Minggu Pagi Bersepeda ke Bukit Indrokilo Piyungan - Nasirullah Sitam

Minggu Pagi Bersepeda ke Bukit Indrokilo Piyungan

Share This
Bersantai di Bukit Indrokilo Piyungan
Bersantai di Bukit Indrokilo Piyungan
Di berbagai postingan media sosial, aku tertarik dengan Bukit Indrokilo Piyungan. Destinasi ini sepertinya baru dan belum banyak dikunjungi. Hal ini membuatku makin bersemangat menjadikan destinasi tersebut sebagai rute tujuan bersepeda.

Selang sehari dari Rawa Jombor, aku kembali mengayuh pedal. Rute yang kuambil maksimal 50 KM, hanya ingin menggerakkan otot kaki agar tidak terlalu kaku. Kemarin, semua tenaga terkuras habis menyusuri jalur sepeda gravel ke Rawa Jombor dan pulang selepas duhur.

Kawan sekitaran Berbah menginfokan ingin menuju Bukit Indrokilo. Aku yang masih belum tahu destinasi tujuan turut bergabung. Bangun pagi, aku mengayuh pedal sepeda menuju perempatan Kids Fun. Di sini, bertemu dengan kawan.

Sekilas, rute ini mengingatkanku ke destinasi Puncak Sosok. Aku terus mengikuti di belakang, hingga melintasi pertigaan jalan agak rusak, sepeda belok kiri. Lantas mengikuti jalan cor yang lumayan rusak. Kulirik sisi kanan, sekolah dasar Ngablak.

SD Ngablak ini menjadi patokan jika ingin ke Bukit Indrokilo, menyusuri jalan cor agak menanjak berkombinasi jalan datar. Di beberapa bagian, kami melintas dekat rumah. Terdengar suara pesepeda menurun, mungkin mereka sudah dari bukit.
Melintasi jalan cor depan SD Ngablak Piyungan
Melintasi jalan cor depan SD Ngablak Piyungan
Untuk sementara, jalur masih bisa dilintasi dengan nyaman. Tanjakan tajam dimulai tepat di tikungan. Langsung jalan cor menanjak dan menikung. Beruntung gir sepeda sudah kupindahkan menjadi lebih ringan. Sedikit demi sedikit, aku mulai melintas.

Tanjakan di Bukit Indrokilo ini lumayan panjang. Tikungan berbentuk huruf S agaknya membuat sebagian pesepeda kaget dan berhenti di tengah jalan. Aku sendiri mengatur ritme kayuhan, berusaha konsisten agar ban depan tidak terangkat ataupun kayuhan terselip.

Di tepian jalan tampak keterangan informasi panjang tanjakan. Sampai di titik datar sedikit dan posisi aman itu 200 meter. Meski hanya 200 meter, tanjakan ini lumayan berat bagi pemula. Terutama untuk sepeda yang rasio girnya yang biasa di jalan datar.

Kutunggu kawan yang ada di belakang. Meski ini sudah ketiga kalinya datang, dia tampak kelelahan. Berhenti di tengah tanjakan, lantas kembali mengayuh. Kutunggu sampai dia sampai atas, lalu kuikuti lagi hingga di parkiran.

Pagi ini di bukit Indrokilo sudah ramai. Beberapa pesepeda sudah asyik duduk santai menghadap persawahan. Areanya tidak luas, berbagai sepeda terparkir di parkiran kayu ataupun asal disenderkan. Aku mencari tempat parkir untuk sepedaku.
Salah satu pesepeda sedang melintasi tanjakan ke Bukit Indrokilo
Salah satu pesepeda sedang melintasi tanjakan ke Bukit Indrokilo
Kulihat sekeliling sudah mulai tahap pembangunan berlanjut. Sepertinya pengelola ataupun masyarakat setempat paham jika destinasinya mulai dilirik pesepeda. Sehingga ada bangunan baru untuk menyokong tempat ini.

Di sela-sela bersantai di Bukit Indrokilo, aku menyempatkan untuk mencari informasi terkait destinasi ini. Jauh sebelumnya, nama Indrokilo belum terdengar. Sekitar beberapa minggu yang lalu, tiba-tiba saja melejit dengan postingan berbagai foto di warung. Malahan minim informasi tanjakan.

