Bakmi pentil di Pos Pit Nglingseng Mbok Jimah |
Pos Pit Nglingseng menjadi obrolan di media sosial. Aku sendiri belum pernah mengunjunginya, terakhir melintas daerah tersebut tahun 2014 ketika bersepeda ke Puncak Becici dan destinasi yang lainnya. Lantas tahun 2016 ke sekitaran Mangunan.
Menjelang akhir pekan, agenda bersepeda bareng Ardian dan Yugo direncanakan. Kami ingin menuju Pos Pit Nglingseng. Konon, di sana ada makanan tradisional Mie Pentil. Aku sendiri penasaran dengan bakmi tersebut. Ardian pun membuat rute naik dari Imogiri, turun melintasi Patuk.
Jalanan relatif nyaman sebelum sampai Imogiri, lalu tanjakan menanti. Bagiku, jalur utama ini membosankan. Rasanya tanjakan tiada akhir. Tidak ada tanjakan yang terlalu tinggi, tapi panjang serasa tanpa batas. Biasanya, pesepeda melintasi jalur ini jika hendak berhenti di Bukit Bego.
Sebagai pecinta jalur datar, aku harus mengatur ritme kayuhan. Jalan utama ini ramai pengguna jalan, terutama kendaraan roda empat. Mereka melintasi jalanan tersebut karena banyak destinasi wisata yang bisa dikunjung dalam satu jalur.
Melintasi jalan utama menuju Mangunan |
Satu demi satu pesepeda mulai terpisah. Rombongan yang tadi bertemu di Imogiri mulai melintas. Aku sendiri sudah santai rehat dan membeli air mineral di salah satu warung area Bukit Bego. Bukit Bego menjadi opsi tujuan pesepeda untuk bersantai.
Terlepas dari membosankan jalurnya, jalan utama ini mulus, sehingga kita hanya fokus mengatur ritme dan tenaga. Jalurnya mirip-mirip, menikung dan menanjak. Selain itu, terkadang dari arah berlawanan ada sepeda melaju kencang.
Secara bergantian, kami saling menunggu satu dengan yang lainnya. Aku juga bertugas mengabadikan kawan kala bersepeda. Jalanan mulai naik turun, ini artinya sudah mendekati pertigaan yang memisahkan destinasi Kebun Buah Mangunan dengan Hutan Pinus Mangunan.
Lokasi Pos Pit Nglingseng sendiri di antara hutan Pinus Mangunan dengan Puncak Becici. Ini artinya masih ada tanjakan sedikit curam dari tempatku berhenti. Tanjakan ini berakhir ketika sudah sampai di hutan pinus. Setelahnya, jalanan menurun.
Sekian lama tidak bersepeda di sini membuatku sedikit terheran, sudah banyak perubahan. Terlebih destinasi spot foto merebak di banyak tempat. Sebenarnya aku pernah melintasi daerah sini menggunakan mobil, tapi tidak memperhatikan perubahannya.
Area Hutan Pinus Mangunan masih sepi |
Sewaktu bersepeda, Jogja masih ada PPKM, sehingga lokasi destinasi wisata masih tutup. Kalau pun ada rombongan motor yang berdatangan, mereka hanya foto di dekat jalan raya lalu pindah tempat. Hutan Pinus Mangunan sepi, kami leluasa bersepeda.
Jalur tanjakan sudah berakhir. Menuju Pos Pit Nglingseng lebih banyak turunan. Tentu saja kita harus waspada, ditakutkan dari jalan berlawanan ada sepeda atau kendaraan lain yang naik. Rem sepeda harus dimainkan, jangan asal tekan sampai tandas.
Merapat ke Warung Mbok Jimah Banjaran
Ardian sudah melesat lebih cepat, sementara aku paling belakang. Ukuran ban 26x150 memang butuh perjuangan untuk mengimbangi ban 700c. tetapi kedua kawan ini pengertian, mereka tidak meninggalkanku saat jalanan datar.
Ada beberapa bangunan warung yang berlokasi berdekatan dan berseberangan, Ardian membelokkan sisi kiri. Sebuah warung yang di depannya terdapat dua spanduk besar. Pos Pit Nglingseng Warung Mbok Jimah Namanya.
Sebenarnya, aku mengetahui keberadaan warung ini dari unggahan di Grup Sepeda Jogja Gowes. Salah satu akun yang ternyata pemilik Pos Pit beberapa kali mengunggah kedatangan pesepeda di warung beliau. Saat ini di Jogja banyak Pos Pit yang bisa dikunjungi.
Pos Pit Nglingseng Mbok Jimah menjadi tujuan pesepeda |
Warung Mbok Jimah lumayan ramai, pesepeda bersantai sambil menikmati kudapan yang tersedia. Setidaknya sudah ada sekitar 7 orang yang lebih dulu datang. kami menyeruak masuk dan bertegur sapa dengan pesepeda yang lainnya.
Sebelumnya, Warung Mbok Jimah tidak di sini. Berpindah ke lokasi ini sejak pandemi, sekitar satu tahun lebih. Target pengunjung adalah pesepeda, karena lokasi warung dapat diakses dari berbagai jalur dengan tanjakan yang beragam.
Pesepeda sendiri menjadikan warung Mbok jimah sebagai tujuan. Sebelumnya, mereka disajikan tanjakan asyik sebelum sampai warung. Lantas pesepeda tinggal rehat melepas lelah sembari berbincang dengan rombongannya.
Batang bambu melintang terikat pada kayu yang menjulang tinggi, pemilik warung menjadikan area tersebut sebagai tempat parkir sepeda. Luas parkirnya, sehingga memudahkan pesepeda yang hendak singgah, tidak kebingungan memarkirkan sepeda, terlebih yang tanpa penyanggah.
