Misi Membawa Sepeda ke Puncak Widosari, Samigaluh - Nasirullah Sitam

Misi Membawa Sepeda ke Puncak Widosari, Samigaluh

Share This
Aku di puncak Gunung Widosari Samigaluh
Seminggu yang lalu, salah satu pentolan grup sepeda eNTe Jogja memposting tentang agenda bersepeda ke daerah Samigaluh, Kulonprogo. Sesuai dengan nama eNTe (Nanjak Terus), aku pun tertarik untuk ikut. Akhirnya tanggal 17 Agustus 2015; kami mengayuh sepeda bersama. Titik kumpul di pertigaan Daratan, Godean.

Dari sini nantinya kami akan menyusuri jalanan menuju Samigaluh. Tujuan kami sebenarnya bukan Kebun Teh Nglinggo, Samigaluh; tapi salah satu puncak yang jaraknya hampir berdekatan dengan Kebun Teh. Waktu keberangkatan kami atur pukul 07.00 WIB, rombongan bertiga ini mulai mengayuh sepeda, menikmati sarapan tanjakan dari Kalibawang sampai tujuan. Tanjakan tak ada hentinya menurutku. Ini adalah kali pertama aku menyusuri rute ini dengan bersepeda. 

Aku, Andi, dan Om Z Triono menikmati sepanjang perjalanan. Di antara rasa capek, namun keberuntungan masih menaungi kami. Sepanjang perjalanan selalu mendung, bahkan di salah satu titik Samigaluh; tanahnya basah. Ini artinya sempat diguyur gerimis. Jangan tanya berapa kali kami istirahat melepas lelah, atau malah mengisi perut dengan Gethuk dan Roti yang kami bawa. 

Di salah satu tanjakan tinggi, kami pun berhenti. Menikmati pagi seraya melihat rombongan motor yang ingin menanjak, mereka pun bergantian untuk melalui tanjakan tersebut. Agak lama kami berhenti, kami pun melanjutkan untuk melibas tanjakan. Akhirnya sampai pintu gerbang menuju Kebun Teh Nglinggo.
Istirahat di beberapa titik sepanjang perjalanan
Istirahat di beberapa titik sepanjang perjalanan

“Hemat tenaga, santai saja mengayuhnya. Mainkan gir paling kecil,” Itulah sepenggal teriakan Om Z Triono yang aku dengar dari kejauhan.

Jemariku pun lincah memainkan gir, tetapi kadang tetap tidak sesuai dengan momentum. Geretakan suara gir serasa mengerang, ahhh semoga sepeda kesayanganku ini tidak apa-apa. Selesai tanjakan sampai pintu gerbang Kebuh Teh, Nglinggo; kami mengarahkan jalan yang berbeda, jalan yang luruh ke atas (sedikit belok kanan). 

Kembali tanjakan menjadi makanan di sini. Entah aku pula ada berapa tanjakan, yang pasti tanjakan ini menguras tenaga juga. Selang berapa lama, akhirnya kami mendapatkan turunan. Kami pun mengerem laju sepeda, dan bertanya ke warga mengenai tujuan puncak yang kami tuju. 

“Oh itu namanya gunung Widosari, mas. Itu ada masjid, belok kanan saja ikuti jalan sampai mentok. Nanti sampai ke gunung tersebut,” Ujar salah satu warga yang sedang mengurusi tanaman Teh.
Plang petunjuk arah dan gerbang menuju puncak Gunung Widosari, Samigaluh
Plang petunjuk arah dan gerbang menuju puncak Gunung Widosari, Samigaluh

Benar saja, kalau dari pintu gerbang Kebuh Teh, rute diambil adalah belok kanan sedikit. Mencari nama Gunung Widosari, sampai akhirnya ketemu pertigaan, lalu belok kanan. Seratus meter dari sana ada sebuah masjid, masuk melewati depan masjid, kemudian turun sampai mentok. Nanti sampai juga di pintu masuk Gunung Widosari. Nama kampungnya adalah Tritis, Ngargosari, Samigaluh, Kulonprogo. Itu, puncak di belakang kami adalah lokasi tujuan kami bersepeda.

Sampai pintu masuk, kami pun berdiskusi mengenai misi membawa sepeda sampai atas. Sampai akhirnya keputusan hanya membawa satu sepeda saja. Menyusuri jalan setapak seraya melihat puncak tujuan kami. 

Anak tangga terbuat dari tanah liat berkombinasi di atas tumpukan batu tertata tidak rapi menjadi pijakan kami selama perjalanan. Beberapa plang bertuliskan “Semangat! Sebentar lagi sampai puncak” menjadi motivasi tersendiri. Ya, puncak memang kelihatan, namun membawa salah satu sepeda ke atas juga butuh perjuangan tersendiri.
Perjalanan menuju puncak Widosari
Perjalanan menuju puncak Widosari
Perjalanan menuju puncak Widosari
Perjalanan panjang ini pun berakhir dengan manis. Tepat pukul 11.00 WIB, kami sampai puncak. Ini artinya, perjalanan dari Godean sampai di puncak memakan waktu 4 jam bersepeda. Kami bertiga sampai di puncak gunung Widosari dengan sebuah sepeda. Pemandangan dari sini sangat menyejukkan mata, hampir di setiap sudut mata memandang, banyak bukit-bukit yang terlihat dari atas. 

Namun tetap saja kabut menjadikan pemandangan ini terlihat kurang bagus saat di foto (apalagi kameraku hanya pocket). Dari atas, aku dapat melihat jalan yang tadi kami lalui, beberapa kelompok rumah yang tersebar berkombinasi dengan warna hijau hutan. Ataupun pohon-pohon Cengkeh yang siap panen. Pemandangan yang tak bisa disia-siakan begitu saja.

Ada banyak plang pengumuman yang harus diperhatikan, di antaranya “Dilarang menaiki gunung setelah pukul 17.30 WIB.” Ada juga tulisan “Jika hujan, harap pengunjung turun,” dan masih banyak lagi tulisan-tulisan yang terpampang. Sebuah gubuk kecil dibangun, dan dua tempat duduk terbuat dari bambu yang sepertinya baru selesai dibangun pun sudah tersedia. Juga beberapa tempat sampah yang ada di beberapa titik.
Pemandangan dari puncak Widosari, Samigaluh, Kulonprogo
Pemandangan dari puncak Widosari, Samigaluh, Kulonprogo
Sepertinya misi kami sudah terpenuhi. Akhirnya kami pun mengibarkan sang Merah Putih di puncak ini. Sebenarnya sudah ada satu bendera yang terpasang, namun sudah usang. Kami pun mencari sisa belahan bambu yang belum terpakai untuk mengikat bendera dan menancapkannya di tanah. 

Saatnya beraksi, walau hanya bertiga, kami pun mengikuti ritual untuk memperingati HUT RI KE 70. Berharap Indonesia lebih baik, dan tentunya setiap sudut Indonesia yang indah ini bisa merdeka. Merdeka dari tumpukan sampah, dan merdeka dari tangan-tangan orang yang tak terpuji.
Pengibaran sang Saka Merah Putih di puncak Widosari
Pengibaran sang Saka Merah Putih di puncak Widosari
Pengibaran sang Saka Merah Putih di puncak Widosari
Pengibaran sang Saka Merah Putih di puncak Widosari
IBU SUD - TANAH AIRKU

Tanah airku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidak kan hilang dari kalbu
Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargai
Walaupun banyak negri kujalani
Yang masyhur permai dikata orang
Tetapi kampung dan rumahku
Di sanalah kurasa senang
Tanahku tak kulupakan
Engkau kubanggakan
Aku di puncak Gunung Widosari Samigaluh
Aku di puncak Gunung Widosari Samigaluh
Menuruni puncak, dan berharap puncak ini bisa lebih dikenal. Sebenarnya tempat ini sudah lumayan dikenal, hanya saja tidak banyak yang sampai ke puncak ini karena fokus ke Kebun Teh Nglinggo. Sampai di bawah, kami pun berbincang dengan ibu yag jaga. Kami pun membayar uang masuk dan juga uang makan serta Teh Panas yang tadi kami pesan (untuk uang masuk bayarnya Rp. 2000). Tidak lupa juga kami berpose bareng bapak-bapak saat pulang.

