Mencari Gapura Taman Wisata Galpentjil Heritage Prambanan - Nasirullah Sitam

Mencari Gapura Taman Wisata Galpentjil Heritage Prambanan

Share This
Bersepeda ke Galpentjil Prambanan
Bersepeda ke Galpentjil Prambanan
Sebelum memutuskan berkunjung ke Monumen Lindhu Gedhe Prambanan, sebenarnya nama Galpentjil Heritage Prambanan lebih dulu menarik perhatianku. Terlebih dari ulasan kawan sesama pesepeda yang menginformasikan ada spot gapura di atas perbukitan.

Tentu saja keberadaan gapura tersebut menarik perhatianku. Dari Monumen Lindhu Gedhe, aku mengikuti arahan google maps menuju lokasi tersebut. Jarak keduanya tak berjauhan, hanya melewati jalan kampung, lantas berganti menjadi dua tapak bebatuan.

Bisa jadi panduan dari gawai menyesatkan, tapi aku terus melewati jalan tersebut. Lumayan sepi, dan tak ada orang yang melintas. Menariknya, di jalan kecil ini banyak orang yang sedang membuat bangunan rumah. Padahal, akses jalannya masih cor dua tapak.

Lepas jalan kecil, sampai juga di area perkampungan padat. Peta di gawai mengarahkan jalan kecil belok kanan. Aku melihat jalan tersebut, di depanku adalah pemakaman kampung. Di sini aku berhenti. Jangan-jangan nama yang kutuju adalah pemakaman?

“Gapura Galpencil? Kalau dari sini memang lewat samping makam, mas. Nanti belok kiri,” Terang bapak yang kutanyai.

Beruntung rumah dekat pertigaan ada penghuninya. Kudapatkan informasi kalau dari sini memang ada akses jalannya. Bagi warga setempat, jalan ini sudah lama dilintasi. Sementara untuk orang yang ingin ke Galpentjil, harusnya lewat jalan utama Pereng.
Gapura Galpentjil Heritage Prambanan
Gapura Galpentjil Heritage Prambanan
Tulisan Galpentjil ini dibaca Galpencil, sepertinya sengaja membuat nama dengan ejaan lama. Kulewati jalan menuju makam, benar saja di sisi kiri ada banyak bangunan. Seperti tempat penginapan dengan pendopo lumayan besar untuk bersantai.

Gapura kayu beratapkan genteng kulintasi. Sepeda langsung kuhentikan, kusapu pemandangan. Plang informasi di dekat gapura bertuliskan camping area, top selfie, outbond, dan rest area. Hanya saja, bukan gapura ini yang sedang aku cari.

Tulisan top selfie ini harusnya yang kusambangi. Tapi tidak kutemukan lokasinya. Tidak ada orang yang bisa ditanyai terkait lokasi gapura tersebut. Bisa jadi, gapura itu ada di atas bukit yang menghadap ke hamparan sawah. Sayangnya tidak terlihat dari tempatku berhenti.

Konon, Galpentjil Heritage Prambanan ini digadang-gadang menjadi salah satu destinasi yang menarik bagi wisatawan. Pemandangan gunung Merapi, Candi Prambanan, dan lansekap perbukitan menjadi andalan. Tahun 2020, pembangunan dimulai di lahan kas desa.

Nama Galpentjil mungkin terinspirasi dari lokasi destinasi di dukuh Tegal Pencil. Di tahun 2021, destinasi ini diresmikan. Tentu saja tetap butuh perhatian khusus. Kita tahu, membangun sebuah destinasi harus mempunyai komitmen untuk merawat dan mempromosikan lebih giat.

Sunyi, senyap. Sepeda kuparkirkan di pinggir jalan. Seorang warga setempat sedang asyik memancing ikan di kolam buatan. Tak lama kemudian, warga tersebut pulang menaiki sepeda. Semak-semak mulai meninggi, sepertinya kolam mini tidak terawat dengan baik. Pun dengan beberapa bangunan limasannya.
Bangunan di Galpentjil Prambanan
Bangunan di Galpentjil Prambanan
Gazebo-gazebo berbalur cat putih di dekat jalan lebih terawat. Denah bangunan pun sudah bagus. Kombinasi antara gazebo dan limasan yang ukurannya lebih luas. Halaman yang berbatasan langsung dengan danau buatan mulai ditumbuhi rumput.

Dilihat sekilas, tempat ini sebenarnya masih digunakan. Tapi tidak sepenuhnya bagus. Pada bangunan limasan yang di depannya terdapat prasasti peresmian destinasi ini tampak kotor. Sementara limasan yang satunya lebih bersih.

Konsep awal, tempat ini mungkin diharapkan menjadi destinasi kunjungan rombongan anak sekolah. Mereka bisa bermain secara bebas, mengikuti berbagai outbond yang disediakan, hingga beristirahat santai di bangunan yang sudah disiapkan.