Parkiran sepeda di Pos Pit Nglingseng Mbok Jimah |
Seperti yang kusampaikan di awal, aku ke sini karena tergoda Mie Pentil. Setiap kami bersepeda, Ardian menceritakan kuliner khas Mie Pentil dan mengajakku main ke Pos Pit Nglingseng. Benar saja, di meja warung sudah tersaji mie pentil.
Mie pentil dibungkus menggunakan daun jati bagian luarnya, lantas ditambahi daun pisang. Warna mie pentil putih, dan sepertinya agak kenyal. Menurut cerita, penamaan pentil ini dikarenakan mie tersebut panjang dan kenyal mirip pentil ban.
Aku bahkan awalnya salah mengucap. Ucapan sebenarnya adalah pentil (seperti baca; kue), sementara aku menyebutnya yang berbeda, hingga beda makna. Beruntung waktu bertanya ke Mbok Jimah diberi informasi penyebutan Namanya yang benar.
Berbahan baku tepung tapioka dan diolah serta diberi bumbu, rasa mie pentil ini gurih. Tanpa lauk pun sebenarnya lidahku sudah bisa menerima dengan baik. Benar seperti yang diceritakan, mie ini memang kenyal.
Kuhabiskan mie pentil sebagai pelepas rasa penasaran, lantas menambahkan lauk gorengan. Ada mendoan, tahu dan tempe bacem, serta berbagai kuliner yang lainnya. Sembari menikmati sajian mie pentil, kulihat berbagai sticker komunitas sepeda sudah tertempel di sudut dinding warung.
Menikmati Bakmi Pentil di Pos Pit Nglingseng Mbok Jimah |
Lumayan lama kami duduk dan menikmati kudapan pagi. Perjalanan masih panjang, tapi tak kami pikirkan. Salah satu yang terpenting adalah, tuntas sudah kucicipi mie pentil di warung Mbok Jimah. Satu demi satu makanan dan pisang mulai kami santap.
Kami bertiga pamit pulang, semua yang disantap sudah terbayar tuntas. Bagiku, harga di warung Mbok Jimah ini murah. Jika lokasinya dekat dan rutenya tidak menanjak, mungkin aku bakal sering ke sini. Kuperiksa hasil dokumentasi dan vlog, ketika semuanya sudah lengkap, kami lantas pulang.
Jalur pulang mengingatkanku perjalanan tahun 2014 sewaktu menyusuri Puncak Becici, perempatan Terong, dan menuju Sri Tanjung, lantas menyeberang sungai sampai Sri Gethuk. Kali ini jalanan pulang pun melintasi Pinus Pengger hingga tembus di Patuk.
Warung Pos Pit Mbok Jimah tetap menggoda. Mungkin di lain kesempatan aku bakal ke sini lagi melintasi jalur yang berbeda. Setidaknya, biar ikut merasakan tanjakan yang curam dan cukup populer di kalangan pesepeda Jogja. Tentunya aku bakal nuntun.
Catatan: Penulis berkunjung pada hari Sabtu, 04 September 2021 Kemungkinan besar sudah ada perbaikan di berbagai fasilitas, perubahan harga menu atau yang lainnya saat ini. Terima kasih.
oh ternyata karena kenyal mirip pentil ban. heuheuheu
BalasHapusBetul mas, kirain dulu mirip gimana gitu ahahhahahah
Hapushabis tulisan e mas sitam yang ini tuh jadi kangen jalan-jalan ke arah mangunan gitu. huhuu.
BalasHapusmi pentilnya masih dibungkus daun jati yak. masih "alami"
Kalau pas bulan-bulan seperti ini asyik dolan ke Mangunan. Mayan adem dan kayake dapat foto bagus pas kabut
HapusAku penasaran loh mas Ama rasanya mie pentil ini 😁. Jadi polosan, tapi kita bebas mau tambahin lauk lainnya yaaa.
BalasHapusNtah kapan nih bisa ke Jogja lagi. Aku bakal ajak pak suami jelajah tempat2 pesepeda gini. Baca beberapa tulisanmu menarik soalnya. Ada yg viewnya bagus tapi makanan biasa. Ada yg makanan unik, tapi viewnya yg biasa 😁. Adil sih 😄
Rasanya cenderung gurih, agak kenyal, dan menurutku pas untuk lidahku. Gowes ke sini sambil bawa fotografer, mbak ahahhhaha
HapusLho, mas Sitam belum tahu mie pentil? Aku suka banget mie ini mas, gurih dan nikmat. Pertama tahu dari ibuku yang suka terus masakin, dan aku jadi ketularan suka.
BalasHapusBoleh banget nih Warung Mbok Jimah jadi rekomendasi.
tahunya gegara Ardian, tapi baru kali ini jajal langsung hahahahah. Bisa motoran ke sini, mas
HapusAku baru tau kalau ada mie pentil 😀😀 Mas Sitam kok bisa aja nemu kulineran enak kayak gini? Rajin gowes sih yaaaaa.
BalasHapusKe sini karena ajakan teman yang tahu kuliner, mbak. Jadi saya semangat urusan gowes dan cari sarapan
Hapusmienya yang putih itu ya? kayak mie yang biasa dipake di campuran bakso bukan ya?
BalasHapusaku sampe sekarang belum pernah ke mangunan, becici. kalau ke jogya ya ke kota-kota aja, next time sambil kulineran mie pentil kayaknya ya
Mie-nya lebih kenyal, bukan seperti mie bakso. Enak kok, raanya gurih
Hapus