Jelajah Jalur Setapak di Sudut Jalanan Jurang Jero - Nasirullah Sitam

Jelajah Jalur Setapak di Sudut Jalanan Jurang Jero

Share This
Berfoto di area pinus Jurang Jero - Dokumentasi Noer Cholik
Berfoto di area pinus Jurang Jero - Dokumentasi Noer Cholik
Tenaga mulai kembali pulih setelah empat jam bersepeda dari Turi ke Jurang Jero. Di musala terbuka, kami menikmati waktu santai. Perbincangan dengan Taman Nasional Gunung Merapi sudah selesai. Hingga sore nanti tanpa ada kegiatan.

Suara adan berkumandang, aku menyempatkan waktu untuk mandi. Sumber air bersih di tempat perkemahan melimpah. Bahkan keran di dalam kamar mandi pun tidak boleh dimatikan. Tujuannya agar air terus mengalir.

Hawa dingin merasuk, badan kembali segar. Kuganti kaus sepeda dengan kaus oblong. Nantinya kaus sepeda itu kupakai lagi sewaktu pulang ke Jogja. Setelahnya, aku menunaikan salat asar, dan kembali bersantai menikmati waktu luang.

“Kita sepedaan lagi. Cari konten untuk media sosial,” Teriak Om Cholik menggunakan pelantang.

Kawan-kawan langsung menyiapkan sepedanya masing-masing. Aku tertawa sendiri, baru saja selesai mandi dan ganti baju, ternyata harus bersepeda. Kaus sepeda yang kujemur kembali kupakai. Artinya, selepas ini pasti mandi lagi.
Persiapan bersepeda melintasi jalur di Pinus
Persiapan bersepeda melintasi jalur di Pinus
Rute bersepeda kali ini hanya melintasi jalan-jalan di sekitar perkemahan. Ada jalanan cor, lantas menyambung jalan setapak yang biasa dilintasi masyarakat setempat. Jalur ini menarik dilintasi, terlebih sudah ada tim fotografer yang siap mengabadikan.

Bagiku, agenda bersepeda sore ini adalah memperbanyak stok foto untuk unggahan media sosial. Makin banyak stok foto, makin aman stok yang ingin diunggah secara berkala. Rute boleh pendek, tapi dokumentasi wajib banyak.

Semua sudah melintasi jalan tapak cor, belok kiri ke arah pohon pinus. Terdapat beberapa jalur setapak yang bisa dilintasi. Semuanya menarik, karena kami melewati pohon-pohon pinus. Jika salah ambil jalur, bebatuan ataupun tanah basah menjadi lintasan.

Tak ada yang merasa terbebani, semuanya menikmati jalur yang disediakan. Sebenarnya, bersepeda sore ini adalah agenda selingan. Daripada gabut di sekitar kamping, mending cari konten foto sembari jelajah jalur-jalur di Jurang Jero.
Formasi lengkap menunggu aba-aba
Formasi lengkap menunggu aba-aba
Jurang Jero mempunyai banyak jalur yang menarik bagi pesepeda. Jalur khusus untuk All Mountain ataupun Downhill pun sudah ada. Tapi kami menjelajah jalur yang lainnya dan biasa dimanfaatkan masyarakat untuk melintas.

Seperti sedang mengambil rekaman video klip. Kami bersepeda bersama-sama dengan jarak yang tak dekat. Kemudian menunggu aba-aba fotografer. Lepas dari pepohonan pinus, kembali kami diminta mengulang. Ternyata, kamera tadi merekam, bukan memotret.

Reaksi kawan-kawan beragam, kami kembali menuntun sepeda dan membentuk formasi baru. Aku sendiri sudah tahu jalur mana yang harus kulintasi. Di ujung sana, ada jalur penuh akar yang keluar dari tanah, membuat kami harus pintas memilih jalur yang tepat.

Sepeda melaju kencang, kami terus mengayuh. Entah siapa yang terabadikan, yang penting adalah keseruannya. Lepas pohon pinus, jalan yang dilintasi penuh bebatuan. Sebagian pesepeda menerabas karena ban yang digunakan berukuran besar.
Melintasi jalur bebatuan dan aliran irigasi
Melintasi jalur bebatuan dan aliran irigasi
Aku dan beberapa kawan memilih untuk memelankan laju sepeda. Ban sepeda yang kupakai berukuran 26x150, ban ini cocok untuk jalan mulus. Karena sepedaku memang untuk rutinitas bike to work, jadi aku memilih ban kecil agar tampak seperti sepeda hybrid.

