![]() |
Kampung Pelangi Semarang |
Bangunan rumah warga di tepi Kali Semarang sudah mulai usang. Tidak ada keramaian, hanya kegiatan rutinitas sehari-hari masyarakat setempat. Aku terus menyusuri gang-gang kecil di Kampung Pelangi Semarang, melihat destinasi yang sempat ramai pada masanya.
Pukul 16.30 WIB, aku sudah sampai di shuttle pool travel Bhinneka Sangkuriang, salah satu travel baru yang melayani rute Semarang – Jogja. Lokasinya di jalan Iman Bonjol Semarang, berseberangan dengan shuttle pool Sabila dan Semeru. Daerah ini memang banyak shuttle pool, bahkan tempatnya Cititrans pun hanya beberapa ratus meter jaraknya.
Waktu keberangkatan masih pukul 18.00 WIB, artinya masih ada waktu yang cukup untuk bersantai. Kutitipkan barang di petugas, lantas keluar sekadar memotret sekitaran Lawang Sewu. Aku membuka peta di ponsel, tak jauh dari tempatku ada destinasi Kampung Pelangi Semarang.
Sebenarnya ada keinginan mengunjungi museum yang lokasinya berada di sekitaran Tugu Muda Semarang. Tidak jauh dari Lawang Sewu ada museum Perjuangan Mandala Bhakti. Hanya saja aku gamang, apakah masih buka, terlebih sekarang bulan ramdan serta sudah melebihi waktu kerja.
![]() |
Bangunan Lawang Sewu dari seberang jalan |
Kulintasi jalan kecil pada aliran sungai kecil, terdapat beberapa orang sedang asyik menghabiskan waktu dengan memancing. Aliran sungai ini cukup tenang, bahkan tempatnya cenderung bersih dan penataannya juga rapi.
Aku penasaran apakah Kampung Pelangi Semarang masih ramai atau sudah sepi layaknya destinasi serupa di kota besar yang lainnya. Kuseberangi jalan menuju Kampung Pelangi Semarang, melintasi deretan ruko pasar bunga Kalisari.
Di salah satu gang dekat deretan ruko, aku masuk meniti jembatan. Dari sini, terlihat warna-warni cat bangunan yang sudah mulai usang. Butuh sentuhan warna lagi agar lebih terang. Di atas bukit, terlihat tulisan besar “Kampoeng Pelangi”.
Aku penasaran dengan suasana di Kampung Pelangi Semarang, salah satu jalan kecil kulintasi. Sesekali menyapa bapak-bapak yang ada di teras rumah. Tidak banyak yang kuabadikan ataupun kurekam, karena segan dengan penduduk sekitar.
Di salah satu gang, terdapat denah Kampung Pelangi Semarang. Kuputuskan menaiki gang yang menurutku sangat curam. Hanya saja, aku takjub dengan penduduk sekitar, mereka tetap bisa mengakses jalur tersebut menggunakan kendaraan roda dua.
![]() |
Pemandangan di Kampung Pelangi Semarang kala sore hari |
Menyusuri jalan kecil di Kampung Pelangi Semarang semacam menjelajah labirin. Perjalanan ini mengingatkanku beberapa tahun yang lalu ketika menyusuri Kali Code di Jogja untuk memotret bersama kawan-kawan. Sekilas memang sama, namun kontur wilayahnya lebih tinggi di Kampung Pelangi Semarang.
Tidak banyak yang aku ketahui tentang Kampung Pelangi Semarang. Namun dari beberapa tulisan sebelumnya, kawaan ini awalnya dikenal dengan sebutan Kampung Gunung Brintik ataupun Kampung Wonosari. Di tahun 2017, kampung di tepi Kali Semarang ini diubah menjadi salah satu destinasi buatan.
Penamaan Kampung Pelangi Semarang merujuk pada seluruh bangunan dan fasilita publik di kampung ini dibalur dengan cat warna-warni, sehingga tampilannya kala itu lebih meriah dan mengundang daya tarik orang-orang sekitar. Sejak berubahnya wajah baru kampung Gunung Brintik ini, lantas dikenal dengan nama Kampung Pelangi Semarang.