Sayangnya tempat ini masih butuh perhatian lebih. Padahal, tempat ini bisa dioptimalkan lebih bagus lagi. Siapa tahu ada orang-orang yang ingin membuat acara di sini. Mulai dari kumpulan arisan, hingga resepsi pernikahan. Tinggal pengelolaannya lebih digiatkan.

Tujuan utamaku datang ke sini adalah mencari gapura top selfie-nya. Sedari tadi kusapu pandangan, tak kutemui tanda-tanda anak panah yang mengarahkan ke top selfie. Mungkin top selfie yang kucari ini adalah bukit yang ada di seberang bangunan limasan dan gazebo.

Aku sengaja berhenti lama di gapura kayu. Menunggu orang melintas, dan ingin mencari keberadaan gapura tersebut. Sepertinya memang belum dikabulkan. Setengah jam di sini, aku tak melihat seorang pun yang melintas.
Kolam ikan di area Galpentjil Prambanan
Kolam ikan di area Galpentjil Prambanan
Jika menilik dari berbagai unggahan orang yang berfoto di gapura, tempatnya memang di perbukitan dengan pemandangan sawah. Sementara bukitnya didominasi bebatuan. Tak apalah belum ketemu spot tersebut, setidaknya aku sudah sampai di Galpentjil Heritage Prambanan.

Tak banyak kuabadikan sudut-sudut di Galpentjil Heritage Prambanan. Sesekali memotret di gazebo, lantas kumasukkan kamera dalam tas. Rasa penasaranku dengan gapura top selfie masih ada. Mungkin di lain kesempatan bakal kusambangi lagi.

Waktunya pulang. Galpentjil Heritage Prambanan ini masih dalam keadaan senyap. Semoga bangunan gazebo dan limasan ini tetap terawat dengan baik, dan pengelola mempunyai ide inovasi baru dalam membangkitkan desinasi wisatanya.

Kita tahu, di banyak tempat pastinya ada destinasi yang tumbuh, lantas mati suri. Animo kunjungan wisatawan lokal tak lebih dari satu tahun. Hanya mengikuti tren ramai sesaat. Lantas lupa seakan-akan tempat itu tak pernah ada.

Selalu dari harapan untuk destinasi-destinasi seperti ini bisa kembali bangkit. Keberadaan destinasi wisata di daerah tertentu bisa menggeliatkan perekonomian masyarakat sekitar. Ini yang diharapkan bersama, menjadikan semuanya saling melengkapi. *Prambanan; Sabtu, 14 Januari 2023.

14 komentar:

  1. sepi dan senyap...rumput rumput sudah meninggi ya, tapi kalau dirapikan aslinya bakal bagus sih...palagi yang area belakange bukit dan persawahan. Coba ada area warung snack atau tehnya juga pasti tambah ciamik...sepintasan tadi emang pas liat gapura agak agak bikin bulu roma merinding sih...tapi ternyata makamnya mah cuma selewatan aja ya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahhaha, memang tempat ini tidak terjaga dengan baik. Jadinya begini

      Hapus
  2. Destinasinya jadi sepi dan gapura yang dicari tidak ketemu. Ayo warga desa sekitar mesti semangat untuk memberdayakan destinasi ini lagi agar tidak terbengkalai dan dapat memberikan manfaat bagi warga sekitar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Seminggu setelah ke sana, ada kawan yang foto di gapuranya. Nasib-nasib

      Hapus
  3. semoga kedepannya tempat itu bisa dioptimalkan lagi, jadi lebih bagus

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas, kayake asyik buat acara nikahan di sini

      Hapus
  4. Aku penasaran juga bentuknya kayak apa, mas sitam sampe ga bisa Nemu top selfie nya. Tapi kalo liat foto di atas, sepiiiii ya mas. Sbnrnya sih justru tempat sepi yg aku lebih suka, drpd yg udah terlalu rame. Tapi kalo tempat ini jadi ramai, ga bisa dipungkiri jadi lebih berarti buat masyarakat sekitar

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya cuma gapura dengan warna hitam & ornamen dan lokasinya di perbukitan, mbak

      Hapus
  5. Perlu upaya keras agar terlihat lebih menarik ya. Disamping promosi yang perlu lebih galak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga saja memang bisa lebih baik dalam promosinya

      Hapus
  6. Kayaknya emang masalah yang sama di semua tempat wisata sejarah gitu ya mas, kayak ramai setahun setelah itu mati suri. Di tempat saya juga seperti itu mas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, makanya perlu SDM mengelola destinasi dan mempromosikan agar jauh lebih lama

      Hapus
  7. Sebenarnya ini lokasi menarik dan nyaman didatangi. Tetapi sayangnya ga diurus ya, jadi berantakan rumput2 dan pepohonan kelihatan kurang enak dipandang. Kalau sendirian ke Galpentjil ini kayaknya takut deh kabooooorrr hahaha!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, sayangnya tidak dirawat dengan baik. Padahal asyik tempatnya

      Hapus

Pages