Hari masih pagi. Tepatnya pukul 08.00 WIB, agenda sarapan di Nasi Bebek Selera Rakyat Seyegan sudah tuntas. Perut pun kenyang. Kami saling bertukar ide, selanjutnya menuju destinasi mana pagi ini. Sayang rasanya jika balik kanan pulang ke tempat masing-masing.
Ide mengopi terlontar. Kedai yang paling dekat dari lokasi kami sekarang adalah Omah Minggir. Sebuah kedai yang menarik dikunjungi dan pastinya buka pagi hari. Mas Aan sudah pernah ke sana, kami mengikut di belakang.
Untuk meyakinkan rute, Ardian mengecek jalur di Google Maps. Aku dan Yugo menunggu mereka berdua beranjak. Baru melintas kurang dari 300 meter dari nasi bebek, sebuah mobil yang berpapasan sedikit memenuhi jalan, Yuga agak oleng dibuatnya.
Mendung berangsur pudar, panas terik sedikit menyengat. Jaraknya lebih dari 6 kilometer. Melintasi Buk Reteng yang ada di Moyudan. Lantas jalanan lebih kecil menuju tepian sawah. Segerombolan bebek riuh di aliran sungai kecil.
Melanjutkan perjalanan ke Kedai Omah Minggir |
Pagar kayu tertutup. Kami melihat informasi di gawai, tempat ini buka pukul 09.00 WIB. Untuk sesaat kami kembali berdiskusi, mencari tempat yang sudah buka. Tanpa sengaja, pagar tersebut dibuka, suara tembang terdengar dari radio.
Kami inisiatif bertanya waktu buka. Bapak yang memberi makan burung dalam sangkar mengatakan sudah buka. Kami langsung masuk dan sepeda diperbolehkan parkir tepat di sekitaran pendopo.
Mas Aan berbincang dengan bapak tadi, ternyata pemilik Omah Minggir ini teman sejawatnya. Sama-sama fotografer. Katanya, pemiliknya adalah salah satu fotografer di media massa nasional dan fokus pada foto travel.
Di dapur sudah ada bapak yang bertugas memasak air. Aku menyapa beliau sambil memotretnya. Omah Minggir konsepnya menarik. Hampir sebagian besar tempanya adalah ruang terbuka. Pendoponya dipenuhi dengan barang-barang klasik.
Kedai Omah Minggir sudah buka |
Omah Minggir ini awalnya lebih dikenal sebagai penginapan. Di sini para wisatawan yang hendak berlibur dapat menjadikan tempat ini sebagai inapan yang menyenangkan. Khususnya bagi yang suka menepi, jauh dari keramaian kota.
Aku tidak tahu secara detail berapa jumlah kamarnya. Dari informasi yang kudapatkan, para pelancong dapat memesan kamar di sini menggunakan AirBnB ataupun Booking. Kisaran harga permalam kurang dari 250.000 rupiah.
“Aku Vietnam Drip,” Ujarku.
Salah satu kawan mencatat pesanannya, lantas aku bertugas menyerahkan secarik kertas pada bapak yang bertugas di dapur. Segala minuman dan camilan kusebutkan, lantas aku kembali duduk di kursi kayu, melingkar pada semuah meja.
Berbincang dengan bapak yang membuatkan minuman |
Ragam menu tersaji di Omah Minggir. Mulai dari camilan hingga makanan berat. Kisaran harga untuk makanan berat yang paling mahal sekitar 25.000 rupiah. Camilannya pun sebagian besar seharga 10.000 rupiah.
Terdapat dua kerta menu. Satu untuk makanan serta minuman seperti teh teko, hingga tape susu. Satu lagi diperuntukkan menu khusus kopi. Harga minuman dengan proses pembuatan V60 dibanderol 20.000 rupiah, untuk tubruk 10.000 rupiah, sama dengan Vietnam Drip.
Rasanya harga ini pas untuk kantungku. Tempat nyaman dengan harga pas. Sayang memang lokasinya jauh dari tengah kota. Oya, Omah Minggir ini beralamatkan di Ngaranan, Sendangrejo, Minggir, Sleman. Jarak dari pusat kota antara 13 kilometer.