Aku terus menyusuri jalan yang menanjak, nafas sedikit tersengal. Di beberapa dinding rumah warga, tidak hanya baluran cat ragam warna, namun ada juga beberapa spot yang menampilkan berbagai jenis mural.
![]() |
Salah satu denah lokasi dan penanda di Kampung Pelangi Semarang |
“Di atas ada jalan lagi bu?” tanyaku pada salah satu ibu yang berkumpul di teras rumah.
“Ada mas, nanti bisa ke gardu pandang,” ujar ibu tersebut.
Bisa jadi gardu pandang yang dimaksud adalah tulisan “Kampoeng Pelangi” tersebut. Aku mengumpulkan tenaga untuk melintasi gang yang lumayan terjal. Sesampai di atas, suasana berubah ramai. Banyak masyarakat sekitar yang sedang beraktivitas.
Hanya saja aku tidak banyak mengambil rekaman vlog, karena di atas merupakan area pemakaman. Jika kulihat di peta, sepertinya kompleks TPU Bergota Krakal. Meski begitu, di sini masyarakat beraktivitas santai. Tidak sedikit yang berbincang sambil duduk di salah satu pondasi nisan.
Tidak kutemukan jalan menuju gardu pandang. Aku memutuskan untuk balik ke arah pasar bunga Kalisari. Kuikuti ibu yang sedang momong anak kecil menuju arah gang. Di ujung gang terlihat sebuah warung kecil yang berjualan gorengan.
“Jalan ini bisa sampai bawah, bu? Tanyaku memastikan.
“Bisa mas, ikuti gangnya saja,” jawab ibu pemilik warung.
![]() |
Aliran sungai di Kampung Pelangi Semarang |
Jalan menurun kecil semacam labirin berbentuk anak tangga. Aku menuruni dengan hati-hati, salah satu yang kutakutkan adalah jalan tersebut licin. Baru juga menuruni anak tangga, di salah satu teras rumah terlihat anjing peliharaan. Kuamati dengan jelas, beruntung anjingnya terikat.
Anak-anak kecil bermain dengan area lahan yang terbatas. Aku menyapa mereka sembari meminta izin melintas. Gang tersebut menikung tajam, atap rumah warga sejajar dengan anak tangga. Cat-cat di sini pun terlihat pudar.
Gang yang kulintasi ini hanya bisa dilewati pejalan kaki. Aku sesekali berhenti, melihat pemandangan dari ketinggian. Gang ini mengarahkanku pada salah satu jembatan yang lokasinya tidak jauh dari tempatku masuk.
Sekilas, Kampung Pelangi Semarang sudah mulai terlupakan. Tidak semeriah waktu awal pembangunan, dan memang perlu kembali digiatkan. Kampung ini sebenarnya berpotensi sekali untuk hunting foto bagi komunitas fotografer.
![]() |
Salah satu gang di Kampung Pelangi Semarang |
Menurutku, aktivitas masyarakat bisa diabadikan dengan kamera, namun tetap mengikuti aturan yang ada. Karena memotret keseharian masyarakat butuh persetujuan, minimal mereka tidak merasa terganggu dan kegunaan foto bukan untuk komersil.
Kulirik arloji di tangan, setengah jam lagi waktunya berbuka puasa. Aku mencari kedai kopi di jalanan searah ke shuttle pool, tapi semuanya tutup. Satu-satunya yang bisa kulakukan adalah membeli minuman di minimarket terdekat dan membeli cemilan di bapak-bapak gerobak di tepi jalan.
Sepertinya, di beberapa waktu mendatang, aku bakal sengaja datng ke Semarang lebih awal untuk berjalan-jalan di sekitar sini. Menurutku ada beberapa destinasi yang menarik untuk dikunjungi. Selain pikiran lebih segar, tentu bahan tulisan di blog tetap ada. *Semarang; Minggu, 16 Maret 2025.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar