Analog Coffee Jogja |
Kami bertiga sibuk dengan laptop masing-masing. Sepagi ini, sepertinya kami terlihat produktif. Hingga beberapa jam di Analog Coffee Jogja, belum ada tambahan pengunjung yang datang. Niat awal memang ingin bekerja di kedai kopi, mengulangi rutinitas yang dulu sering kami lakukan.
Hari masih pagi, aku mendapatkan pesan WA. Salah satu kawan sudah sampai di Analog Coffee Jogja. Bergegas aku jalan kaki dari kosan. Jarak kosan ke Analog Coffee Jogja kurang dari 500 meter. Sesampai di sana, sepeda motor kawan sudah terparkir, tapi orangnya tidak kelihatan.
“Aku sarapan di Geprek Bu Made dulu,” Kabarnya di WA.
Analog Coffee Jogja berlokasi di jalan Wulung, Papringan. Tempatnya berseberangan dengan Geprek Bu Made, serta hanya beberapa meter dari Geprek Bu Rum. Bagi pecinta kuliner Geprek, tentu dua nama yang kusebutkan menjadi tujuan ketika di Jogja.
Tulisan pada pintu kafe seudah buka, tetapi baristanya tidak terlihat. Kudorong pintu, lantas mencari baristanya. Ternyata dia sedang bersantai di ruangan khusus merokok. Aku memesan minuman es kopi, sembari meminta agar esnya agak dikurangi.
Berkunjung ke Analog Coffee Jogja |
Kami berbincang santai sembari menunggu kawanku yang masih sarapan di seberang. Bahkan, aku mengatakan kalau nanti di sini agak lama. Bisa jadi sampai sore hari, karena memang diniatkan ingin menyicil pekerjaan sebelum datang awal pekan.
Tak lama kemudian, kawan yang sarapan di Geprek Bu Made sudah datang. Terlihat mereka berdiskusi. Aku sendiri menyibukkan diri untuk memotret sudut-sudut Analog Coffee Jogja, mumpung masih belum ada pengunjung yang datang.
Kisaran minuman seperti kedai kopi di sekitar. Mulai dari 20.000 rupiah. Selain minuman, di Analog Coffee Jogja juga menyediakan berbagai makanan. Kawan sengaja memesan cireng untuk kami nikmati sembari bekerja.
Untuk pembayarannya, kita bisa menggunakan uang tunai ataupun memanfaatkan kode batang untuk dipindai dengan berbagai uang digital. Bagi sebagian orang, mereka lebih nyaman membayar dengan uang digital daripadan membawa uang tunai.
“Kalau butuh colokan, kami nanti ambilkan,” Ujar barista yang berjaga.
Daftar menu dan harga di Analog Coffee Jogja |
Kami memilih meja yang dekat dengan colokan. Teman sudah membawa colokan panjang dari rumah. Hari ini benar-benar ingin bekerja, meski kita sering menyebutnya dengan pura-pura kerja. Kubuka laptop, menulis draft yang hendak diposting awal pekan.
Analog Coffee Jogja sebenarnya salah satu kedai kopi yang memang sudah kutulis dalam daftar kunjungan. Hanya saja, di beberapa bulan terakhir, aku memang mulai mengurangi kunjungan ke kedai kopi. Masih menikmati waktu bekerja di kosan kala akhir pekan.
Rencana berkunjung ke Analog Coffee Jogja kembali mencuat karena obrolan dua kawan yang bekerja sebagai pekerja lepas di portal. Kami makan malam di Geprek Bu Rum, lantas kubilang di dekat sini ada kedai kopi namanya Analog Coffee Jogja.
Gayung bersambut, dua kawan mengajak akhir pekan pura-pura kerja di kedai kopi tersebut. Sebelum siang, kedai kopi ini cenderung sepi. Bahkan sampai pukul 12.00 WIB pun masih belum ada tambahan pengunjung. Hanya kami bertiga.
Menurut barista yang sedang shift, siklus kunjungan di Analog Coffee Jogja memang begitu. Di akhir pekan, pengunjung datang lebih banyak selepas pukul 12.00 WIB. Nantinya hingga malam ramai. Layaknya kedai kopi yang lainnya, mulai ramai ketika menjelang sore.
Ruangan tertutup di Analog Coffee Jogja |
Menariknya, pengunjung malah lebih banyak pagi hari ketika hari kerja. Artinya, setiap hari senin – jumat, pengunjung di Analog Coffee Jogja lebih banyak datang pagi hari. Biasanya yang datang mahasiswa atau para pekerja lepas yang menjadikan Analog Coffee Jogja sebagai tempat untuk bekerja.
Ruangan di Analog Coffee Jogja terbagi menjadi tiga bagian. Bagian dalam merupakan area tertutup. Tempat ini didominasi meja-meja kayu. Ada juga satu sofa yang nyaman untuk bersantai. Tapi kurang pas jika digunakan bekerja dengan laptop.
