Terasiring di Desa Sendangcoyo, Lasem |
Perbukitan di Lasem mempunyai berbagai potensi wisata yang bisa dikembangkan. Salah satunya berada di desa Sendangcoyo, Lasem, Rembang. Lansekap alam yang menyuguhkan terasiring lahan persawahan milik warga bisa dijadikan destinasi wisata.
Jauh sebelum memutuskan menyambangi Sendangcoyo, aku mencari beberapa opsi destinasi yang ada di Rembang. Objek wisata pantai yang sudah populer ditutup untuk sementara waktu. Sehingga harus memetakan destinasi yang buka.
Sendangcoyo ini muncul dari ide ketika aku berdiskusi. Kulihat rutenya, berada di perbukitan. Aku memang belum tahu medannya. Tapi kebiasaanku bersepeda membuat sedikit ada bayangan jalur di desa tersebut. Kuputuskan menyambangi terasiring Sedangcoyo, Lasem, Rembang.
Jalan aspal berlikuk, melintasi perkebunan sehingga teduh. Tidak banyak kendaraan yang kutemui. Salah satu yang melintas bersama adalah sebuah motor dikendarai ibu, beliau menjajakan sayuran keliling. Kusalip motor tersebut tepat sebelum tanjakan panjang.
Aspal halus berubah menjadi berlubang. Sebuah gapura tepat di pertigaan bertuliskan desa Sendangcoyo, ini artinya aku lurus masuk desa. Jalan berubah menjadi cor dua tapak. Tanjakan demi tanjakan masih dalam taraf normal. Terkadang, jalan bebatuan tak bisa memilih.
Rumah-rumah warga setempat berjajar mengikuti lekuk jalanan. Plang petunjuk arah ke terasiring sudah ada. Kuikuti hingga jalan makin rusak dan terjal. Pagi ini masih sepi, beberapa masyarakat melihatku melintas. Aku memperlambat laju kendaraan.
Persawahan milik warga berbentuk terasiring di Sendangcoyo, Lasem, Rembang |
Mendekati lokasi, jalanan jauh lebih curam. Kebiasaan bersepeda di jalan seperti ini tentu berbeda dengan menggunakan sepeda motor. Tuas gas kutarik pelan, motor ini masih cukup kuat dengan lintasan jalur sedemikan rupa. Hingga sebuah pematang sawah ada di sisi kanan.
Lahan di tepian jalan dimanfaatkan untuk parkir kendaraan. Sudah diberi keterangan area parkir motor dan mobil. Kuparkirkan kendaraan di tempat yang dekat dengan gardu. Di sana sudah ada seorang bapak sedang momong anak kecilnya.
Berbatasan langsung dengan jalan, persawahan ini dipasang pagar sebagai penyekat utama. Bunga-bunga bermekaran, pemandangan dari tepian jalan menyenangkan. Kursi panjang di gardu menjadi spot menyenangkan untuk diduduki.
Sepanjang area terasiring Sendangcoyo sudah dikonsep. Jalur anak tangga untuk mereka yang berjalan kaki. Hingga berbagai gazebo. Jauh di ujung sana, beberapa kandang ternak tersebar. Atapnya juga dilabur cat warna-warni.
Ibu yang mempunyai warung di seberang gardu menyapa kami. Beliau turut duduk, kami berbincang lama. Salah satunya kuutarakan niat ingin menuruni anak tangga. Beliau mengatakan jika diperbolehkan, hanya saja memang sekarang pandemi, jadi tidak ada aktivitas di sini.
Kandang sapi milik warga di dekat persawahan |
Destinasi wisata terasiring Sendangcoyo memang berbatasan langsung dengan kandang ternak masyarakat setempat. Justru menurutku pemandangan seperti ini menjadi nilai tambah. Setidaknya, para pengunjung bisa melihat langsung bagaimana mengonsep kandang ternak dengan baik.
Kandang ternak di sini bangunannya terbuka. Kotoran ternak langsung dibuang menuju kubangan dan nantinya dimanfaatkan menjadi pupuk organik. Tak jauh dari kubangan, sudah ada tanaman sayuran yang dibuat petakannya.
Ember kecil tergantung, fungsinya untuk tempat minum hewan ternak. Di sisinya, ada gubuk milik warga. Aku tidak tahu di dalamnya untuk penyimpanan apa. Gubuk ini beratapkan genteng serta berdinding anyaman bambu. Suara hewan ternak sesekali terdengar.
Bagian belakang gubuk tumpukan jerami. Gubuk tersebut menjadi pembatas antara persawahan dan perkebunan. Sisi yang lainnya dipenuhi palawija seperti singkong dan pepaya. Tegalan-tegalannya dimanfaatkan untuk rumput gajah.
Lekukan pematang sawah tampak jelas. Pemandangan ini disuguhkan ketika kita berada di tepian jalan. Spot paling bagus menurutku tentu di gardu. Ibu pemilik rumah sekaligus warung menemani kami. Kami berbincang, aku sendiri mengulik informasi terkait destinasi terasiring ini.
Gubuk beratap warna-warni di tengah persawahan |
Padi tumbuh subur menghijau. Dua ibu sedang sibuk mengurusi lahan pada tiap petakan. Mereka tampaknya membersihkan semak-semak yang tumbuh di pematang. Terik matahari mulai menyengat. Kulirik arloji, jarum kecil menunjukkan angka sepuluh.
“Kalau sore ramai, mas. Kan ini menghadap ke barat,” Terang ibu pemilik warung.
“Sejuk, bu,” Balasku.
Beliau tertawa mendengar timpalanku. Diiringi senyuman, beliau berujar Sendangcoyo merupakan daerah dataran tinggi. Kalau sore hari bisa lebih sejuk, terlebih malam hari. Cuacanya menjadi dingin. Begitulah keterangan beliau.
Masyarakat di Sendangyoco sendiri agak kedinginan, kata ibu tersebut. Aku sendiri bisa paham, di waktu menjelang siang nan terik saja hawanya sejuk. Apalagi malam hari, tentu pikiranku mirip di sekitar arah Kaliurang, sejuk dan menyenangkan.
Benar kata beliau, pematang sawah ini pasti indah kala sore. Aku bisa membayangkan bagaimana masyarakat setempat asyik menyesap kopi sambil menunggu senja. Geliat ekonomi bangkit, dan muda-mudi asyik menikmati waktu diterpa sepoi angin sore.
Selain suguhan pemandangan terasiring yang bisa dijadikan spot foto, tentu saja pengelola di terasiring Sendangcoyo mempunyai cara untuk menggaet wisatawan lebih banyak lagi. Salah satunya dengan flying fox.
Tali flying fox melintang di atas persawahan |
Tuas tali flying fox ini memanjang hingga ujung di bawah. Lokasi awal berada di bangunan samping gardu duduk. Berhubung hari ini tidak ada petugasnya, aku hanya mencoba naik arah tempat awal luncuran flying fox.
Anak tangga memutar, sebuah kursi tersedia. Tali-temali dan perlengkapan keselamatan pengguna flying fox siap. Jika ditarik lurus, mungkin jarak awal hingga akhir sekitar 200 meter atau lebih. Keberadaan flying fox pastinya menarik para kawula muda.
Sensasinya mungkin adalah bisa melihat lansekap pemandangan sawah dari atas. Di sini sudah ada informasi terkait harga aktivitas flying fox-nya. Kuambil kamera untuk memotret pemandangan dari sisi atas bangunan yang lebih tinggi.
Kuminta izin untuk menuruni tangga. Ada dua jalur yang bisa kita lewati untuk turun. Kuambil jalanan yang agak jauh, jalurnya lebih dekat pada spot yang kutuju, jembatan gantung. Hari ini, seingatku hanya kami yang mengunjunginya.
Seperti warung ibu di dekat tempat flying fox, di sini juga warungnya tutup. Dua orang setempat asyik menyesap kopi di teras. Jalan menuju jembatan gantung awalnya anak tangga, setelah itu berubah tanah liat. Jika musim hujan, dipastikan licin.
Dilihat dari modelnya, jembatan gantung ini dikhususkan untuk kegiatan mancakrida. Tapakan kaki berkombinasi warna merah-kuning serta berjarak. Malang-melintang tuas tali merajut pada kedua sisi, serta bagian atas terdapat semacam tuas kawat.
Jembatan gantung ikonik untuk outbond |
Untuk melintasi jembatan gantung ini, kita diwajibkan menggunakan peralatan yang mumpuni. Hal ini berkaitan dengan keselamatan para pengunjung yang melintas. Bisa jadi, jembatan ini pun berbayar layaknya flying fox. Tentu dengan penawaran para pengunjung bisa berfoto.
