Sebelum Sore di Pantai Kukup Gunungkidul - Nasirullah Sitam

Sebelum Sore di Pantai Kukup Gunungkidul

Share This
Sudut pantai Kukup Gunungkidul
Sudut pantai Kukup Gunungkidul
Semilir angin laut membuat kami merasa tenang duduk di bebatuan. Suara deburan ombak cukup kencang, buih-buih ombak terlihat memutih tatkala terempas karang. Aku melihat samudra membiru, tak terlihat adanya kapal yang melintas.

Pantai Kukup merupakan salah satu pantai yang lama dikenal para wisatawan. Seingatku ketika berkunjung kali pertama ke pantai ini di tahun 2007. Baru ada beberapa pantai yang sudah dikenal, pantai Kukup termasuk didaftarnya dengan pantai Krakal, pantai Baron, dan pantai Wediombo.

Rombongan yang bersamaku sebenarnya bukan wisatawan yang tujuan utamanya bermain di pantai. Kami ada kegiatan kunjungan di Puskesmas Ponjong I, lantas menyempatkan singgah ke pantai untuk sekadar bersantai.

Para rombongan yang merupakan mahasiswa sudah menyiapkan pakaian. Mereka mengganti pakaian ketika sampai di parkiran pantai. Lantas berhamburan menikmati suasana pantai yang cukup terik. Kulirik arloji, sekarang masih pukul 14.30 WIB.

Sepanjang jalan dari parkiran menuju pantai, sudah berjejer stand jualan masyarakat setempat. Mereka menawakan berbagai pakaian pantai, topi, kacamata, ataupun kuliner laut. Semerbak bau ikan gimbal cukup menggoda. Kami terus melintas.
Pasir putih di pantai Kukup Gunungkidul
Pasir putih di pantai Kukup Gunungkidul
Siang ini masih lumayan sepi. Payung-payung pantai sudah tertata rapi dengan gelaran tikar. Pun dengan rerimbunan pandan duri di atas bebatuan pantai. Tengaran bertuliskan pantai Kukup terlihat jelas dari hamparan pasir.

Para pemilik tikar dan payung menyapa kami. Mereka menawarkan tempat duduk di tepian pantai. Kami sengaja memilih duduk santai di bebatuan. Bongkahan batu besar menjadi peneduh di waktu siang. Tak hanya kami, banyak wisatawan lain juga duduk santai di bebatuan.

Air laut agak surut. Sehingga deburan ombak hanya di batasan bebatuan karang. Sementara mendekat bibir pantai, aku hanya setinggi betis orang dewasa. Pantai Kukup terhampar karang-karang yang lumayan tajam bagi kaki. Bagi yang berjalan di air laut, mereka harus lebih hati-hati.

“Jangan injak bulu babi ya,” Ujarku sembari memperlihatkan bulu babi di sela-sela bebatuan.

Beberapa mahasiswa yang turut ke pantai merupakan kewarganegaraan Nepal, sehingga mereka mungkin belum familiar dengan bulu babi. Aku mengimbau mereka agar tidak memegang ataupun menginjak di perairan dangkal.

Ada banyak jenis bulu babi. Mulai dari yang paling umum di pantai selatan seperti ini bentuknya bulat kecil dengan duri tebal. Berbeda halnya dengan di pantai utara seperti Karimunjawa. Bulu babi di sana durinya jauh lebih panjang seperti lidi.
Melihat masyarakat setempat mencari rumput laut
Melihat masyarakat setempat mencari rumput laut
Sebenarnya, warna bulu babi pun cukup beragam. Semua bulu babi berpotensi membahayakan, terlebih jika terinjak ataupun tidak sengaja dipegang. Duri-durinya mengandung racun yang bisa membuat kita sampai demam.

Di antara pengunjung pantai, aku melihat beberapa masyarakat setempat yang sibuk mengumpulkan rumput laut. Di sepanjang pantai di deretan Gunungkidul, masyarakat tak perlu menanam rumput laut. Mereka bisa mencari rumput laut di sela-sela karang.

Rumput laut di sini cenderung lebih kecil-kecil. Berbeda dengan jenis rumput laut yang biasa kami tanam di Karimunjawa. Di sini, masyarakat memanfaatkan ketika laut surut untuk mencari rumput laut, dan mengumpulkan menjadi satu.

Salah satu kelebihan di sepanjang pantai Gunungkidul tentunya masyarakat bisa dengan mudah mengambil rumput laut yang tumbuh secara alami. Mereka tidak perlu menanam pada tali panjang, lantas merawat layaknya yang dikerjakan para petani rumput laut.

Aku melihat di antara karang-karang air dangkal ketika surut. Ada rumput laut yang hidup. Masyarakat secara telaten mengambil rumput laut dan mengumpulkan pada wadah semacam keranjang anyaman bambu dari plastik, lantas mengumpulkan menjadi satu di pesisir.
Hasil rumput laut dikumpulkan
Hasil rumput laut dikumpulkan
Di wadah keranjang, tumpukan rumput laut sudah cukup banyak. Terlihat rumput laut ini terkena lumut. Jika kita menjadi petani rumput laut, salah satu yang membuat budidaya rumput laut kurang berkembang adalah adanya lumut.

Selain itu, rumput laut juga menjadi makanan penyu. Jadi tidak mengherankan, di tempat yang banyak rumput laut, nantinya bakal ada penyu-penyu yang berdatangan. Aku sendiri menyaksikan ketika ada banyak petani rumput di Karimunjawa.

