Mengunjungi Rumah Pembuatan Wingko di Purworejo - Nasirullah Sitam

Mengunjungi Rumah Pembuatan Wingko di Purworejo

Share This
Agenda selanjutnya yang aku lakukan beserta rombongan adalah melihat bagaimana pembuatan kue Wingko. Ya, oleh-oleh khas dari kota Semarang ini ternyata ada juga yang membuat di Purworejo. Selepas sholat Jum’at (5 Juni 2015) rombongan menaiki bis dan menuju salah satu rumah produksi Wingko di Kaligono, Kaligesing, Purworejo. Aku dan rombongan pun antusias sekali, siapa tahu nanti bisa icip-icip Wingko gratis.

Sesampai di lokasi, aku dan rombongan langsung diarahkan menuju salah satu dapur. Di sana sudah ada tiga ibu yang sedang membuat Wingko. Beliau membungkus Wingko menggunakan kertas yang sudah disiapkan, lalu dimasukkan ke dalam kardus. Sementara ibu yang lainnya sedang memanggang Wingko di atas kompor dengan nyala api kecil. Melihat Wingko sudah jadi dan siap santap, ternyata membuat sebagian dari rombongan penasaran bagaimana proses awal sampai akhir pembuatannya.
Pembuatan Wingko di Kaligesing
Pembuatan Wingko di Kaligesing
“Kelapanya diparut dulu pakai mesin ini,” Ujar Salah satu ibu dengan telaten menerangkan ke rombongan.

Kedua tangan ibu tersebut dengan sigap memarut kelapa yang sudah disiapkan. Sebuah mesin parut kelapa kecil sudah terpasang di meja paling pojok. Suara gerusan paku-paku kecil membuat daging kelapa tua tersebut langsung halus. Tidak hanya cukup dengan melihat saja, kembali Ruqia (mahasiswa dari Afganistan) ingin mencobanya. Dia pun mengikuti arahan ibu agar berhati-hati saat memarut kelapa. Takutnya kalau meleset, bisa jadi jemari halusnya tergerus oleh parut kelapa.
Ruqia ikut memarut kelapa
Ruqia ikut memarut kelapa
Kelapa sudah diparut, aku masih mengamati proses selanjutnya. Tentu yang harus dipersiapkan adalah tepung untuk menyatukan dengan parutan kelapa serta santan. Dengan sigap lagi ibu tersebut menuangkan tepung ke dalam ember plastik kecil dan diberi air sesuai dengan takarannya. Kembali Ruqia beraksi tidak tinggal diam.

“Saya mau bantu ibu lagi,” Ucapnya menggunakan bahasa Indonesia dengan lancar.

Aku tidak serta merta melihat dengan detail apa yang Ruqia lakukan bersama ibu dan yang lainnya. Mataku tertuju di sisi yang lain. Terdapat tiga kompor besar dengan enam tungku, di atasnya terdapat alat untuk memanggang Wingko. Dua di antaranya sedang memanggang Wingko agar siap dikemas. Ada juga dua buah oven besar, tapi ternyata itu digunakan untuk mengoven roti, bukan untuk Wingko.
Mengadon tepung untuk membuat Wingko
Memanasi Wingko yang sudah dicetak
Memanasi Wingko yang sudah dicetak
Sejenak aku sapukan pandangan keseluruh ruangan, di samping kiriku terdapat pintu yang terbuka. Aku pun menuju pintu, ternyata sebuah halaman di samping rumah. Di sana ada setumpukan kelapa tua yang sudah dikupas sabutnya, ada juga bekas batok kelapa yang sudah tidak ada dagingnya. Tidak ketinggalan sebuah parang kecil yang digukanan untuk membelah kelapa. Sementara di halaman yang luas terdapat jemuran yang berisi batok kelapa dan sabutnya. Ternyata tidak hanya isinya saja, sabut kelapa pun diberdayakan oleh warga setempat untuk membuat sapu lantai dan lainnya. Benar-benar berguna seluruh bagian dari kelapa.
Kepala dan sabut Kelapa
Kepala dan sabut Kelapa
Kepala dan sabut Kelapa
Aku pun kembali melihat aktifitas ibu-ibu dan teman rombongan yang dari tadi mempraktekkan pembuatan Wingko dari awal sampai siap dimakan. Ternyata ada yang sudah jadi, puluhan Wingko yang di atas tempatnya ini masih hangat. Menggugah selera untuk mencoba menikmati satu buah saja. Warna Wingko yang putih dan bagian tengah agak kecoklatan karena terpanggang Nampak jelas, bau khas Wingko menusuk hidung dan membuat otak ini selaras dengan lidah yang ingin merasakan seperti apa nikmatnya kue Wingko yang masih hangat dan langsung dari tempat membuatnya. Di samping meja lain, sudah berjejer Wingko siap edar dan diperjual-belikan. Dikemas dengan tas kertas kecil dilengkapi dengan nama Wingko serta alamat yang ada. Warna hijau pada kemasan tasnya membuatnya terlihat cerah.