Dari kontur daerahnya, Sendangcoyo memang mempunyai potensi yang besar untuk dijadikan lahan destinasi wisata mancakrida. Atau malah untuk tempat perkemahan. Sarana pendukung sudah ada, pun daerahnya sejuk dan pastinya menyenangkan.
Aku tidak lama, kembali menuju gardu dan berkumpul dengan warga setempat. Kali ini sudah ada sekitar empat orang dewasa ditambah dua balita. Aku bertanya terkait Vihara Ratanavana Arama. Menurut pencarianku, lokasinya tidak jauh dari sini.
Ibu yang tadi menemaniku berbincang menunjuk bukit yang tidak jauh, beliau berujar di dekat bangunan terlihat atapnya itulah vihara yang kumaksud. Beliau memberi keterangan nama pengelola dan menyarankanku untuk ke sana.
Untuk sementara kubilang jika vihara itu tutup untuk orang umum. Aku membaca di ulasan yang belum lama ini ditulis salah satu pengunjung. Tak masalah, ini artinya aku masih ada waktu di lain kesempatan untuk menyambangi tempat ini.
Menjelang siang, aku pulang. Jalan di sini seperti membingungkan, hingga aku sampai di pertigaan kecil. Tanpa berpikir panjang, kendaraan kuarahkan jalan agak lurus dan sampai tanjakan. Rasanya tanjakan ini tak ada putusnya serta asing.
“Kita nyasar, mas?” Celetuk yang kubonceng.
Aku diam, kulirik sisi kanan-kiri pepohonan dan jarang ada rumah warga. Gawai kubuka, sinyal pun susah. Baiklah, kupastikan kami salah ambil jalan. Ternyata, kebiasaan tersesat naik sepeda pun tetap terjadi meski sekarang aku naik motor. *Sendangcoyo, Sabtu 12 Juni 2021.
wah ternyata lasem ada tempat seperti ini..patut dicoba mas, boyolali juga bnyak mas kalau pas main kesini
BalasHapusIya mas, di Lasem ada daerah yang perbukitan.
Hapusjadi pengen wisata ini
BalasHapusudah lama enggak jalan2
Semoga di masa mendatang pandemi berlalu dan kita bisa jalan-jalan
Hapuspaling suka sama pemandangan daerah sawah terasiring ... pokoknya keren
BalasHapusternyata daerah ini sudah dikemas menjadi destinasi wisata ya mas
Ini buat rute gowes asyik, kang ehhehehhe
HapusPerasaan dulu aku taunya terasering, eh ternyata setelah dicek yang benar adalah terasiring hahaha :) Cakep ya hamparan sawah yang berliku, kayak motif batik hihihi... semakin indah dipandang dari atas. Bisa outbond juga di sini ya. Itu jembatannya seru juga dilewatin. Di Sendangcoyo ini kita benar2 menghirup udara segar. Coba makan di gubuk sawah pake nasi liwet, ikan asin, tahu, tempe, sambal, ayam goreng duuuh pasti nikmat hehehe.
BalasHapusDi Lasem banyakan pantai dan heritage, tapi ada juga yang seperti ini buat opsi dolan
HapusPas denger ini di dataran tinggi, udara sejuk, madep barat, udaaaaah deh, langsung aku sukaaaa :D. Tipe destinasi favoritku buat liburan, SEJUK :D.
BalasHapusBerarti hrs aku masukin dalam list mas. Jadi pengen cari tau penginapan2 di Deket sana :). Kalo stay lama di tempat sejuk gini, aku betah sih
Kalau di sini yang paling dekat sekitaran Lasem, mbak. Pengennya juga santai di sini sambil main-main hahahahaha
HapusGa nyangka ini di rembang, karena mikirnya rembang lebih banyak pantainya..hiiks
BalasHapusKonsepnya bagus sih ini. Pemandangan terasering sebagai poin utamanya. Tinggal menambahi pendukungnya. Aku mikir kayaknya bakal seru jika ditambahi jalur treking yang melewati area pematang sawah dan perkampungan warga. Apalagi didukung dengan kondisi udara yang sejuk :D
Iya mas, sebenarnya di Lasem khususnya perbukitan Kajar itu banyak potensi juga. Hanya saja kurang gaung promosinya. Semoga instansi setempat bisa melihat peluang tersebut agar dimanfaatkan lebih lagi
Hapus