Selepas dari Durian Mbok Dalmi, aku teringat salah satu jalan yang kami lintasi. Berawal dari jalur tanah bebatuan khas sepeda gravel, berujung di sebuah DAM. Entah kenapa, aku terpikirkan untuk kembali menyambangi jalur tersebut.
Kutilik rute bersepeda Ardian di Strava, dan kuperhatikan jalur yang kami pernah lintasi. Sebelumnya, sempat kudata DAM yang ada di sekitaran Klaten, khususnya DAM terdekat dari jalur tersebut. Pada akhirnya mengerucut nama DAM Kali Woro.
Tatkala Ardian mengajak bersepeda demi menjajal sepeda lipat barunya Yugo, nama DAM Kali Woro kusebutkan. Kedua kawan ini setuju, mereka pun mencari tambahan kuliner terdekat. Ritual kami adalah bersepeda dan kuliner harus seimbang.
Di benakku, DAM Kali Woro adalah jembatan sepi dari pesepeda. Tentu bisa untuk berfoto dengan bebas. Berbeda halnya dengan Sabo DAM Nglumut yang sudah melejit. Meski fungsi dibangunnya DAM sama, perbedaan mencolok adalah suasananya.
Kami berangkat. Melintasi jalur syahdu di Klaten, pemandangan sawah ataupun Candi Plaosan tersaji. Berlanjut ladang masyarakat. Secara garis besar, rute yang kami lintasi hampir mirip dengan waktu ke durian. Hanya saja, kami sampai di Pasar Kembangan.
Melintasi sekitaran Candi Plaosan, Klaten (Dokumentasi Ardian Kusuma) |
Jalan berubah tanah bebatuan. Jalur ini menjadi lintasan masyarakat setempat. Lumayan panjang, kami pun harus meliuk-liuk menghindari bebatuan yang menonjol ataupun lubang agak dalam. Kontur tanah berlubang ini cocom untuk pecinta MTB ataupun Gravel.
Masih lengang, di ujung jalan DAM Kali Woro hanya ada dua anak kecil yang sedang bermain. Warung Mie Ayam belum buka, pemiliknya sedang menyapu halaman. Waktu masih cukup pagi, embusan udara segar tersaji.
Jalanan tidak beraspal, di sini semuanya model cor. Jalan cor mengingatkanku sepanjang pantura. Pun dengan jalanan di Sayung ke arah Demak. Hampir semua jalan adalah cor. Mungkin karena mengantisipasi kerusakan lebih cepat dengan kendaraan besar berlalu-lalang.
Sabo DAM Kali Woro hasil dari rehabilitasi dan rekonstruksi Kementerian PUPR. Menilik dari utas media sosial Kementerian PUPR, fungsi dibangunnya Sabo DAM Kali Woro mengantisipasi banjir lahar Gunung Merapi. DAM ini mampu menahan aliran lahar dingin yang membawa material melintasi aliran sungai.
Keberadaan DAM memang menahan laju lahar dingin agar tidak sampai di bagian hilir sungai. Sama halnya dengan Sabo DAM Nglumut yang ada di Magelang. Atau mungkin di daerah lain yang mempunyai potensi bencana serupa.
DAM Kali Woro dilintasi banyak truk |
Selain itu, jembatan di atasnya juga berfungsi sebagai jembatan penghubung. Selama duduk di sini, aku melihat lalu-lalang kendaraan roda empat. Bahkan dalam waktu tak lebih dari sepuluh menit, sudah ada beberapa truk melintas. Lumayan padat.
Pembangunan Sabo DAM Kali Woro ini sudah lumayan lama, pada tahun 2014 DAM tersebut berfungsi dengan baik. Hingga kini, harapannya keberadaan DAM ini dapat mengantisipasi lahar dingin Gunung Merapi serta menjaga kelestarian lingkungan di sekitar.
Aliran air di bawahnya tidak deras. Pada sisi selatan, terdapat seperti kolam kecil penampung air. Sisi utara sendiri sudah tertutup semak. Area ADM ini lumayan luas, bahkan sempat ditata bagian lahan bawah jembatan, hanya saja tidak terawat lagi.
Kulihat jejeran ban bekas menjadi pagar penyekat di bawah. Pun dengan pembatas kebun warga. Tak jauh dari DAM memang ada tanaman palawija serta sedikit petakan sawah yang menghijau. Dari sini terdengar kumpulan bapak petani sedang berbincang.
Anak tangga lumayan curam, terdapat tempat memegang tangan ketika hendak turun ataupun naik. Rasanya, tangga ini memang tidak dibangun secara ergonomis. Tangga tersebut mengikuti beton tanggul yang dibangun.
