami memilih paling ujung, dan Ardian sudah memesankan tiga minuman teh panas. Berbagai menu gorengan tersaji, aku tentu tertarik dengan pisang goreng dan pisang hijau. Kulibas sajian yang menggoda di atas meja.

Aku berbincang dengan ibu yang jualan. Beliau mengatakan kunjungan melejit awal tahun 2020. Sewaktu hampir semua destinasi tutup, Bukit Bego ini mengalami lonjakan pengunjung, khususnya para pesepeda. Ya, fenomena pesepeda kala pandemi begitu ketara.
Menikmati gorengan dan teh panas di warung Bukit Bego
Menikmati gorengan dan teh panas di warung Bukit Bego
Di sini Ardian kembali memintaku untuk memotretkan jersey barunya. Gowes akhir pekan ini memang khusus untuk menyambut jersey barunya Ardian sekaligus mencari konten untuk vlogku. Pukul 09.00 WIB, kami sudah siap pulang.

Meski bersepeda kurang dari empat jam, tapi rute yang kami pilih lumayan menguras tenaga. Kombinasi tanjakan BNI dan tanjakan Cempluk sudah menguras tenaga. Rasa capek ini setara dengan hasilnya. Aku mendapatkan konten vlog lebih banyak.

Tepat pukul 09.30 WIB kami sudah pulang. Jalur pun masih sama menuju arah Terminal Giwangan. Di sekitaran Jalan Imogiri, aku sempat disapa kawan. Ipan Erfan berteriak menyapaku, sepertinya di sana rumahnya yang sekarang sudah merintis bengkel sepeda.

Rutinitas bersepeda hari ini selesai. Sepertinya rute Bukit BNI bakal menjadi salah satu rute yang menyenangkan untukku. Tanjakan beragam dan jalanan cenderung sepi menjadikanku tertarik untuk melintasinya di waktu mendatang.*Bukit BNI; 20 Februari 2021.

Tanjakan Bukit BNI Imogiri


Curamnya Tanjakan Cempluk 

11 komentar:

  1. Balasan
    1. pertanyaan bagus. wkwkwkw aku juga bertanya-tanya itu

      Hapus
    2. Bukit BNI itu biasanya disematkan kepada beberapa kampung yang ada sumbangsih dari BNI terkait kemajuan sana. Bisa jadi dalam bentuk sokongan dana untuk perkembangan batik atau apapun di kampung tersebut

      Hapus
  2. Paling bersyukur pas lihat foto mamam syantik di Warung Bukit Bego hahahaha. Kebayang itu tanjakan curam, sampai kecapean gitu kayaknya, hahaha. Kalau belum terbiasa kayaknya bisa pinsan ya mas :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahahahha, awalnya malah mau lanjut ke Mangunan. Tinggal dikit lagi sampe

      Hapus
  3. Wah, bersepeda tak kalah menantang dengan olahraga berat lainnya. Selamat malam, Mas Nasitullah.

    BalasHapus
  4. Ada bank BNI kah di bukitnya Mas?
    Kok namanya Bukit BNI?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lebih ringkasnya, di sini ada kampung Bukit BNI, semacam kampung binaan dari BNI

      Hapus
  5. Tanjakan lurus konsisten kayak gini ngeselin banget kayaknya, Mas. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha, tapi bikin semangat juga sih mas. Penting yakin

      Hapus

Pages