Berlokasi di Ngablak, Sitimulyo, Piyungan, Bukit Indrokilo ini mulai dibuka kembali sebulan yang lalu, tepatnya tanggal 09 Oktober 2021. Sebelumnya, bukit ini dibangun sebelum pandemi, sempat dijadikan spot untuk acara tahun baru, kemudian berhenti ketika pandemi.

Jalan cor yang menuju ke sini merupakan hasil bantuan. Ke depannya, bakal ada dua jalur yang bisa dilintasi. Semuanya dekat SD Ngablak. Sewaktu aku datang, masyarakat setempat sedang kerja bakti membuat jalan cor satunya.
Area parkir sepeda di Bukit Indrokilo
Area parkir sepeda di Bukit Indrokilo
Fasilitas di Bukit Indrokilo mulai dibangun seperti toilet. Ke depannya tentu mereka membangun tempat untuk musola, karena bisa jadi pengunjung yang datang ingin menikmati suasana sore. Di sini hamparan sawah menghadap ke barat.

Berbagai kursi panjang sudah tertata rapi menghadap barat. Para pengunjung bersantai, mereka menikmati minuman sambil berbincang. Baru ada satu warung, itupun bukanya belum sepenuhnya sejak pagi. Jika datang terlalu pagi, kemungkinan besar belum buka.

Kutuju warung yang dijaga ibu dan bapak. Mereka menggoreng mendoan, belum ada pisang goreng. Satu potong gorengan harganya 1.000 rupiah. Sewaktu berbincang dengan Pak RT setempat, aku mengusulkan untuk ada tambahan pisang goreng dan minuman teh serai.

Pukul 07.00 WIB makin banyak pesepeda yang datang. Aku berbincang dengan dua pesepeda dari Gamping. Katanya, mereka berdua paling awal datang, bahkan warung pun belum buka. Kami berbincang, saling bercerita tentang pengalaman sepeda.
Warung di atas Bukit Indrokilo
Warung di atas Bukit Indrokilo
Kusempatkan mengambil gambar dan cuplikan vlog. Seperti yang kubilang, di Bukit Indrokilo ini pemandangannya adalah petakan sawah. Lahan hijau ini menarik perhatianku, nun jauh di sana terlihat pesepeda sedang melintas.

Teh panas kusesap dan mengemil gorengan. Sesekali aku mencuri dengar cerita para pesepeda yang mengomentari tanjakan di sini. Menurutku, tanjakan di Bukit Indrokilo ini lebih berat dibanding tanjakan Puncak Sosok yang tajam. Karena di sini menikungnya lebih tajam.

Bagi pecinta tanjakan dan didukung sepeda yang mumpuni, tanjakan seperti ini dapat dilewati dengan mudah. Tetap saja asyik untuk melatih fisik dan mengontrol ritme kayuhan. Aku sendiri tertarik mengunjunginya di lain kesempatan. Menunggu jalur cor yang dibangun sudah jadi.

Secara medan, Bukit Indrokilo ini lebih dekat dibanding Puncak Sosok. Jalannya juga mudah dan menarik untuk pesepeda. Jika dikelola dengan baik, bukan tidak mungkin destinasi ini bisa seramai puncak Sosok Bawuran.

Sepanjang perbukitan di Piyungan memang mulai banyak bermunculan warung-warung di atas. Hampir semua konsepnya sama, menyediakan warung dengan daya tarik pemandangan alam. Tentu saja aku berharap tetap alami seperti ini tanpa ada banyak hiasan spot foto.
Hamparan sawah menjadi pemandangan para pesepeda dari atas bukit Indrokilo
Hamparan sawah menjadi pemandangan para pesepeda dari atas bukit Indrokilo
Dari pesepeda ramai, hingga tinggal beberapa saja. Aku beranjak pulang. Sebelumnya, aku sempat berbincang dengan bapak-bapak yang hendak kerja bakti, salah satunya Pak RT setempat. Beliau mempunyai harapan agar bukit Indrokilo ini bisa menjadi destinasi tujuan para pesepeda.