Aku menuruni anak tangga. Dua anak kecil yang tadi kulihat sudah di bawah. Sepertinya, tempat ini menjadi markas mereka untuk bermain. Diambilnya jorang sederhana, lalu salah satu dari mereka seperti hendak memancing.
Menjadikan DAM Kali Woro sebagai spot foto bersepeda (Dokumentasi Ardian Kusuma) |
Kolam kecil di bawah jembatan tidak dalam, tapi dasarnya agak berlumpur. Sedari tadi, aku melihat lumayan ada ikan yang bersliweran. Melihat dari bentuknya, tempat ini bukan kolam buatan yang khusus untuk ikan. Bisa jadi ikan tersebut liar, sekilas seperti ikan mujair.
Mereka bilang beberapa kali dolan di tempat ini. Aku beserta dua kawan mulai sibuk dengan kamera. Percayalah, tujuan utama ke sini hanyalah ingin berfoto saja. Khususnya lagi foto menaiki sepeda dan melintasi DAM Kali Woro.
Sebuah misi yang gabut. DAM Kali Woro bukanlah tujuan destinasi wisata layaknya yang di Magelang. Selama di sini pun hanya ketemu sekali dengan pesepeda. Seorang pesepeda yang menggunakan fixed gear. Sewaktu awal ke sini, pun ketemu satu pesepeda, orang bule. Ketika kita sapa, balasnya bahasa Indonesia.
Satu persatu kami melintas. Dua orang bertugas memotret. Beruntungnya Ardian membawa lensa lebar, sehingga lansekap di DAM berabadikan. Sebenarnya di Klaten, khususnya yang tak jauh dari Jogja mempunyai rute yang asyik dilintasi.
Melintasi DAM Kali Woro dengan sepeda Lipat |
Mulai dari Candi Plaosan, menyusuri area sawah hingga tempat ini, lalu bisa mengarahkan destinasi lainnya ke Benteng Jolontoro, balik lagi ke sekitaran Candi Prambanan, dan berakhir kuliner Bebek Goreng Bu Suwarni.
Jalurnya juga beragam. Mulai dari jalan aspal mulus, hingga kontur tanah bebatuan. Tidak ada tanjakan yang ekstrim. Jarak antar destinasi tersebut pun berdekatan. Untuk orang yang jarang bersepeda lumayan cocok.
Tidak ada target khusus, pada dasarnya kami bersepeda ke sini hanya untuk bersenang-senang menikmati akhir pekan. Aku sendiri sudah menandai beberapa destinasi di Klaten yang nantinya ingin kusambangi bersepeda. Siapa tahu ke depannya, banyak destinasi yang bagus dan dikelola dengan baik di Klaten.
Puas bersantai dan foto-foto di DAM Kali Woro, kami sepakat turun ke Candi Prambanan. Sesuai dengan kesepakatan, kami hendak menikmati kuliner Bebek Bacem Bu Suwarni. Warung Bebek Bu Suwarni berlokasi di dekat Stasiun Brambangan.
Mengakhiri aktivitas bersepeda dengan kuliner bebek bu Suwarni (Dokumentasi Ardian Kusuma) |
Jalanan menurun, tidak butuh perjuangan sampai di sekitaran Candi Prambanan. Kami melintas sisi timurnya, menyusuri jalan yang padat, hingga akhirnya sampai di warung yang kami tuju. Pagi ini, warung bebek bu Suwarni sudah buka.
Tiga bebek bacem kami nikmati, tentu dengan teh tawar. Jika tidak salah, harga satu porsi bebek di atas 30.000 rupiah. Kuliner bebek ini bisa menjadi opsi kalian yang bingung mencari makan di sekitar Candi Prambanan.
Waktunya pulang, kami berpisah. Yugo melintasi jalur yang lain. Aku dan Ardian searah hingga Jembatan Janti. Lantas kami berpisah. Bersepeda sambil kuliner menjadi rutinitas kami kala senggang. Enaknya bersepeda seperti ini, ada tim dokumentasi (Ardian). *DAM Kali Woro; 06 Maret 2021.
habis sepedaan trus lanjut kulineran bebek bacem... mantep tenan
BalasHapusPenting kolesterol gak dilupakan ahahahhaha. Itulah yang bikin semangat gowes
HapusAsyik banget jalurnya, Mas Sitam. Jalan-jalan kecil di sisi utara atau timur Sleman sampai kalasan ini kayaknya memang seru banget buat sepedaan. Apalagi banyak warung yang sajiannya menggoyang lidah. :)
BalasHapusIya mas, sekarang banyak banget warung yang bisa disinggahi pas lagi di sekitaran Timur
HapusWaaaa penasaran sama Bebek Bacem-nya! Dicocol sambel paswui wueenaakk :D
BalasHapusPokoknya sepeaan itu buat kulineran, mbak. Biar seimbang hahaah
Hapus