Sejak mengunjungi Omah Minggir, aku terpukau dengan desainnya. Klasik! Itulah yang tebersit di pikiranku. Ornamen kayu jati menjadi kunci. Mulai dari pendopi, hingga kursi-kursi model lawasan terpajang di sini.
Ada juga semacam gazebo kecil di sisi pendopo. Gazebo ini mengingatkanku pada tempat meditasi ataupun untuk yoga. Berbagai ukiran kayuk pada sudut bangunan ini menarik. Pendoponya dikelilingi kolam ikan, serta tapakan bebatuan dari pintu gerbang.
Daftar menu dan harga di Kedai Omah Minggir |
Banyak bunga yang ditata, sehingga tempat ini seperti rimbun. Pun bergelantungan lampu pijar dengan model lawasan. Serta beberapa aksesoris yang tertata pada meja panjang. Suara radio menggema, menjadikan tempat ini makin kental dengan konsepnya.
Di satu sudut terdapat anak tangga. Aku tidak menaiki tangga tersebut. Entah di atas itu sama juga sebagai tempat mengopi atau malah kamar yang disewakan melalui AirBnB. Aku dan teman sibuk berfoto bersama sepeda.
Selain rombonganku, selang setengah jam datang juga rombongan motor. Mereka adalah teman sejawat bapak yang tadi kami tanyai waktu awal buka. Bapak yang merawat burung sambil bersantai. Sesaat kami berbincang membahas sepeda dengan salah satu kolega yang datang.
Pesanan datang, yang paling awal tentunya teh teko, dan dua gelas susu tape panas. Lalu camilan kentang goreng serta pisang goreng, lepas itu baru pesananku, Vietnam Drip. Kami berempat menikmati waktu pagi dengan wedangan.
Teh satu teko ini bisa digunakan untuk beberapa orang. Gelas yang digunakan model lawasan. Sewaktu di dapur, aku memang melihat berbagai pernak-pernik dapur yang modelnya lawas seperti ini. Terus terang, aku suka dengan gelas-gelasnya.
Sudut Omah Minggir yang menyenangkan |
Vietnam Drip yang disajikan lumayan pas di lidahku. Mungkin untuk ukuranku agak lebih manis. Ini juga tergantung selera masing-masing. Aku sendiri tetap bisa menikmatinya. Di antara pesanan yang kami pesan, aku kaget lihat pisang gorengnya.
Terus terang, pisang goreng yang di Omah Minggir wajib kalian pesan. Ukurannya besar dan legit. Jarang-jarang kedai menyediakan menu pisang sebesar dan seenak ini. Kombinasi yang pas antara Vietnam Drip dengan pisang goreng.
Aku iseng melihat ulasan di Google Maps terkait Omah Minggir. Hampir keseluruhan mengulas bagus tempat ini. Mulai dari keramahan pemiliknya, harga makanan yang murah, serta suasana tempatnya yang asyik. Ada juga yang mengulas kesan waktu menginap.
Kedai yang buka mulai pukul 09.00 WIB hingga pukul 20.00 WIB ini memang menawarkan tempat yang sunyi dan menyenangkan. Berbagai makanan ala desa tersedia, minuman pun tersaji dengan baik. Bisa jadi banyak orang datang ke sini untuk menikmati santap siang ataupun nongkrong kala sore.
Vietnam Drip, Wedang, dan Gorengan di Omah Minggir |
Pukul 10.00 WIB, kami memutuskan pulang. Usai membayar dan menyapa rombongan yang tadi berbincang dengan kami, kami langsung menyusuri jalanan altrenatif. Menjelang siang ini lumayan terik, sehingga kami ingin bergegas sampai rumah.
Bagi kalian yang ingin menepi di sekitaran Sleman dan tidak terlalu jauh dari pusat kota Jogja, tentu Omah Minggir bisa menjadi opsi yang tepat. Pemandangan sekitar Omah Minggir masih asri. Kala pagi ada banyak bebek yang bermain air di semacam tegalan.
Aku sendiri mungkin bakal singgah ke sini lagi jika bersepeda ke sekitaran Minggir. Setidaknya, Vietnam Drip dan pisang goreng di Omah Minggir masih terus menggoda. Percayalah, waktu pulang, pisang gorengnya aku bungkus dalam tas kecil. *Omah Minggir; 06 Februari 2021.