“Kalau pesepeda, baru rombongan ini yang sampai di sini,” Ujar sang ibu.
Mengabadikan diri bareng salah satu penduduk setempat
Mengabadikan diri bareng salah satu penduduk setempat
Tujuan kami selanjutnya adalah menuju Kebun Teh Nglinggo. Tempat yang kami rasa sebagai bonusan setelah puncak Widosari sudah kami kunjungi. Sebelumnya, kami juga sholat dhuhur di masjid terdekat. Selamat tinggal puncak Widosari, semoga akan lebih banyak pengunjung yang datang, dan tentunya mereka tetap bisa menjaga kebersihan dan keasrian tempat ini. aku berharap bisa menuju tempat ini lagi (dengan bersepeda tentunya).

Baca juga postingan yang lainnya 

31 komentar:

  1. Mas kalo sudah sore kenapa g boleh mas naik mas.
    Terus kalobujan kenapa gitu mas. Apa ada gledek

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jalannya terjal, mas. Kalau hujan cenderung takut longsor

      Hapus
    2. bahaya juga ya. para pendaki jgn nakal ya dengan melanggar larangan ini nanti bisa kpeleset

      Hapus
    3. Iya, kang. Semoga aturan-aturan tersebut bisa diikuti.

      Hapus
  2. Murah tiket masuk'a cuma 2000
    baca lirik knpa jadi nyanyi hahaha :D

    BalasHapus
  3. Gak dipake mas sepeda'a pas naik kepuncak gunung heheh :D

    BalasHapus
  4. Mampir ke blog ini pasti selalu mendapatkan informasi dan melihat pemandangan indah yang gk pernah saya lihat sebelumnya :)

    BalasHapus
  5. wah tempatnya terjal sekali ya mas, jadi rada takut deh.heuheu
    eh bey deu wey mas koopites juga ni yah :D
    berkibar merah putih dibukit yang tinggi, seru deh kayaknya, jadi pengen juga naik gunung pake sepeda.heuheu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyap, Kopite :-D
      Ayoo sesekali bersepeda, mas :-D

      Hapus
    2. yah sekarang mah udah ga bisa sepedahan lagi mas pasca patah tulang kai jadi rada kurang tenaga kaki kirinya mas..

      Hapus
    3. Wah, bikin sepedaan sante aja, mas :-D

      Hapus
  6. waduh, ekstrim jg yaa, aku mah ga kepikiran sepedaan ke gunung :p

    BalasHapus
  7. Wah, momentnya pas banget ni 17 Agustusan..jadi bisa kibar bendera dan hormat, tambah meresapi alam ya, gak pakai bahan bakar pula jalan jalannya, alias gratisan, hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sengaja di pas-pasin waktunya, mbak :-D
      Abis itu pulang, gempor semua badan :-D

      Hapus
  8. Woaaaa foto fotonya selalu bikin iri ihh. Jadi mau kesitu :') Indonesia emang keren yaaa! :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan hanya iri, ayoo mulai berjalan menikmati alam Indonesia. Dimulai yang dekat-dekat dulu :-D

      Hapus
  9. Balasan
    1. Boleh dikunjungi loh mas Angkisland :-D
      Seru tempatnya

      Hapus
  10. medannya oke banget kang, apalagi dengan pemandangannya yang masih asri nan indah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berharapnya sih keindahan dan kebersihannya tetap terjaga, kang :-D

      Hapus
  11. Byuh, dadi ndang pengen tuku sepeda hahahaha.

    Merdeka Mas! :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayoo mas, ndang tuku :-D
      Sopo reti khilaf ngepit sampe Jogja :-D

      Hapus
    2. Wahahaha, khilafe nemen banget! :D

      Hapus
    3. Kan rek khilaf ojo setengah-setengah, mas :-D

      Hapus
  12. duh, asyik ya klo sepedaan jauh dan menantang gitu

    BalasHapus

Pages