Jarak antar meja cukup luas, sehingga tidak mengganggu para pengunjung yang lainnya. Ukuran meja beragam, ada yang untuk dua orang ataupun empat orang. Di dekat kaca depan juga dibuat meja panjang dilengkapi dengan kursi.
Interior ruangan cukup minimalis, warna meja dan kursi kayu seragam. Kaca-kaca lebar membuat kita bisa melihat suasana luar ruangan dari dalam. Tempat ini dilengkapi dengan AC. Meski begitu, rasanya tetap kurang dingin karena terlalu luas ruangannya.
Satu ruangan di sisi utara dimanfaatkan bagi pengunjung yang ingin merokok. Tempatnya tidak seluas area dalam. Tetapi cukup bisa dimanfaatkan para pengunjung. Aku sendiri lebih menghindari tempat seperti ini, lebih nyaman di dalam ruangan yang bebas asap rokok.
Meja dan kursi di area terbuka Analog Coffee Jogja |
Tak jauh berbeda dengan dalam ruangan. Di area luar ruangan pun ada banyak meja dan kursi. Bahkan ditambahi dengan meja dan kursi permanen. Luar ruangan cukup sejuk karena beberapa pepohonan. Tempat ini ramai ditempati ketika menjelang sore sampai malam.
Pengunjung mulai berdatangan, sebagian besar ingin mengerjakan tugas. Mereka larut di depan laptop masing-masing. Satu dua pengunjung berpasangan pun datang. Sepertinya, mereka memang ingin berdua di kedai kopi. Menepi di bangku yang dekat dengan musala.
Analog Coffee Jogja menyediakan fasilitas musala. Untuk kamar mandinya sendiri ada dua. Sehingga pengunjung bisa lebih nyaman. Bagi sebagian pengunjung, adanya fasilitas musala membuat mereka memilih kedai kopi tersebut.
Menyesap minuman di Analog Coffee Jogja |
Waktu menjelang sore. Minuman yang kami pesan sudah tandas, pun dengan cirengnya. Kami memutuskan untuk pulang. Kulihat sekeliling, sudah banyak orang yang berdatangan. Meski ruangan kami tertutup, terkadang asap vape pengunjung luar masuk melewati pintu samping.
Pun makin banyaknya orang membuat mesin pendingin ruangan tidak bekerja secara maksimal kala siang. Tetapi, suasananya tetap nyaman bagi para pekerja lepas untuk mengerjakan tugas yang sudah memasuki waktu tenggat.
Kami rapikan semua gelas yang di meja. Mengumpukan menjadi satu, lantas menggeser kursi seperti layaknya belum diduduki. Waktunya pulang, kami sapa dan ucapkan terima kasih pada barista yang bekerja. Benar juga, menjelang sore memang pengunjung lebih banyak.
Bagi kalian yang ingin mencoba kedai kopi dengan suasana baru, Analog Coffee Jogja bisa menjadi opsi bagi kalian yang berada di Demangan dan sekitarnya. Di lain kesempatan, mungkin aku bakal berkunjung ke kedai kopi ini ketika ada pekerjaan kala akhir pekan. * Sabtu, 10 Juni 2023.
aku kalau ke kedai kopi terus ada menu cirengnya, pasti kupesan
BalasHapusheuheuheu
Cocok mas, buat cemilan sambil mengopi
HapusAsyik ya ngeblog di coffeeshop, ---dan ada colokannya pula. Paling bingung kalau mau nulis di luar gak ada colokan, soalnya laptopku udah uzur, gak bisa lepas colokan langsung mati, ahahaha. Btw, jadi pengen cireng deh :p
BalasHapusLaptop kita sama, kalau gak dicolokkan bahaya ahahhahah
HapusNama kafenya unik. Yaa walaupun kemungkinan besar ada tempat yang memakai nama yang sama.
BalasHapusTeman-temanku juga banayk yang brralih ke uang digital. Sekarang perkara bayar lsg scan qris aja. Sangat efektif tanpa perlu mengeluarkan duit dari dompet atau kantong terlebih dahulu.
Kalau aku biasanya kondisional , mas. Misalnya memang gak bawa uang pas, lebih nyaman pakai uang digital
Hapusjadi pengen mampir cobain kopinya :D
BalasHapusGas yuk nyobain
HapusKedai kopi begini memang LBH enaknya didatangin sore ke malam. Aku sendiri lebih suka di waktu2 itu mas. Mungkin Krn pagi dan siang terlalu panas yg bikin ga tertarik ngopi. Apalagiiii aku pecinta kopi panas 😂.
BalasHapusTempat ya homey Yaa mungkin Krn rumah juga sih. Dan menunya lumayan beragam 👍
Heheheh, kami sukanya malah pas pagi, sepi dan bisa buat bekerja hehehe
Hapus