Rute masih penuh kejutan. Dari jalur di sela-sela pohon pinus, berganti jalan bebatuan. Lantas berhenti di tengah jalan karena harus melintasi aliran irigasi. Kami berhenti di sini, memotret sepeda tak jauh dari tepian aliran sungai kecil.

Meski sungai kecil ini untuk aliran irigasi ladang warga, airnya sangat jernih. Ingin rasanya mencuci sepeda yang mulai tak karuan bentuknya. Berbagai gumpalan lumpur sudah menyatu dengan pedal, gir pun tak tampak warnanya.

Di tempat ini kami berhenti cukup lama, berdiskusi dan melihat jalur selanjutnya. Tampaknya, aliran air yang melintasi jalur jalan tanah cukup menarik diabadikan ketika ada yang melintas. Kami mengantre, satu persatu melintas dan terabadikan.
Meniti jembatan bambu kecil - Dokumnetasi Noer Cholik
Meniti jembatan bambu kecil - Dokumnetasi Noer Cholik
Tidak hanya satu aliran air yang melintas di jalanan ini. Ada satu lagi tapi sudah dibuatkan jembatan agar aksesnya jauh lebih mudah. Jembatan kecil ini menjadi spot menarik untuk diabadikan ketika ada sepeda melintas.

Aku menunggu kawan yang maju lebih dulu, lantas turut melintas dan melanjutkan perjalanan sampai ujung. Jalan kecil berubah menjadi cor dan menanjak, kami tidak melanjutkan perjalanannya, malah asyik berhenti dan menuruni jalan sampai ke sungai.

Sesekali kami harus berhenti dan menepi, masyarakat sekitar melintasi dengan kendaraan roda dua. Beliau membawa rumput pakan ternak. Setiap ada warga yang melintas, kami menyapa beliau. Beginilah interaksi kami dengan masyarakat sekitar.

Tanpa terasa waktu bersepeda sudah cukup. Kami kembali bersantai di tepian aliran sungai. Aku menyandarkan sepeda di tepian aliran air, dan memotret. Di sekeliling ini memang ladang warga lebih banyak menanam rumput pakan ternak.
Berhenti sambil memotret
Berhenti sambil memotret
“Jalurnya lebih cocok menaiki sepeda gravel,” celetuk kawan.

Memang benar, kalau ke sini lebih cocok menggunakan sepeda gravel, ataupun jenis sepeda gunung dengan fork suspensi, serta ban berukuran besar. Pasti cocok untuk jalur yang tadi kami lintasi. Secara keseluruhan, gowes sore ini menyenangkan.

Tak jauh dari tempatku menaruh sepeda, ada jalan setapak yang menyusuri aliran sungai. Aku tertarik dengan jalur ini. Mungkin seru juga kalau melintasi jalan setapak di dekat aliran sungai. Pasti sensasinya berbeda. Bisa jadi jalan setapak itu merupakan akses masyarakat setempat ke ladang. *Jurang Jero, 04 Juni 2022.

8 komentar:

  1. daerahnya asyikkk ... banyak pilihan spot foto keren keren ...
    jadi semangat buat content ya mas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar om, kesempatan untuk koleksi banyak foto ahahahah

      Hapus
  2. treknya variatif ya, ada cor, tanah, batuan, dan ada sungai pula.
    air nya jernih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang paling menyenangkan itu foto-fotonya hhahhahha

      Hapus
  3. jalurnya enak banget mas. walaupun lebih cocok untuk gravel dan mtb. hybrid masih aman juga sih. meski penuh perjuangan untuk tetap stabil.
    Kalau sepeda jalur kayak gini ga terlalu keringetan. Angin semilir dan sejuknya pepohonan jadi ngurangi keringetan. apalagi ada fotografernya, jadi tambah semangat..wkwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar mas, ini sepeda paling cocok gravel ataupun MTB. Kemarin acaranya memang seru-seruan

      Hapus
  4. Oh jadi kalo air yg dari mata air gitu, kerannya malah jangan dimatikan supaya ttp ngalir ya mas?

    Pas ke Takengon kemarin, aku singgah di mesjid yg airnya dari mata air. Duingiiin jernih, tapi tumpah2. Aku yg selalu merhatiin banget air di rumah sendiri, langsung kayak sayaaaang banget ngeliat air tumpah gitu. Tapi mau dimatiin, kerannya memang ga bisa dimatiin. Kirain rusak, ternyata memang ga boleh 😄

    Cakeep nih tempatnya mas. Aku suka Krn ada aliran sungainya itu, kliatannya bening seger. Pasti enak abis capek sepedaan, trus ketemu air bersih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, kalau dimatiin nanti tandon yang menampung air di atas penuh. Bisa jadi malah tumpah atau rusak karena bebannya terlalu berat.

      Hapus

Pages