“Silakan dicicipi mas, mbak,” Kata Salah Satu ibu yang memanggang Wingko.

Gayung pun bersambut, aku dan rombongan mulai mengerubuti tumpukan Wingko yang menggugah selera. Jemari dan lidah terasa hangat saat terkena Wingko, aroma kelapa menusuk hidung, dan rasa kelapa pun membuat lidah ini menyenangkan. Tidak terasa aku sudah menghabiskan dua Wingko, kemudian aku mencoba membidik dua temanku Joao (Spanyol) dan Hana (Thailand) yang menikmati Wingko di tangannya. Dari raut wajahnya dapat diartikan kalau lidah mereka pun cocok dengan Wingko ini.
Mencicipi Wingko
Mencicipi Wingko
Mencicipi Wingko
Kejutan pun berlangsung saat kami ingin pamitan. Sepertinya pihak desa Kaligono sudah mempersiapkan dengan matang-matang rencana ini. Ketika kami ingin keluar dari pintu menuju bis yang terparkir di pinggir jalan, ibu dan warga setempat sudah berdiri di samping pintu dan membagikan satu-persatu Wingko ini pada rombongan. Terima kasih untuk bingkisannya pak, bu.
Dapat bingkisan Wingko
Dapat bingkisan Wingko
Aku dan rombongan pun langsung pamit setelah foto bersama. Bis yang aku naiki meninggalkan Purworejo yang selama dua hari ini aku singgahi. Kenangan-kenangan yang cukup mendalam untuk seluruh warga Kaligono, teman-teman admin sosmed Purworejo, dan semuanya yang tidak dapat aku sebutkan satu-persatu. Terima kasih atas segala jamuannya selama kami di sini. Semoga ada waktu untuk singgah ke sini lagi. Ditemani lagu Couldplay dari hpku, bis ini menyusuri jalan menuju kota Magelang untuk menikmati beberapa tempat di sana. *Kegiatan ini diselenggarakan oleh Dinpudpar Jateng
Baca juga postingan yang lainnya 

26 komentar:

  1. Purworejo itu yang dekat sama Kulon Progo kan ya

    BalasHapus
  2. asik juga bisa menikmati wingko dengan melihat&belajar proses pembuatannya :)
    semoga makanan inii bisa lebih dikenal dan diminati semua orang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wingko lebih dikenal sebagai oleh-oleh khas Semarang, heeee. Padahal dibanyak tempat pada membuat Wingko

      Hapus
  3. itu seperti bakpia, atau memang wingko sama bakpia sama aja yah??
    ada bule nya juga disana :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Beda, kalo Wingko terbuat dari tepung campur kelapa :-D

      Hapus
  4. aku suka wingko hehehe dan enak banget rasa nya :)

    BalasHapus
  5. wingko makanan kesukaan nenek saya mas :)

    BalasHapus
  6. Aku pikir wingko ini hanya ada di babat aja

    BalasHapus
  7. Waaa dikit lagi rumah saya mas, kutoarjo. hehhe
    wingko gurih n manis ya, rasa kelapanya bikin nagih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah Kutoarjo, bisa naik Prameks kalo ke sana haaa

      Hapus
  8. wih, sosialisasi jalan terus yak..

    BalasHapus
  9. walau aku gak suka wingko, tapi suka deh liputannya yang nulis artikel ini, hehehehe

    BalasHapus
  10. jadi ingat waktu datang ke lokasi pembuatan wingko yang enk nih.... kirimin saya kang wingkonya ya... ha,,, ha,, ha,,,

    BalasHapus
  11. Saya baru tau kue wingko dari postingan mas ini. Proses pembuatannya dan bahan-bahan yang dipakai hampir mirip dengan kue asal daerah saya sumatra barat. Pinukuik, kalau mas penasaran dengan kue tersebut silahkan saja browsing di internet...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya Wingko sudah menjadi oleh-oleh bagi orang yang berkunjung ke Semarang, tapi dibanyak tempat, Wingko bisa dibuat dengan orang-orang rumahan.

      Hapus

Pages