Aku belum pernah nyobain Vietnam Drip. Kayaknya yummy yach. Btw emang deh suka kasian sama pesepeda, udah minggir banget, masih adaaa aja mobil yang hampir nabrak ya. Ini tempan ngopi sama camilannya beneran rumahan. Tekonya aja jadoel dan serba sederhana nih, asik.
BalasHapusVietnam Drip ini lebih mirip kopi susu, coock untuk orang yang tidak suka pahit.
HapusYa begitulah, kadang ada pesepeda yang kena dampaknya, kadang juga di tempat lain pengguna lain terganggu sepeda.
asyik banget ngopi disini kak, syahdu suasananya
BalasHapussuasananya pas untuk mengopi dan makan pisang goreng
Hapussaya belum pernah coba yang vietnam2 ini
BalasHapusbiasanya kopi item doang
sekilas lebih mirip dengan kopi susu kok hehehhehe
Hapuspit pitan terus bar kuwi wedangan mbi ngopi nyemil gorengan..
BalasHapuskesederhanaan bagai surga pokoknya ya mas bro
wah puasa gini tetep sepedaan gak mas..
apa dirubah jadwalnya jadi sepedaan ngabuburit?
Kalau aku tetap sepedaan ke tempat kerja. Kalau pas akhir pekan paling sore menjelang buka puasa, mas
Hapuslokasinya yang agak jauh dari keramaian, serta interior yang klasik, cocok banget buat ngopi, ngemil sambil menenangkan diri
BalasHapusBetul mas, buat bersantai bisa di sini. Tidak ramai hhehehhe
HapusPaket ngopi pagi dengan Vietnam drip dan juga pisang goreng, memang mantep kayaknya. Tempat nya enak, jauh dari pusat kota dan juga desain kedai yg klasik. Selain itu bisa dijadikan tempat penginapan juga. Untuk harga kopinya dan juga makanan terbilang cukup aman di kantong. Cocok lah pokoknya
BalasHapuspaduan yang pas itu mas, ngopi dan pisang goreng. Pokoknya istimewa sekali hahahaha
Hapusisuk-isuk pisang goreng ditemani teh atau kopi ki cocok banget ancen.
BalasHapusPisang gorenge gak habis, njuk tak bungkus bawa pulang aahhahahah
HapusWah sempurna, mas! Lokasinya di pedesaan jauh dari keramaian, rumah bernuansa tradisional, ada penginapan dan kedai kopi. Cocok banget pas ingin melipir dari keramaian, makasih rekomendasinya ya.
BalasHapusDicatet, pisang gorengnya recommended :))
Kalo pas balik Jogja bisa dolan ke sini, mas. Yakin suka sama suasananya
Hapussuka sama tempat ngopi yang sederhana kayak gini,kesannya rumahan banget pokoknya, tempatnya adem juga.
BalasHapusAdem, santai, suasananya juga menyenangkan. Pokoknya asyik heheheh
HapusUwaaah mas, baca pisang goreng, aku lgs inget Ama pisang goreng yg udh legendaris di salah satu kedai kopi di Jogja juga :p. Aku kesana 2x, 2-2 nya gagal karena antrian mengulaaaaaar puanjaaaang . Apalagi pisang gorengnya dibatasi hanya bisa 2 per orang :p.
BalasHapusJd kalo ke Jogja lagi, aku mendingan ke omah minggir aja kalo mau pisang goreng sambil ngopi yg enak :D. Ga dibatasin toh belinyaaa hahaha?
Hahahhaha, pokoknya pisang goreng adalah penggoda iman kala pagi. Wajib dipesan mbak.
HapusAman ke sini aja mbak, sekalian sarapan bebek sebelumnya, kan searah
Capek sepedaan terus ngopi dan makan pisang goreng di sini. Tempatnya cocok untuk menepi, adem, banyak pohon dan jauh kebisingan. Berasa ga ada alasan untuk ga balik lagi ke sini. Mungkin bisa utk rute buka puasa mas sitam 😄
BalasHapusIya mas, pokoknya penting bisa ngopi hahahahha.
HapusPuasa ini sebenarnya punya rencana mau gowes terus take away kopi, tapi belum terlaksana hahahah. Insyaallah bakal kulakukan lepas minggu depan