Aku pamit pulang, sebelumnya kusempatkan untuk mengisi kotak sumbangan sukarela yang ada di dekat jalan masuk. Waktunya pulang melintasi jalan yang sama. Aku menekan rem agar laju sepeda lambat, karena turunan lumayan curam dan berbahaya jika melesat kencang.

Temanku sendiri mengambil keputusan yang tepat. Dia menuntun sepeda yang menurun, dan menaiki ketika jalur menurutnya sudah aman. Pun bagi yang menanjak, kusarankan untuk menuntun sepeda saja. Jangan sampai ego kita terlalu tinggi memaksakan mengayuh jika tidak kuat.

Bukit Indrokilo memang destinasi baru, tapi mulai dilirik pesepeda tiap akhir pekan. Harapanku tentu destinasi ini berkembang dengan baik, fasilitas makin lengkap, kebersihan terjaga, dan opsi makanan di warung tersedia. Jika semua sudah ada, pengunjung pun tak segan-segan untuk menikmati waktu di sini.

 

 *****

Selang tiga minggu, aku kembali menyambangi Bukit indrokilo Piyungan. Jalur yang dulu sedang dicor sudah bisa dilintasi. Justru jalur ini menjadi salah satu spot viral yang dilintasi para pesepeda, khususnya pecinta tanjakan.

Jalan baru menuju Indrokilo Hills menanjak disertai tikungan tajam. Pun panjangnya hampir sama dengan jalur yang lama. Setiap pagi terlebih akhir pekan, banyak pesepeda yang ingin melintasi tanjakan tersebut. Pun sebagian ikut mengabadikan rekaman.

Di atas, warung masih satu dan pembangunan fasilitas terus berjalan. Harapannya tentu bukit Indrokilo yang dikenal pesepeda melalui tanjakannya tidak menghilang digerus waktu. Tak sama layanya Tanjakan King Kobra, Tanjakan Cacing Pita atau yang lainnya. Awal-awal ramai, dan kini mulai senyap oleh pesepeda.

*Catatan: Dokumentasi diambil penulis pada hari Minggu, 07 November 2021. Rekaman terakhir diambil tanggal 28 November 2021. Penulis nantinya perbarui artikel jika berkunjung di masa mendatang.

12 komentar:

  1. fasilitas makin lengkap ya, jalan udah cor, ada warung, toilet dan kemudian nanti nya mushola
    mantaaap

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga toilet dan musola sudah jadi, mas. Jadi lebih nyaman buat ke sana pas sore

      Hapus
  2. Kalo aku, udah ga peduli gengsi mas, dipastikan bakal aku tuntun itu sepeda Nemu tanjakannya 🤣🤣. Drpd pingsan maksain tetep gowes di tanjakan setinggi itu 😅.

    Selalu ada peluang cuan di tempat2 baru gini yaaa. Yg penting pinter2nya kita mau menjual apa 👍🏿

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu dia mbak, lebih nyaman memang kudu nuntun, gak perlu gengsi heheheheh

      Hapus
  3. Mantap mas, masih istiqomah gowes sama dolan-dolan :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo mas, wah ketemu pertama tahun berapa ya di Panjatan Kulon Progo ahhahahah

      Hapus
    2. eh tahun berapa mas... lupa juga hahahaa...
      pokoke semangat berbagi cerita dolan mas!

      Hapus
    3. Aku lupa, dulu pas di Gua Kebon Panjatan. Antara 2016 atau 2017

      Hapus
  4. Wow, sepedaan ke Bukit Indrakilo pasti lelahnya bukan main. Sudah menanjak, tkungannya juga ga sedikit ya. Diabadikan biar inget pas capek gowes hahaha :D Mas Sitam demen banget ngemil gorengan sama teh haha :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekarang ramai banget yang berkunjung ke sini, gegara tanjakannya emang mayan berat

      Hapus
  5. Kalau nyepeda dapat pemandangan kayak gini, pasti bakal banyak yg nyoba rute ini mas. Apalagi ada tanjakan yang bikin penasaran. Kadang aku juga gengsi kalau lsg nyerah fi tanjakan. Yang penting jalan usaha dulu buat tanjakan tersebut..wkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar mas, malah akhir pekan kemarin ada lomba balapan dua orang di tanjakan sini. Rame banget ahahhahah

      Hapus

Pages