Sekitar empat warga setempat mengumpulkan hasil rumput laut. Mereka nanti menjemur hingga kering, lantas ada pengepul yang membeli. Harga rumput laut yang sudah kering tentu lebih mahal dibanding masih basah. Prosesnya pun jauh lebih lama.

Waktu menjelang sore, para pengunjung pantai Kukup mulai berdatangan. Sekelompok ibu-ibu darmawisata memenuhi pantai dengan warna kaus yang seragam. Para jurufoto setempat yang sedari tadi meneduh mulai menjual jasa potret.

Para jurufoto berbekal kamera dengan lensa panjang, lantas membidik tiap pengunjung, dan memperlihatkan hasilnya. Jika tertarik, nantinya foto tersebut ditebus harganya tiap fail. Tidak sedikit pula yang langsung menghampiri para pengunjung dan menjual jasa fotografer.
Wisatawan bermain air di pantai Kukup
Wisatawan bermain air di pantai Kukup
Beberapa tahun terakhir, hampir semua pantai di Gunungkidul banyak para jurufoto yang menjajakan jasanya. Bagi wisatawan yang ingin difoto candid dengan latar belakang blur, tentu hal ini menyenangkan. Harga yang dipatok pun seragam serta terjangkau.

Aku masih berteduh di bawah bebatuan, melihat para mahasiswa yang asyik bermain air. Mereka berkumpul sembari minta diabadikan. Tugasku kali ini layaknya jurufoto setempat. Memotret segelintir momen para mahasiswa kala riang di pantai.

Dari kejauhan, kulihat para mahasiswa berkumpul dan berkeliling fokus dengan salah satu mahasiswa dari Nepal. Sementara mahasiswa perempuan dari Australia sibuk jongkok. Benar saja, mahasiswa dari Nepal menginjak bulu babi.

Kuarahkan untuk menepi dan berusaha mencabut duri yang tertancap di alas kaki. Sepertinya dia agak kesakitan, tapi tetap antusias dengan pantai. Kami bergegas mengajak pulang. Harapannya sampai di Jogja, luka terkena bulu babi segera diobati.

Pantai Kukup makin ramai. Kami meninggalkan pantai ini di kala sedang mendekati waktu indah-indahnya panorama sore hari. Sedari dulu, pantai Kukup tetap tak kehilangan daya tarik dari berbagai wisatawan, meski banyak pantai-pantai di Gunungkidul yang lebih populer. *Jumat, 10 Maret 2023.

12 komentar:

  1. wah pantai kukup. udah lama banget enggak pernah kesana lagi.
    seru tuh menjelajah pantai yang sedang surut,
    dulu saat di Kupang juga ketemu para penjaja jasa fotografi di pantai, satu foto digital dihargai 2 ribu rupiah, langsung kirim ke HP

    BalasHapus
    Balasan
    1. Meski banyak pantai yang terkenal sekarang, pantai kukup tetap diminati pengunjung, mas

      Hapus
  2. Gambar pertama mirip Tanah Lot di Bali, untung judulnya udah bilang Gunung Kidul. Pantai emang bikin kangen ya, jadi pengen memenuhi kebutuhan vitamin sea hahaha.

    Gimana kaki si mahasiswa Nepal Om? Semoga sudah sembuh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aman kakinya, kang. Langsung ditangani teman-teman mahasiswa. Mereka gercep semua

      Hapus
  3. ternyata rumput laut setelah dipanen bentuknya begitu ya mas

    saya jadi pengen liat penyu lagi..dulu aku liat penyu tuh di pelepasan penyu ujung genteng...dan sembari liat telur telur penyunya pula yang lunak kulit cangkangnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar mbak, cangkang penyu itu lunak, dan sekali bertelur, ada puluhan telur

      Hapus
  4. Bener banget mas, pantai kukup dan baron itu salah dua pantai pertama yang dibuka di gunungkidul. Kemudian berlanjut dengan belasan pantai mulai dikenal masyarakat demgan segalan keuninkannya masing-masing.

    Mungkin orang nepal bakal seneng banget lihay pantai dan laut yang begitu indah kayak kukup ini. Di negara mereka tidak ada laut dan pantai. Semuanya perbukitan dan pegunungan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekarang, mahasiswanya suka ke pantai, mas. Hahahahaha

      Hapus
  5. Waaa aku baru mampir lagi ke blog ini, kangen baca tulisan-tulisan di sini. Paragraf pertamanya bagus banget deh narasinya. Bikin pengin mampir ke Pantai Kukup dan nikmatin suasana di sana. 😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah ini yang aku lihat di instagram sudah keliling terus hahahahha. Sukses mbak

      Hapus
  6. Walopun pake alas kaki, tp bisa nembus ya mas duri bulu babi itu??

    Aku sering diwanti2 juga, tapj Alhamdulillah belum pernah kena, jangan sampe amit2. Katanya memang sakit banget.

    30 Jun - 2 Juli besok aku stay di Jogja nih, daerah Bantul. Tapj blm tau deh bakal ke gunkid atau ga. Soalnya itu lagj libur kan, takutnya muaceeeet hahahahahah. Pengen cari tempat lain di Jogja yg masih Sepian. 😅

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau pakai alas kaki tidak mbak, aman. Cuma di pantai begini, karena banyak karang, kadang pakai alas kaki malah licin.

      Wah tanda-tanda macet itu, mbak ahahhahah

      Hapus

Pages